Skenario kiamat muncul dan tenggelam, tak terhitung banyaknya. Dari ramalan Suku Maya, planet yang konon bernama Nibiru, perang nuklir, asteroid raksasa yang menabrak Bumi. Sejauh ini tak terbukti.
Tapi ada satu prediksi akhir dunia yang masih membebani pikiran para astronom lebih dari setengah abad.
Ilmuwan Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) selama ini terus mengawasi asteroid yang diberi nama 1950 DA. Yang diperkirakan berpotensi menabrak planet manusia pada 16 Maret 2880.
Asteroid tersebut memiliki diameter dua per tiga mil, atau sekitar 1 kilometer lebih. Ia bergerak dengan kecepatan 15 km per detik. Ia diperkirakan bisa jatuh di Samudera Atlantik dengan kecepatan 38 ribu mil per jam atau 61 ribu kilometer per jam.
Seperti dimuat Daily Mail, 11 Oktober 2013, jika sampai membentur Bumi, daya ledak 1950 DA setara dengan 44.800 megaton TNT.
Meski kemungkinan tabrakan relatif kecil, hanya 0,3 persen, namun kalau sampai terjadi, risikonya 50 persen lebih besar dari dampak tabrakan asteroid lain.
Selama sejarah panjang keberadaan Bumi, asteroid dengan ukuran seperti itu sudah beberapa kali menabrak Bumi. Misalnya asteroid yang mengakibatkan kepunahan massal di era Cretaceous/Tertiary (KT) yang membuat dinosaurus punah.
Ditemukan 23 Februari 1950
Asteroid 1950 DA ditemukan pada 23 Februari 1950. Kala itu, ia teramati selama 17 hari sebelum akhirnya menghilang selama setengah abad.
Lalu, sebuah obyek yang ditemukan pada 31 Desember 2000 ternyata adalah 1950 DA yang telah lama raib. Penampakan di malam tahun baru itu tepat 200 tahun setelah penemuan asteroid pertama, Ceres.
Lantas diketahui, asteroid 1950 DA memiliki lintasan dekat dengan Bumi pada 16 Maret 2880. Potensi trabrakan tak boleh dikesampingkan.
Apalagi, pengamatan optik menunjukkan asteroid itu berotasi setiap 2,1 jam, berputar tercepat kedua yang pernah diamati untuk batu angkasa seukuran itu.
Meski demikian, para ilmuwan mengklaim, tak ada yang perlu dikhawatirkan. Tak usah panik.
Sebab, manusia masih punya waktu panjang untuk mengalihkan orbit asteroid itu. Dengan metode sederhana dengan melapisi permukaannya dengan kapur putih, misalnya. Cara itu akan mereflektifitas asteroid dan memungkinkan sinar matahari berperan mendorongnya dari jalur menuju Bumi.
Para ilmuwan planet juga makin maju menemukan cara memperkecil risiko tabrakan asteroid.
Mengamati pergerakan batu angkasa adalah sebuah keharusan. Sebab, ada sekitar 1.400 asteroid yang bisa melintas dekat Bumi, bukan tak mungkin mereka lolos dari pembakaran atmosfer dan menghujam planet ini.
Asteroid yang dikategorikan berpotensi mengancam adalah yang berukuran besar, setidaknya 140 meter dan melintas lebih dekat dari 75 juta kilometer.
NASA kini mengembangkan sensor asteroid yang bisa meningkatkan kemampuan pelacakan. Instrumen sensor itu disebut Near Earth Object Camera (NEOCam). Setelah diluncurkan, teleskop yang berbasis di angkasa itu akan diposisikan di lokasi sekitar empat kali jarak antara Bumi dan bulan.
Dari ketinggian itulah, NEOCam menjadi alat manusia untuk mengobservasi obyek dekat Bumi. Tanpa halangan awan dan cahaya matahari. Lebih akurat.
Komitmen NASA mengawasi benda-benda yang berpotensi membahayakan Bumi dan segala kehidupan di dalamnya terlihat saat Pemerintah Amerika Serikat 'shutdown' mulai Selasa 1 Oktober 2013 pukul 00.01 waktu setempat.
