Di Tengah Ketegangan dengan Rusia, Finlandia Akan Pilih Presiden Baru

Rakyat Finlandia akan melakukan pemungutan suara pada Minggu (28 Januari) untuk memilih presiden baru.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 28 Jan 2024, 15:08 WIB
Diterbitkan 28 Jan 2024, 15:08 WIB
Ilustrasi bendera Finlandia (AFP Photo)
Ilustrasi bendera Finlandia (AFP Photo)

Liputan6.com, Jakarta - Rakyat Finlandia akan melakukan pemungutan suara pada Minggu (28 Januari) untuk memilih presiden baru.

Selain dianggap sebagai langkah memilih pemimpin selanjutnya, ini juga berkaitan dengan meningkatnya ketegangan dengan negara tetangga, Rusia sejak invasi Ukraina.

Meskipun kekuasaan presiden terbatas, kepala negara yang juga bertindak sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata Finlandia.

Nantinya bisa membantu mengarahkan kebijakan luar negeri bekerja sama dengan pemerintah, yang berarti perubahan lanskap geopolitik di Eropa, dikutip dari laman Channel News Asia, Minggu (28/1/2024).

Dua politisi terkemuka memimpin survei dari sembilan kandidat, yaitu: mantan perdana menteri konservatif Alexander Stubb, dan mantan menteri luar negeri Pekka Haavisto dari Partai Hijau yang mencalonkan diri sebagai calon dari independen.

Tepat di belakang kandidat terdepan adalah kandidat sayap kanan dari Partai Finlandia, Jussi Halla-aho, yang diyakini para ahli juga bisa lolos ke putaran kedua.

Pemungutan suara dibuka pada pukul 9 pagi waktu setempat dan ditutup pada pukul 8 malam.

Hubungan antara Moskow dan Helsinki memburuk setelah invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022, yang mendorong Finlandia untuk menghentikan ketidaksejajaran militer selama beberapa dekade dan bergabung dengan NATO pada bulan April 2023.

Finlandia Diterima Jadi Anggota NATO, Ukraina Tunggu Dulu

Kapal Pemecah Es ini Arungi Laut Sejauh 10 Ribu Km Selama 24 Hari
Bendera Finlandia yang berada di kapal pemecah es Finlandia MSV Nordica saat tiba di Nuuk, Greenland (29/7). Bersama kapal pemecah es MSV Nordica mereka mengarungi laut sejauh lebih 10.000 kilometer selama 24 hari. (AP Photo/David Goldman)

Republik Finlandia berhasil masuk NATO sebagai anggota ke-31. Bergabungnya Finlandia ini terjadi setelah Rusia melancarkan invasi ke negara tetangganya sendiri, yakni Ukraina. Finlandia juga berbatasan dengan Rusia. 

Dilaporkan VOA Indonesia, Rabu (12/12/2023), pada bulan April, Finlandia secara resmi menjadi anggota NATO ke-31.

Sauli Niinisto, Presiden Finlandia gembira dengan bergabungnya negara itu. “Sebuah era baru telah dimulai. Setiap negara memaksimalkan keamanan mereka sendiri. Begitu juga dengan Finlandia. Keanggotaan NATO memperkuat posisi internasional kami dan ruang untuk bergerak.”

Swedia masih menunggu. Turki, yang sudah menjadi anggota NATO, telah menunda persetujuannya, dengan menuduh Swedia telah menyembunyikan orang-orang yang dianggap teroris oleh Turki.

Para anggota parlemen Turki, masih mendiskusikan permohonan Swedia.

Sekjen NATO, Jens Stoltelberg berharap Majelis Nasional dapat menyelesaikan diskusi terkait ini sesegera mungkin sehingga mereka dapat menyelesaikan ratifikasi bagi Swedia.

NATO telah meningkatkan dukungan bagi Ukraina pada 2023, dengan mengkooordinasikan pengiriman senjata dan pelatian dari negara-negara anggotanya.

Dalam pertemuan tahunannya di Vilnius, aliansi ini menegaskan kembali posisinya bahwa Ukraina akan menjadi anggota NATO dan menyederhanakan tahap-tahap bagi negara itu untuk diterima.

Kedekatan Ukraina dengan NATO

Ilustrasi bendera NATO
Ilustrasi bendera NATO. Photo by Pixabay

Dmytro Kuleba, Menteri Luar Negeri Ukraina mengatakan, bahwa mereka sebenarnya sudah menjadi anggota NATO secara de fakto, dalam hal kapasitas teknik, pendekatan pengelolaan dan prinsip-prinsip dalam mengelola tentara.

Akses bagi Ukraina adalah keputusan politik bagi para pemimpin NATO, kata mantan kepala perencanaan kebijakan aliansi ini, Fabrice Pothier.

“Saya kira Ukraina mungkin adalah salah satu sekutu yang paling potensial yang mampu dan bisa di luar sana. Tidak ada yang lebih baik. Namun pada dasarnya ini adalah pertanyaan politik tentang apakah di sana ada lebih banyak risiko atau keuntungan untuk menerima Ukraina sekarang, dibanding menunggunya.”

Ukraina sedang mengarahkan pembicaraan terkait akses itu dengan NATO dan Uni Eropa, sementara negara itu bertempur melawan invasi pasukan Rusia. 

Sejumlah anggota NATO beralasan bahwa akses bagi Ukraina harus menunggu hingga perang berakhir. Namun itu bisa memperpanjang pertempuran, kata Pothier.

Pothier juga mengatakan, jika penundaan itu terus dilakukan, Presiden Rusia Vladimir Putin akan memiliki keuntungan lain untuk terus melakukan serangan dan mempertahankan tingkat permusuhan cukup tinggi, sehingga tidak akan ada ambang batas yang bisa dilewati Ukraina ke NATO.

Itulah yang menjadi tantangan bagi NATO, karena jalan keanggotaan bagi Ukraina masih sangat tidak pasti. 

Infografis Rusia Vs Ukraina, Ini Perbandingan Kekuatan Militer. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Rusia Vs Ukraina, Ini Perbandingan Kekuatan Militer. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya