Liputan6.com, Jakarta - Keharmonisan agama di Indonesia turut membuat terkesan seorang pakar Alkitab Ibrani dari Israel. Pandangan itu diberikan oleh Dr. Eli Lizorkin-Eyzenberg yang merupakan pakar dari Israel Institute of Biblical Studies.Â
Dr. Eli berkata negara-negara lain kesulitan untuk memastikan agar agama-agama mendapat posisi kelas satu. Ia pun menilai Indonesia bisa menjadi pelajaran bagi negara-negara lain.
Baca Juga
"Saya mencintai dan menghormati Indonesia. Indonesia amat terlihat sebagai negara yang banyak negara bisa pelajari, terutama dalam area kerukunan hidup (coexisting), dan bersama-sama membangun sesuatu yang indah," ujar Dr. Eli Lizorkin-Eyzenberg kepada Liputan6.com di Jakarta, Sabtu (25/3/2023).Â
Advertisement
Kemampuan Indonesia yang bisa menghadirkan suasana rukun untuk membangun negara lantas memberikannya kesan yang positif.Â
"Saya terkesan," ungkapnya.
Tetap Cinta Indonesia, Meski Ada Prasangka
Ini adalah kunjungan ketiga Dr. Eli ke Indonesia. Sebelumnya, ia juga pernah ke Surabaya. Kunjungannya kali ini adalah hadir di Nation Building Conference (NBC) yang digelar Sekolah Tinggi Teologi Internasional Harvest. Acara itu mengundang berbagai pakar teologi.Â
Ketika ditanya responsnya mengenai sikap anti-Yahudi di Indonesia, Dr. Eli menyebut tetap mencintai Indonesia, serta berharap bisa mengobrol dengan orang-orang Indonesia agar saling memahami.Â
"Kami mencintaimu, rakyat Indonesia. Kami pikir kalian adalah orang-orang luar biasa. Dan saya pikir makin sering kita bisa bicara, makin sering kita bisa mendengar satu sama lain, semakin bisa kita menghindari mendemonisasi satu sama lain," ujarnya.
Ia pun menyebut bahwa "prasangka terhadap seseorang merupakan karakteristik manusia yang kurang baik", tetapi ia mengingatkan bahwa semua orang adalah ciptaan Tuhan, dan tidak ada manusia yang lebih penting dari manusia lainnya.
Penasfiran AlkitabÂ
Pada kedatangannya di Jakarta, Dr. Eli Lizorkin-Eyzenberg membahas tentang pentingnya memahami teks Alkitab Ibrani berdasarkan konteks aslinya. Ia berkata hal itu penting agar penafsiran bisa lebih bertanggung jawab dan memiliki akar yang jelas.
Ia menjelaskan bahwa Alkitab Ibrani (Perjanjian Lama) harus dipelajari seperti halnya literatur lain, yakni sesuai konteks.Â
"Semakin kamu mengetahui tentang konteks originalnya, semakin mungkin kamu memahami dengan akurat," ujarnya.
Ia pun mengakui bahwa dirinya merupakan sosok originalist, meski demikian ia ingin berdiskusi dengan para penafsir lain, serta menegaskan bahwa penafsir harus berpikiran terbuka.
"Saya melihat ketidakakuratan di banyak penafsiran. Terkadang, saya menemukan ketidakakuratan di penafsiran saya. Kemudian, saya mempelajari sesuatu yang saya salah pahami. Itu normal. Itu tak apa. Tapi bukan berarti kita tidak boleh menafsirkan. Tentu kita harus. Kita harus melakukannya dengan bertanggung jawab dan kita harus melakukannya tanpa memaksa bahwa kita benar 100 persen," ujarnya.
Dr. Eli berkata bahwa debat merupakan hal yang lumrah bagi masyarakat Yahudi, sehingga mereka bisa berdikusi secara terbuka.
"Kamu bisa mencintai dan menghormati satu sama lain saat tak setuju. Ini adalah nilai Yahudi," ucap Dr. Eli.
Â
Pakar Alkitab Ibrani di Indonesia
Di Indonesia, ada sosok Rita Wahyu yang memahami secara mendalam soal Alkitab Ibrani yang merupakan kitab agama Yahudi. Rita merupakan murid Dr. Eli Lizorkin-Eyzenberg di Israel.Â
Tujuan Rita memahami Alkitab Ibrani adalah untuk menelusuri lebih dalam mengenai latar belakang Kristen di Timur, tidak hanya pemahaman dari Barat. Memahami sejarah tersebut dinilai akan memperkaya pemahaman tentang Kristiani.
"Bukan berarti saya ingin menghapus teologi-teologi Barat, bukan, tetapi teologi Timur yang saya perkenalkan ini menambah pemahaman bagi orang-orang Kristen di Indonesia tentang indahnya Alkitab Ibrani," ujar Rita Wahyu kepada Liputan6.com.Â
Rita turut membagikan ilmunya lewat kanal YouTube miliknya. Ia menerima reaksi positif dan negatif dari masyarakat. Ada yang menerima, namun ada juga yang kurang setuju sebab ia malah dikira menyebarkan agama Yahudi.Â
"Dianggap saya menjadikan mereka Yahudi, padahal enggak. Saya hanya mengajarkan filsafat Yahudi. Orang Kristen harus belajar filsafat Yahudi, tanpa menjadi Yahudi. Kita tetap orang Kristen," ujarnya.
Hal penting yang disorot Rita adalah Yesus yang terlahir sebagai Yahudi. Ketika menyebarkan ajarannya, audiens Yesus juga merupakan orang Yahudi, sehingga Rita menilai penting untuk memahami filsafat dan budaya Israel.
Bidang-bidang yang dipelajari Rita termasuk budaya, sejarah, sastra, dan juga filsafat Yahudi.
"Kita harus memahami dari mana original teks ini berasal, di mana kita pun harus mempelajari antropologi budayanya kenapa teks ini ditulis," tegasnya.
Advertisement