Meski banyak karyawan NASA dirumahkan, badan antariksa itu tak berhenti mengawasi asteroid. "Sistem deteksi masih terus berjalan," kata Tim Spahr, Direktur Minor Planet Center di Cambridge, Massachusetts, beberapa waktu lalu. (Ein)
Tapi ada satu prediksi akhir dunia yang masih membebani pikiran para astronom lebih dari setengah abad.
Ilmuwan Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) selama ini terus mengawasi asteroid yang diberi nama 1950 DA. Yang diperkirakan berpotensi menabrak planet manusia pada 16 Maret 2880.
Asteroid tersebut memiliki diameter dua per tiga mil, atau sekitar 1 kilometer lebih. Ia bergerak dengan kecepatan 15 km per detik. Ia diperkirakan bisa jatuh di Samudera Atlantik dengan kecepatan 38 ribu mil per jam atau 61 ribu kilometer per jam.
Seperti dimuat Daily Mail, 11 Oktober 2013, jika sampai membentur Bumi, daya ledak 1950 DA setara dengan 44.800 megaton TNT.
Meski kemungkinan tabrakan relatif kecil, hanya 0,3 persen, namun kalau sampai terjadi, risikonya 50 persen lebih besar dari dampak tabrakan asteroid lain.
Selama sejarah panjang keberadaan Bumi, asteroid dengan ukuran seperti itu sudah beberapa kali menabrak Bumi. Misalnya asteroid yang mengakibatkan kepunahan massal di era Cretaceous/Tertiary (KT) yang membuat dinosaurus punah.
Ditemukan 23 Februari 1950
Asteroid 1950 DA ditemukan pada 23 Februari 1950. Kala itu, ia teramati selama 17 hari sebelum akhirnya menghilang selama setengah abad.
Lalu, sebuah obyek yang ditemukan pada 31 Desember 2000 ternyata adalah 1950 DA yang telah lama raib. Penampakan di malam tahun baru itu tepat 200 tahun setelah penemuan asteroid pertama, Ceres.
Lantas diketahui, asteroid 1950 DA memiliki lintasan dekat dengan Bumi pada 16 Maret 2880. Potensi trabrakan tak boleh dikesampingkan.
Apalagi, pengamatan optik menunjukkan asteroid itu berotasi setiap 2,1 jam, berputar tercepat kedua yang pernah diamati untuk batu angkasa seukuran itu.
Meski demikian, para ilmuwan mengklaim, tak ada yang perlu dikhawatirkan. Tak usah panik.
Sebab, manusia masih punya waktu panjang untuk mengalihkan orbit asteroid itu. Dengan metode sederhana dengan melapisi permukaannya dengan kapur putih, misalnya. Cara itu akan mereflektifitas asteroid dan memungkinkan sinar matahari berperan mendorongnya dari jalur menuju Bumi.
Para ilmuwan planet juga makin maju menemukan cara memperkecil risiko tabrakan asteroid.
Mengamati pergerakan batu angkasa adalah sebuah keharusan. Sebab, ada sekitar 1.400 asteroid yang bisa melintas dekat Bumi, bukan tak mungkin mereka lolos dari pembakaran atmosfer dan menghujam planet ini.
Asteroid yang dikategorikan berpotensi mengancam adalah yang berukuran besar, setidaknya 140 meter dan melintas lebih dekat dari 75 juta kilometer.
NASA kini mengembangkan sensor asteroid yang bisa meningkatkan kemampuan pelacakan. Instrumen sensor itu disebut Near Earth Object Camera (NEOCam). Setelah diluncurkan, teleskop yang berbasis di angkasa itu akan diposisikan di lokasi sekitar empat kali jarak antara Bumi dan bulan.
Dari ketinggian itulah, NEOCam menjadi alat manusia untuk mengobservasi obyek dekat Bumi. Tanpa halangan awan dan cahaya matahari. Lebih akurat.
Komitmen NASA mengawasi benda-benda yang berpotensi membahayakan Bumi dan segala kehidupan di dalamnya terlihat saat Pemerintah Amerika Serikat 'shutdown' mulai Selasa 1 Oktober 2013 pukul 00.01 waktu setempat.
Meski banyak karyawan NASA dirumahkan, badan antariksa itu tak berhenti mengawasi asteroid. "Sistem deteksi masih terus berjalan," kata Tim Spahr, Direktur Minor Planet Center di Cambridge, Massachusetts, beberapa waktu lalu. (Ein)