Francois Bayrou Jadi Perdana Menteri ke-4 Prancis di Tahun 2024

Tantangan Bayrou adalah membentuk pemerintahan yang tidak akan digulingkan seperti pendahulunya.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 14 Des 2024, 07:00 WIB
Diterbitkan 14 Des 2024, 07:00 WIB
Francois Bayrou
Francois Bayrou dipilih Presiden Emmanuel Macron sebagai perdana menteri Prancis keempat sepanjang tahun 2024. (Dok. AP Photo/Francois Mori)

Liputan6.com, Paris - Presiden Emmanuel Macron menunjuk pemimpin sentris Francois Bayrou sebagai perdana menteri Prancis yang baru dalam upaya mengakhiri kekacauan politik yang telah berlangsung selama berbulan-bulan.

Bayrou, wali kota Pau dan mantan menteri pendidikan berusia 73 tahun yang memimpin Partai MoDem, seperti dilansir BBC, Sabtu (14/12/2024) mengatakan bahwa semua pihak menyadari kesulitan tugas yang ada di depan, "Saya rasa rekonsiliasi sangat diperlukan."

Bayrou dianggap oleh lingkaran Macron sebagai calon konsensus. Pendahulunya, Michel Barnier, hanya bertahan tiga bulan dan digulingkan oleh anggota parlemen sembilan hari lalu.

Macron sendiri tengah menjalani paruh kedua masa jabatan keduanya sebagai presiden dan Bayrou menjadi perdana menteri keempatnya tahun ini, sebuah rekor bagi Prancis.

Politik Prancis mengalami kebuntuan sejak Macron mengadakan pemilu parlementer mendadak pada musim panas. Survei opini yang dilakukan oleh BFMTV pada hari Kamis menunjukkan bahwa 61 persen pemilih Prancis merasa khawatir dengan kondisi politik yang sedang berlangsung.

Meskipun sejumlah sekutu mengapresiasi penunjukan Bayrou, pemimpin wilayah Sosialis Carole Delga mengatakan bahwa seluruh proses ini telah menjadi "film yang buruk". Pemimpin sayap kiri Prancis dari partai La France Insoumise (LFI), Manuel Bompard, mengeluhkannya sebagai "pertunjukan yang menyedihkan".

Partai Sosialis menyatakan siap berdialog dengan Bayrou, namun tidak akan bergabung dalam pemerintahannya. Pemimpin mereka, Olivier Faure, menuturkan bahwa karena Macron memilih seseorang "dari kelompoknya sendiri" maka Partai Sosialis akan tetap berada di oposisi.

Macron berjanji akan tetap menjabat hingga masa jabatan keduanya berakhir pada 2027, meskipun Barnier jatuh pekan lalu. Dia mempersingkat kunjungannya ke Polandia pada hari Kamis (12/12) dan seharusnya mengumumkan perdana menteri barunya pada malam itu, namun menunda pengumuman hingga hari Jumat (13/12).

Dia kemudian bertemu dengan Bayrou di Istana Elysee dan keputusan akhir dibuat beberapa jam kemudian. Menurut surat kabar Le Monde, Macron awalnya lebih memilih sekutunya yang lain, Roland Lescure, namun mengubah keputusan setelah Bayrou mengancam akan menarik dukungan partainya.

 

Tidak Sesuai Keinginan Kelompok Sentris Kiri

Ilustrasi bendera Prancis
Ilustrasi bendera Prancis. (Dok. Rafael Garcin/Unsplash)

Macron telah mengadakan pembicaraan dengan para pemimpin dari hampir semua partai politik utama, kecuali LFI yang ekstrem kiri dan National Rally yang ekstrem kanan.

Pertanyaannya adalah siapa yang dapat diyakinkan untuk bergabung dalam pemerintahan Bayrou atau setidaknya menyepakati kesepakatan agar mereka tidak menggulingkannya.

Barnier digulingkan ketika National Rally bergabung dengan anggota parlemen sayap kiri untuk menolak rencananya yang mencakup kenaikan pajak dan pemotongan anggaran. Dia berusaha mengurangi defisit anggaran Prancis, yang diperkirakan akan mencapai 6,1 persen dari produk domestik bruto (PDB) tahun ini.

Barnier telah mengucapkan selamat kepada penggantinya yang akan memimpin dalam "periode yang serius bagi Prancis dan Eropa".

Menurut sistem politik Prancis, presiden dipilih untuk masa jabatan lima tahun dan menunjuk perdana menteri, yang kemudian memilih anggota kabinet yang dilantik oleh presiden.

Secara tidak biasa, Macron mengadakan pemilu mendadak untuk parlemen pada musim panas setelah hasil buruk dalam pemilu Uni Eropa pada bulan Juni. Hasil pemilu ini menyebabkan Prancis terjebak dalam kebuntuan politik, dengan tiga blok besar yang terdiri dari kiri, tengah, dan ekstrem kanan.

Tiga partai sentris-kiri — Sosialis, Hijau, dan Komunis — memilih untuk terlibat dalam pembicaraan dengan Macron. Namun, mereka menginginkan perdana menteri dari kalangan kiri, bukan seorang sentris.

"Saya sudah katakan saya ingin seseorang dari kiri dan dari kalangan Hijau. Saya rasa Tuan Bayrou bukan dari keduanya," kata pemimpin Partai Hijau Marine Tondelier kepada TV Prancis pada hari Kamis.

Patrick Kanner dari Partai Sosialis mengatakan bahwa meskipun partainya tidak bergabung dalam pemerintahan Bayrou, itu bukan berarti mereka akan menyerang pemerintahannya.

Sebastien Chenu, anggota parlemen dari National Rally, menyatakan bahwa bagi partainya, ini lebih tentang "garis politik" yang dipilih Macron daripada siapa yang dipilihnya.

"Jika Bayrou ingin menangani masalah imigrasi dan krisis biaya hidup maka kami akan menjadi sekutu baginya," ungkap Chenu.

Sebelum Barnier, kursi perdana menteri Prancis diduduki oleh Gabriel Attal dan Elisabeth Borne.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya