Perang Mahal, Israel Siap Tutup 6 Kementerian

Budget perang amat mahal sehingga muncul wacana menutup kementerian di Israel.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 21 Nov 2023, 22:20 WIB
Diterbitkan 21 Nov 2023, 22:20 WIB
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. (Dok. AFP)

Liputan6.com, Tel Aviv - Baru sebulan dilancarkan, anggaran perang di Jalur Gaza sudah mulai menyulitkan pemerintah Israel. Alhasil, muncul wacana menutup enam kementerian demi menghemat dana untuk perang.

Salah satu kementerian yang terancam ditutup pemerintah Israel adalah Kementerian Kesetaraan Sosial. 

Dilaporkan Middle East Monitor, Selasa (21/11/2023), ongkos perang di Jalur Gaza sudah mencapai USD 51 miliar atau Rp 788,6 triliun. 

Hingga kini, belum jelas kapan perang di Jalur Gaza akan segera berakhir, meski Amerika Serikat menyebut sudah ada upaya diplomasi. 

Enam kementerian pun menjadi "tumbal" dari perang Israel. Menurut The Jerusalem Post, enam kementerian yang terancam tutup adalah Kementerian Urusan Diaspora; Urusan Yerusalem; Warisan Budaya; Pemukiman dan Misi Nasional; Kooperasi Regional, dan Kesetaraan Sosial.

Kementerian Diaspora terancam tutup meski diaspora Israel di berbagai negara telah menyumbang miliaran dolar AS. Dan kementerian tersebut merupakan jalur yang vital antara Israel dan diasporanya.

Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich menjadi yang terdepan dalam reshuffle anggaran ini. Penasihat hukum pemerintah Israel, Gali Baharav-Miara, juga berkata anggaran yang tidak terkait perang bakal dibekukan.

 

Asumsi kurs USD 1:  Rp 15.455

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Israel Obrak-Abrik RS Indonesia di Gaza, MER-C: Sungguh Melukai Hati Rakyat Indonesia

Aksi solidaritas untuk Palestina
Tak hanya itu, baliho bergambar Presiden AS, Joe Bidden dan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu turut dibakar oleh massa aksi bela Palestina. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Rasa sedih dan pilu diungkapkan Ketua Presidium Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Sarbini Abdul Murad lantaran adanya serangan Israel secara brutal ke RS Indonesia di Gaza, Palestina. Menurutnya, hal itu jelas melukai hati rakyat Indonesia.

Seperti diketahui, pembangunan RS Indonesia yang berlokasi di Gaza utara dari hasil sumbangan dan donasi rakyat Indonesia. Kehadiran rumah sakit pun sebagai bentuk bahwa Indonesia mendukung perjuangan Palestina.

"Pada hari ini, Rumah Sakit Indonesia diobrak-abrik, dirusak oleh Israel dan ini sangat melukai hati rakyat Indonesia sebagai donatur abadi, sebagai pendukung abadi terhadap perjuangan rakyat Palestina," ucap Murad saat konferensi pers di Kantor Pusat MER-C Jakarta, Senin (20/11/2023) sore.

Resolusi Gencatan SenjataOleh karena itu, MER-C meminta khususnya kepada Dewan Keamanan Dunia (Perserikatan Bangsa-Bangsa/PBB) supaya Israel melakukan gencatan senjata.

"Gencatan senjata itu berupa pilihan yang sangat tepat untuk menekan dan menghilangkan terjadinya korban-korban sipil yang pada hari ini kita sama-sama melihat begitu mengenaskan," tegas Murad.

"Kami juga minta kepada Bapak Presiden (Joko Widodo/Jokowi) sebagai pemimpin bangsa ini untuk tidak segan-segan dan tidak ragu-ragu untuk sekali lagi meminta kepada Presiden Amerika Serikat (AS) supaya Israel melakukan gencatan senjata."


Selamatkan Rakyat Gaza

Warga Palestina di Gaza bagian utara bermigrasi ke Gaza bagian selatan
Warga Palestina di Gaza bagian utara bermigrasi ke Gaza bagian selatan melewati tentara dan tank Israel saat serangan Israel berlanjut di Kota Gaza, Gaza pada 18 November 2023. (Foto oleh Ashraf Amra via https://twitter.com/amra_ashraf)

Sarbini Abdul Murad melanjutkan, gencatan senjata dapat menyelamatkan warga Gaza, Palestina dari serangan Israel.

"Karena gencatan senjata ini yang akan menyelamatkan warga Gaza dari keganasan Israel," katanya.

Ia juga meminta kepada International Committee of the Red Cross (ICRC) untuk mengirimkan obat-obatan dan pasokan medis ke RS Indonesia.

"Kami juga minta kepada ICRC supaya obat-obatan dan pasokan medis lainnya bisa dikirimkan ke RS Indonesia secara cepat dan akurat sehingga masyarakat, warga Gaza yang berdiam di rumah sakit bisa mendapatkan bantuan sesegera mungkin," pungkas Murad.

"Ya walaupun kita ketahui bersama, bahwa untuk mencapai ke utara Gaza ini sesuatu yang sulit, tetapi bukan berarti kita meragukan itu."

Pembangunan RS Indonesia 

Rumah Sakit Indonesia di Gaza memiliki sejarah pembangunan yang penuh keajaiban. Hal ini disampaikan mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari dalam sebuah keterangan video.

Siti Fadilah berkisah tatkala ia masih menjabat sebagai Menteri Kesehatan RI yakni periode 2004-2009. Ia menjalin persahabatan dengan menteri-menteri kesehatan di negara lain termasuk Palestina.

“Waktu itu, Palestina sedang dikuasai Hamas, jadi Palestina itu kadang dikuasai grup Hamas, kadang dikuasai grup Fatah. Nah, Menteri Kesehatan Palestina berbisik kepada saya, ‘Bu kalau saya kasih tanah di Gaza, bisa enggak Anda bikin rumah sakit?’,” kenang Siti Fadilah dalam video yang diunggah akun TikTok @abidzarghifari.2020, dikutip Rabu (15/11/2023).

Saat mendapat tawaran tersebut, Siti Fadilah belum mendapat bayangan terkait siapa yang akan dapat membangunnya.

“Saya enggak kebayang siapa yang mau membuat rumah sakit di sana. Ah pokoknya saya iyain dulu nanti saya cari yang bisa bikin rumah sakit di Gaza,” jelasnya.


Krisis Air dan Limbah di Jalanan Gaza Picu Penyakit Menular dan Kekhawatiran Wabah Kolera

Duka dan kehancuran pada minggu kedua perang Israel-Hamas
Warga Palestina yang terluka duduk di Rumah Sakit Shifa di Kota Gaza, Jalur Gaza tengah, setelah tiba dari Rumah Sakit al-Ahli menyusul ledakan di sana, Selasa, 17 Oktober 2023. (AP Photo/Abed Khaled)

Di Gaza, saat ini limbah mengalir di jalan-jalan karena semua layanan sanitasi utama berhenti beroperasi, sehingga meningkatkan kemungkinan munculnya gelombang besar penyakit gastrointestinal dan penyakit menular di antara penduduk setempat – termasuk kolera.

Bagi 2,3 juta penduduk Gaza, mendapatkan air minum hampir tidak mungkin. Di sebuah sekolah yang dijalankan oleh Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) di Khan Younis, Osama Saqr (33), mencoba mengisi beberapa botol air untuk anak-anaknya yang haus.

Ia meneguk sedikit air dan meringis karena rasa asin di dalamnya, sebelum mendesah panjang. "Air ini tercemar dan tidak layak, tapi anak-anak saya selalu meminumnya, tidak ada alternatif lain," katanya kepada Al Jazeera, yang dikutip Selasa (21/11).

Anak laki-lakinya yang berusia satu tahun mengalami diare, tapi ia tidak dapat menemukan obat di rumah sakit atau apotek untuk mengobatinya. "Bahkan jika saya menemukannya, masalahnya tetap ada, airnya tercemar dan asin, tidak cocok untuk diminum," katanya.

"Saya takut akhirnya saya akan kehilangan salah satu anak saya karena keracunan ini."

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat lebih dari 44.000 kasus diare dan 70.000 infeksi pernapasan akut, namun angka sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi. Pada hari Jumat (17/11), agensi PBB tersebut mengatakan sangat khawatir bahwa hujan dan banjir selama musim dingin yang akan datang akan memperburuk situasi yang sudah mengerikan.

Infografis Tragedi Kemanusiaan 3.000 Lebih Anak Meninggal di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Tragedi Kemanusiaan 3.000 Lebih Anak Meninggal di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya