200 Peluru Perang Dunia II yang Belum Meledak Ditemukan di Kepulauan Solomon

Penemuan semacam ini bukan kali pertama bagi pemerintah Kepulauan Solomon.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 22 Agu 2024, 10:18 WIB
Diterbitkan 22 Agu 2024, 10:18 WIB
Ilustrasi Perang Dunia II.
Ilustrasi Perang Dunia II. (Dok. Wikimedia/Public Domain)

Liputan6.com, Honiara - Pekerja di sebuah sekolah di Kepulauan Solomon menemukan tumpukan amunisi Perang Dunia II yang terkubur saat mereka menggali lubang untuk pembuangan limbah.

"Lebih dari 200 proyektil berkarat – yang dulunya milik pasukan Amerika Serikat (AS) – telah digali dan dipindahkan setelah ditemukan di dekat rumah seorang anggota staf sekolah," kata Kepolisian Kerajaan Kepulauan Solomon, seperti dilansir The Guardian, Kamis (22/8/2023).

Jepang dan AS bertempur dengan sengit untuk menguasai Kepulauan Solomon pada puncak Perang Dunia II, mengotori kepulauan Pasifik Selatan itu dengan persenjataan yang belum meledak atau UXO – yang masih merenggut nyawa hingga saat ini.

Pada hari Selasa (20/8), Inspektur Clifford Tunuki mengatakan bahwa "gudang senjata" yang telah lama disembunyikan itu telah diangkut ke lokasi yang aman dan sekarang menunggu pemusnahan yang aman.

Sekolah terkait di ibu kota Kepulauan Solomon, Honiara, pun menghentikan kegiatan belajar mengajar selama beberapa hari.

Foto-foto menunjukkan polisi memindahkan amunisi yang sangat berkarat dengan tangan setelah menggalinya dengan sekop.

Penemuan terbaru ini merupakan bagian dari warisan yang menghancurkan di wilayah Pasifik dari Perang Dunia II.

Ribuan bom dijatuhkan di pulau-pulau Pasifik, termasuk Kepulauan Solomon, Papua Nugini, dan Palau, yang banyak di antaranya gagal meledak. Depot amunisi juga didirikan di seluruh pulau.

Dua ahli penjinak bom asing tewas di Honiara pada tahun 2020 saat bekerja memetakan tempat penyimpanan senjata lama di seluruh negeri.

Pada tahun 2021, lebih dari 100 bom Perang Dunia II yang tidak meledak pun ditemukan di halaman belakang sebuah rumah di Honiara.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya