19 November 1977: Kunjungan Presiden Mesir Anwar Sadat ke Israel Picu Kontroversi

Kunjungan Presiden Mesir Anwar Sadat ke Israel mengejutkan masyarakat internasional.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 19 Nov 2024, 06:00 WIB
Diterbitkan 19 Nov 2024, 06:00 WIB
Presiden Anwar Sadat dan Perdana Menteri Israel Menachem Begin memberikan tepuk tangan selama sesi gabungan Kongres di Washington, D.C (Wikipedia/Public Domain)
Presiden Anwar Sadat dan Perdana Menteri Israel Menachem Begin memberikan tepuk tangan selama sesi gabungan Kongres di Washington, D.C (Wikipedia/Public Domain)

Liputan6.com, Tel Aviv - Presiden Mesir Anwar Sadat memulai kunjungannya ke Israel pada 19 November 1977. Ia menjadi pemimpin negara Arab pertama yang pernah mengunjungi negara Yahudi tersebut.

Pesawat Presiden Sadat mendarat di bandara Ben Gurion pada awal kunjungannya selama 36 jam.

Ia disambut oleh Perdana Menteri Israel Menachim Begin dan Presiden Israel Ephraim Katzir. Ada pula tembakan meriam sebanyak 21 kali untuk menghormatinya, dikutip dari laman BBC, Selasa (19/11/2024).

Setelah upacara di bandara, Presiden Sadat diantar ke Yerusalem untuk pertemuan selama satu jam dengan Tuan Begin.

Keesokan harinya, ia akan berpidato di hadapan parlemen Israel, Knesset, dengan pidatonya yang disiarkan langsung kepada ratusan juta orang di seluruh dunia.

Presiden Mesir juga menyampaikan pidatonya dalam bahasa Arab -- salah satu bahasa resmi Knesset.

Sementara itu PM Begin menanggapi dalam bahasa Ibrani dengan terjemahan simultan yang disediakan untuk Presiden Sadat.

Kunjungannya ke Israel telah mengejutkan masyarakat internasional. Israel dan Mesir telah berperang sebanyak empat kali dan Israel masih menduduki Semenanjung Sinai, bagian dari Mesir yang direbutnya dalam perang tahun 1967.

Tawaran pemimpin Mesir, dalam pidatonya di parlemen pada tanggal 9 November, untuk melakukan perjalanan ke Israel secara luas dianggap tidak lebih dari sekadar promosi sastra.

Ketika Perdana Menteri Begin menanggapi dengan mengeluarkan undangan resmi, tidak ada yang percaya bahwa Sadat akan menerimanya.

Kehadirannya di Israel dianggap melanggar kebijakan negara-negara Arab untuk tidak berurusan secara terbuka dengan negara Yahudi yang didirikan pada tahun 1948.

Setelah demonstrasi di seluruh dunia terhadap kunjungan Sadat, Israel berada dalam keadaan siaga tinggi dan 10.000 personel keamanan bertugas.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya