Liputan6.com, Bangkok - Pertikaian antara Lady Boy Thailand dan Filipina terjadi di area Sukhumvit Soi 11 kota Bangkok. Bukan satu atau dua orang. Melainkan 20 orang melawan banyak orang.
Pihak kepolisian diterjunkan untuk mereda pertikaian, namun mereka sempat kewalahan dengan jumlah dan tenaga yang dikeluarkan para Lady Boy tersebut.
Pertengkaran ini merupakan aksi pembalasan atas insiden yang terjadi pada Selasa (5/4/2024) yang melibatkan penyerangan dan perampokan terhadap seorang waria asal Thailand yang dilakukan oleh sekitar 20 Lady Boy asal Filipina.
Advertisement
Lantaran tak terima temannya dikeroyok oleh 20 Lady Boy Filipina, komunitas waria Thailand dengan jumlahnya yang bisa ratusan balik menyerbu, dikutip dari laman bnn breaking, Rabu (6/4/).
Teriakan kelompok Lady Boy ini jelas terdengar dan meminta pihak lawan untuk keluar.
“Keluar kalian!", kata mereka sambil menggarisbawahi bahwa ini ada kaitannya dengan semangat nasionalis.
Situasi makin memburuk sekitar pukul 03.30 ketika polisi mencoba menengahi konfrontasi yang semakin meningkat. Namun, jumlah mereka kalah, ditambah lagi para Lady Boy mengeluarkan tenaga penuh.
Situasi Sulit Terkendali
Meskipun polisi berupaya meredam kekerasan melalui pengeras suara, situasi dengan cepat menjadi tidak terkendali. Kelompok Lady Boy Thailand mulai menyerang warga Filipina dengan botol, dan beberapa pertengkaran terjadi saat mereka melanggar batas polisi.
Kekerasan memuncak ketika Lady Boy Thailand menyeret warga Filipina ke depan hotel, melanjutkan penyerangan hingga polisi turun tangan dan menahan peserta dari kedua belah pihak.
Buntut dari insiden ini menyebabkan beberapa orang terluka, dan rincian pasti tentang penangkapan dan kondisi mereka yang terlibat masih belum diketahui.
Advertisement
Komunitas Lady Boy Jadi Sorotan
Insiden ini menyoroti peran sosial yang kompleks dari para Lady Boy di Thailand, — sebuah negara yang terkenal dengan pendirian relatif progresif terhadap isu-isu transgender.
Ladyboy, atau "Kathoey" sebagaimana mereka dikenal secara lokal, adalah bagian nyata dari masyarakat Thailand, sering dirayakan dalam kontes kecantikan dan diterima di berbagai bidang profesional.
Namun, peristiwa ini menyoroti ketegangan dan tantangan yang ada dalam komunitas waria, khususnya antar kebangsaan yang berbeda. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai penerimaan, integrasi, dan dampak konflik terhadap citra Thailand sebagai tempat yang ramah bagi semua identitas.
Meskipun Thailand sering dipuji karena penerimaannya terhadap komunitas LGBTQ+, insiden seperti ini menjadi catatan dan pandangan pihak lain terhadap kaum Lady Boy.