Liputan6.com, Yerusalem - Politikus Israel mengajukan proposal untuk membagi dua wilayah Masjid Al Aqsa. Satu bagian untuk Muslim, bagian lainnya untuk Yahudi.
Proposal itu disampaikan oleh Amit Halevi dari partai Likud.
Baca Juga
Dilaporkan Arab News, Rabu (14/6/2023), Halevi ingin agar area pekarangan Dome of the Rock hingga batas utara Masjid Al Aqsa agar diberikan untuk Yahudi.
Advertisement
Pihak Palestina khawatir bahwa proposal tersebut hanya permulaan saja untuk proyek yang besar dan berbahaya, sehingga dapat mengubah konflik politik Palestina-Israel menjadi perang agama yang menyebarkan kekerasan di wilayah Palestina.
Warga Palestina, seperti dikabarkan sejumlah media, disebutkan meminta komunitas internasional untuk membantu menentang proposal politikus Israel itu. Empat negara yang disorot Palestina adalah Turkiye, Malaysia, Indonesia, dan Mesir.
Pemerintah Yordania yang bertanggung jawab atas kepengurusan tempat suci Islam dan Kristen di wilayah Al Aqsa juga menyampaikan protes.
Ahmed Al-Ruwaidi, penasihat kepresidenan di urusan Yerusalem, menyebut rencana itu adalah upaya Israel untuk mengendalikan Yerusalem dan mencaplok Yerusalem Timur.
Politik Netanyahu
Selain itu Al-Ruwaidi berkata Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memakai isu Masjid Al Aqsa untuk kepentingan politik. Al-Ruwaidi mengingatkan bahwa jika ada perang agama, maka semua orang akan merasakan dampak negatifnya.
Perdana Menteri Palestina Mohammed Shtayyeh telah memberikan peringatan kepada otoritas Israel terkait penyampaian proposal tersebut oleh Halevi.
Pihak Palestina menyebut rencana pembagian wilayah Masjid Al Aqsa akan mengubah identitas Islaminya dan hanya membatasinya kepada ruang ibadah Al Qibli. Hal ini disebut mirip dengan program di Masjid Ibrahimi di Hebron ketika pihak Yahudi mendapat 75 persen ruang, sementara Muslim mendapat 25 persen saja.
Pemimpin Katolik Yerusalem: Umat Kristen Berada dalam Bahaya di Bawah Pemerintahan Israel Netanyahu
Sebelumnya dilaporkan, kepala gerejaĀ Katolik RomaĀ di Yerusalem Pierbattista Pizzaballa memperingatkan bahwa pemerintahan sayap kanan Israel pimpinan Perdana MenteriĀ Benjamin NetanyahuĀ telah memperburuk kehidupan umat Kristen di tempat kelahiran agama Kristen.
Pizzaballa mengatakan bahwa serangan terhadap komunitasĀ KristenĀ berusia 2.000 tahun di kawasan itu telah meningkat.
"Frekuensi serangan, agresi, telah menjadi sesuatu yang baru," kata Pizzaballa kepada seperti dilansirĀ The Guardian,Ā Jumat (14/4/2023). "Orang-orang (pelaku) ini merasa dilindungiā¦ bahwa suasana budaya dan politik sekarang dapat membenarkan atau menoleransi tindakan terhadap umat Kristen."
Kekhawatiran Pizzaballa disebut menunjukkan lemahnya komitmenĀ IsraelĀ terhadap kebebasan beribadah, yang diabadikan dalam deklarasi yang menandai pendiriannya 75 tahun lalu. Bagaimanapun, pemerintah Israel mengklaim bahwa pihaknya memprioritaskan kebebasan beragama dan hubungan dengan gereja-gereja, yang memiliki hubungan kuat dengan luar negeri.
"Komitmen Israel terhadap kebebasan beragama penting bagi kami selamanya," kata Tania Berg-Rafaeli, direktur departemen agama dunia di Kementerian Luar Negeri Israel. "Ini berlaku untuk semua agama dan semua minoritas yang memiliki akses bebas ke tempat-tempat suci."
Ketegangan meningkat di seluruh wilayahĀ PalestinaĀ pasca serangan polisi Israel ke KompleksĀ Masjid Al-AqsaĀ pekan lalu, memicu aksi saling membalas serangan dari dan ke Jalur Gaza dan Lebanon.
Advertisement
Minoritas Kristen
Permusuhan terhadap minoritas Kristen disebut bukan hal baru di Kota Tua Yerusalem yang padat, yang dianeksasi Israel pada tahun 1967.
Namun, langkah Netanyahu menempatkan sejumlah pemimpin pemukim Yahudi pada peran kunci di kabinetnya seperti Bezalel Smotrich sebagai menteri keuangan dan Itamar Ben-Gvir sebagai menteri keamanan nasional, dinilai telah memperburuk situasi.
Pengaruh keduanya disebut telah menguatkan pijakan para pemukim Yahudi yang berusaha untuk memperkuat kendali atas Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki, memicu kekhawatiran dari para pemimpin gereja. Salah satu yang dikabarkan mengancam kehadiran Kristen di Yerusalem adalah rencana Israel untuk membuat taman nasional di Bukit Zaitun.
Palestina sendiri menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depan mereka.
"Elemen sayap kanan keluar untuk Yahudisasi Kota Tua dan tanah lainnya dan kami merasa tidak ada yang menahan mereka sekarang," kata Pastor Don Binder, seorang pendeta di Katedral Anglikan St George di Yerusalem.
Terdapat sekitar 15.000 orang Kristen di Yerusalem saat ini, di mana mayoritas dari mereka adalah orang Palestina.
Menurut Yusef Daher dari Jerusalem Inter-Church Centre, sebuah kelompok yang mengoordinasikan antar denominasi, tahun 2023 akan menjadi tahun terburuk bagi umat Kristen dalam satu dekade.
"Serangan fisik dan pelecehan terhadap pastor sering tidak dilaporkan," ungkap Jerusalem Inter-Church Centre, yang telah mendokumentasikan setidaknya tujuh kasus serius vandalisme properti gereja dari Januari hingga pertengahan Maret.
Jumlah itu meningkat tajam dari enam kasus anti-Kristen yang tercatat sepanjang tahun 2022.
Para pemimpin gereja menyalahkan ekstremis Israel atas sebagian besar serangan. Mereka takut eskalasi lebih lanjut.
"Eskalasi ini akan membawa lebih banyak kekerasan," kata Pizzaballa. "Itu akan menciptakan situasi yang akan sangat sulit untuk diperbaiki."
Pada Maret 2023, dua orang Israel masuk ke basilika di samping Taman Getsemani, tempat Bunda Maria konon dimakamkan. Mereka menerkam seorang pendeta dengan batang logam sebelum ditangkap.
Februari 2023, seorang Yahudi Amerika Serikat menarik gambar Kristus setinggi 10 kaki dan membantingnya ke lantai, memukul wajahnya dengan palu belasan kali di Gereja Pencambukan di Via Dolorosa.
"Tidak ada berhala di kota suci Yerusalem!" teriak pria itu.