Liputan6.com, Bangkok - Dua partai oposisi Thailand, Pheu Thai dan Move Forward Party (MFP) diproyeksikan memenangkan sekitar dua pertiga dari semua suara yang diberikan pada pemilu Minggu 14 Mei 2023, menurut hitung cepat oleh surat kabar lokal The Nation.
"Pheu Thai dan Move Forward masing-masing akan menempati urutan pertama dan kedua, baik dalam pemilihan daerah pemilihan maupun daftar partai," kata surat kabar itu, dikutip dari Al Jazeera (14/5/2023).
Baca Juga
Pheu Thai diproyeksikan merebut 32 persen kursi dari 400 kursi yang dipilih langsung dalam pemilu Thailand. Mereka diharapkan untuk memenangkan persentase yang sama untuk 100 kursi yang akan dialokasikan secara proporsional.
Advertisement
MFP diharapkan memenangkan sekitar 29 persen kursi yang dipilih langsung, serta persentase yang sama untuk kursi alokasi.
Partai Demokrat Thailand (Democrat Party) pada posisi ketiga dengan 10 persen kursi. Sementara partai dari perdana menteri petahana Prayuth Chan-ocha, Partai Persatuan Bangsa Thailand (UTN) berada pada posisi keempat dengan 8 persen kursi.
Versi Real Count
Berdasarkan perhitungan resmi komisi pemilihan yang dilaporkan Nikkei Asia pukul 20.15 waktu Bangkok, komisi baru menyelesaikan 8.455 dari sekitar 95.000 tempat pemungutan suara di seluruh Thailand.
Sama seperti jajak pendapat, dua partai oposisi, Pheu Thai dan MFP unggul di atas partai pemerintah petahana.
Komisi Pemilihan setempat mengatakan bahwa hasil dari 95.000 tempat pemungutan suara secara nasional akan dikumpulkan, diverifikasi dan dipublikasikan di situs webnya mulai pukul 19.00 dan seterusnya pada hari pemungutan suara.
Komisi mengharapkan hasil tidak resmi akan diketahui pada pukul 23:00 waktu setempat, pada malam yang sama.
Namun, butuh waktu dua bulan untuk secara resmi memverifikasi dan meratifikasi hasil pemilu.
Oposisi Unggul pada Jajak Pendapat Jelang Pemilu
Kelompok oposisi telah mengungguli sejumlah jajak pendapat dengan selisih lebar atas koalisi pemerintah saat ini yang dipimpin oleh Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha --jenderal yang merebut kekuasaan dalam kudeta militer pada tahun 2014. Prayuth turut ikut serta dalam pemilu tahun ini bersama partai United Thai Nation Party.
Partai-partai politik yang beroposisi hendak mendorong masa depan negara monarki tersebut ke arah yang lebih demokratis, dengan berusaha untuk melepaskan Thailand dari kekuatan militer selama hampir satu dekade sejak kudeta junta, dan mengekang kekuasaan kerajaan di tatanan pemerintahan dan publik.
Kelompok oposisi terdepan saat ini adalah partai populis Pheu Thai, yang telah mendominasi politik elektoral selama dua dekade terakhir, tetapi telah berulang kali disingkirkan dari kekuasaan oleh kudeta militer dan intervensi yudisial.
Salah satu calon perdana menteri dari Partai Pheu Thai adalah Paetongtarn Shinawatra (36), anggota terbaru dari dinasti politik yang telah membangun basis kekuatan dengan menarik penduduk pedesaan dan kelas pekerja Thailand.
Ayah Paetongtarn, miliarder taipan telekomunikasi Thaksin Shinawatra, adalah perdana menteri sebelum digulingkan dalam kudeta tahun 2006. Bibi Paetongtarn, Yingluck Shinawatra terpilih sebagai perdana menteri pada tahun 2011 dan kemudian juga disingkirkan oleh militer pada tahun 2014.
Jika Pheu Thai mungkin merupakan kelompok politik yang telah mapan di Thailand, kemunculan penantang baru dari partai Move Forwad Party (MFP) yang berhaluan progresif dan digerakkan oleh kaum muda-lah yang membuat banyak pengamat melihat potensi perubahan nyata di Negeri Gajah Putih tersebut.
"Move Forward adalah permainan baru di Thailand," kata Thitinan Pongsudhirak, profesor ilmu politik di Universitas Chulalongkorn di Bangkok, dikutip dari UPI (13/5/2023).
"Ini mengubah arah dalam politik Thailand dari pertempuran antara kemapanan konservatif-royalis yang berputar di sekitar militer, monarki dan peradilan di satu sisi dan kekuatan dinasti politik Thaksin di sisi lain."
Pemilu hari Minggu akan menjadi "pemilihan paling penting hingga saat ini," kata Thitinan. "MFP membawa politik Thailand ke tingkat berikutnya dengan menuntut reformasi struktural dari pusat-pusat kekuasaan yang mapan, khususnya militer dan monarki."
Move Forward telah melonjak ke posisi kedua dalam jajak pendapat di belakang pemimpinnya yang berpendidikan Harvard berusia 42 tahun, Pita Limjaroenrat. Mereka punya agenda ambisius yang ingin menulis ulang konstitusi, mengakhiri wajib militer dan - yang paling radikal - mereformasi hukum lese-majeste di mana tindakan menghina Raja Vajiralongkorn atau anggota keluarga kerajaan dianggap sebagai pidana.
Advertisement