Liputan6.com, Yangon - Kebakaran di sebuah masjid asrama pendidikan Islam alias pesantren di Yangon, Myanmar pada 2 April 2013 menewaskan 13 orang anak.
Melansir dari situs Jacksonville, The Florida Times-Union, Jumat (31/3/2023), polisi Myanmar segera memeriksa kepala masjid dan seorang guru atas kemungkinan kelalaian yang memperparah tragedi di asrama Islam itu.
Tewasnya 13 anak akibat kejadian tersebut menimbulkan kekhawatiran baru atas ketegangan sektarian (antar kelompok agama) yang melanda Myanmar sejak kekerasan anti-Muslim menghantam jantung negara itu pada bulan sebelumnya.
Advertisement
Disebutkan bahwa pihak berwenang menyalahkan korsleting listrik sebagai penyebab dari kebakaran masjid tersebut.
Mereka juga mengerahkan polisi khusus kerusuhan untuk menjaga ketenangan.
Namun, mengingat kekhawatiran yang timbul pada para pemeluk agama Islam di negara tersebut, beberapa umat Muslim curiga dan mengatakan bahwa kebakaran itu disengaja.
Baca Juga
Myanmar berada di ujung tanduk setelah kerusuhan sektarian antara umat Buddha dan Muslim meletus di pusat kota Meikhtila pada bulan Maret di tahun yang sama.
Kerusuhan itu menewaskan puluhan orang dan menggusur lebih dari 12.000 orang yang kebanyakan adalah Muslim.
Sejak itu, kekerasan menyebar ke beberapa kota lain, gerombolan Buddha ekstremis membakar atau menggeledah masjid juga properti lain milik umat Muslim.
Petugas polisi Thet Lwin mengatakan bahwa terdapat sekitar 75 anak yang tinggal di kompleks yang dibakar di Yangon timur itu. Kompleks tersebut meliputi masjid, sekolah, dan asrama.
13 dari 16 Anak yang Terjebak Dinyatakan Tewas
Sebagian besar penghuni asrama melarikan diri dengan berlari keluar dari pintu yang dibuka petugas penyelamat.
Teralis besi memblokir sebagian besar jendela gedung, yang diwarnai asap hitam beberapa jam setelah petugas pemadam kebakaran memadamkan api.
Seorang anggota Masjid, Soe Myint, mengatakan, sebagian besar anak-anak, yang dikirim ke pesantren oleh orang tua mereka, sedang tidur di lantai dasar ketika kobaran api itu muncul, untungnya mereka sempat melarikan diri.
Namun, malangnya, terdapat 16 orang santri yang tidur di loteng kecil. Mereka terjebak karena tangga untuk pergi dari sana terbakar.
Soe Myint mengatakan, tiga dari mereka melompat ke tempat yang aman, sisanya meninggal karena terjebak.
Soe Myint juga sempat membantu mengeluarkan jenazah dari masjid.
Kejadian tersebut tentu membekas pada dirinya, ia mengaku tidak percaya bahwa kebakaran itu disebabkan oleh korsleting.
Ia mendesak pihak berwenang untuk melakukan penyelidikan secara menyeluruh.
“Seluruh masjid berbau solar,” kata Soe Myint, merasa heran.
“Kami tidak menggunakan solar di sekolah,” tambahnya.
Zaw Min Htun, seorang anggota organisasi pemuda Muslim setempat, mengatakan, ia berlari ke masjid setelah mendengar ada kebakaran. Ketika memasuki gedung yang hangus, ia mencium bau bahan bakar.
“Umat Muslim sangat marah," katanya, meminta pihak berwenang untuk menyelidiki.
“Anak-anak itu tidak bersalah. Seseorang membakar masjid.” tegasnya.
Kepala Menteri Divisi Yangon, Myint Swe, mengatakan kepada wartawan bahwa polisi menemukan sebuah wadah diesel di bawah tangga.
Menurut Myint Swe, bahan bakar itu biasanya digunakan untuk menyalakan generator masjid ketika listrik padam.
Advertisement
Meminta Penyelidikan Lebih Lanjut
Keluarga dan kerabat korban menunggu di Rumah Sakit Umum Yangon, tempat jenazah akan dibawa. Salah satunya adalah Hla Myint, keponakannya yang berusia 15 tahun merupakan salah satu korban tewas.
“Kami baru mengirimnya ke sekolah kemarin dan hari ini dia meninggal,” katanya, sangat sedih mendengar kabar duka itu.
Selasa sore itu, ribuan pelayat berkumpul di pemakaman pinggiran Yangon untuk mengantar para korban meninggal.
Tubuh anak-anak yang hangus dibungkus kain putih sebelum diturunkan ke tanah, keluarga dan kerabat mereka menangis di dekatnya.
Duta Besar AS Derek Mitchell mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa dia “sangat sedih” atas kematian tersebut.
Ia juga meminta pemerintah untuk melakukan penyelidikan menyeluruh dan mengingatkan untuk memberikan transparansi mengenai penyebab yang sebenarnya.
Kepala Polisi kota, Win Naing, mengatakan, api pertama kali muncul dari pengatur tegangan di bawah tangga yang mengarah ke loteng tidur.
Ia percaya ini tidak sengaja, dengan mengatakan bahwa tiga polisi menjaga masjid dan melihat tidak ada yang mendekati gedung sebelum kebakaran terjadi.
Thet Lwin, seorang polisi, mengatakan bahwa kebakaran disebabkan oleh korsleting listrik, “Bukan karena aktivitas kriminal apa pun,” katanya.
Setiap kali ia menyebut kata “korsleting listrik”, umat Islam yang marah berteriak dan menggedor kendaraan.
Konflik Antar Agama Mengguncang Myanmar
Saat itu, Presiden Thein Sein tengah berjuang untuk membuat perubahan demokratis setelah setengah abad pemerintahan militer.
Namun, yang muncul justru peningkatan kasus kerusuhan sektarian di negaranya.
Pemerintahan Thein Sein telah memperingatkan bahwa kekerasan dapat mengancam proses reformasi.
Ratusan orang tewas tahun lalu dan lebih dari 100.000 orang kehilangan tempat tinggal mereka dalam kekerasan di Myanmar barat antara etnis Budha Rakhine dan Muslim Rohingya.
Pada 20 Maret 2013, kerusuhan melanda pusat kota Meikhtila selama beberapa hari. Setelahnya, kerusuhan malah menyebar ke beberapa desa yang lebih jauh ke selatan, dekat ibu kota, Naypyidaw.
Orang-orang di Yangon ketakutan, akhir bulan Maret tahun itu, desas-desus palsu beredar tentang pembakaran masjid dan pihak berwenang mengatakan beberapa toko tutup sebagai tindakan pencegahan.
Thet Lwin juga meminta bantuan wartawan, “Kami membutuhkan dukungan media di Yangon. Tolong jangan laporkan bahwa ada konflik di Yangon. Kami di sini untuk menghentikan konflik,” katanya.
Advertisement