Kisah Pasutri Australia Selamatkan Diri dari Gempa Lombok

Demi menyelamatkan diri dari ancaman tsunami akibat gempa Lombok, pasangan suami istri asal Australia harus berjalan melewati mayat.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 09 Agu 2018, 12:00 WIB
Diterbitkan 09 Agu 2018, 12:00 WIB
Wajah Lesu Para Bule Usai Dievakuasi dari Gili Trawangan
Turis asing yang dievakuasi dari Gili Trawangan menggendong dua bayi saat tiba di Pelabuhan Bangsal, Lombok Utara, NTB, Selasa (7/8). Ribuan turis asing dievakuasi dari Gili Trawangan setelah gempa Lombok. (ADEK BERRY/AFP)

Liputan6.com, Lombok, Nusa Tenggara Barat Demi berjuang menyelamatkan diri dari ancaman tsunami akibat gempa Lombok, pasangan suami istri asal Australia harus berjalan melewati mayat. Gempa berkekuatan 7 SR pada Minggu, 5 Agustus 2018 menimbulkan kepanikan bagi Gillian dan Michael Harvey yang sedang berlibur di Gili Trawangan, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Ada kepanikan luar biasa di pantai usai gempa Lombok karena orang-orang takut akan adanya kemungkinan tsunami. Gempa susulan mulai terasa terjadi.

"Kemudian seseorang berkata, ada peringatan tsunami akibat gempa dan semua orang berlari ke tempat yang lebih tinggi. Satu-satunya masalah untuk mencapai bukit adalah kami harus berjalan melalui bangunan dan melewati semua orang yang tewas. Itu mengerikan," cerita Gillian, sebagaimana dikutip dari ABC News, Kamis (9/8/2018).

Mereka menghabiskan malam itu tidur di alam terbuka di bukit tertinggi. Keesokan paginya, sambil menggendong kedua putri mereka, Sophie (4) dan Chloe (1), Gillian dan suami berada di antara ribuan orang yang menunggu di pantai.

Mereka menunggu lima jam di bawah sinar matahari saat pertolongan perahu tiba.

"Perahu-perahu kecil itu sangat berbahaya. Orang-orang yang panik karena gempa saling berebut naik. Buat menyelamatkan diri mereka sendiri," ujar Gillian.

 

 

Simak video menarik berikut ini:


Memohon agar bisa naik feri

Wajah Lesu Para Bule Usai Dievakuasi dari Gili Trawangan
Para turis berdiri di dek kapal saat dievakuasi dari Gili Trawangan ke Pelabuhan Bangsal, Lombok Utara, NTB, Selasa (7/8). Ribuan turis asing dievakuasi dari Gili Trawangan setelah gempa Lombok. (ADEK BERRY/AFP)

Ketika perahu terus berdatangan, Gillian dan suami memutuskan tidak naik perahu. Perahu kecil itu tidak aman untuk membawa kedua balitanya menyelamatkan diri.

"Perahu tampak seperti akan oleng dengan jumlah orang yang penuh," Gillian melanjutkan.

Ketika feri yang lebih besar tiba, Gillian memohon kepada seorang anggota staf untuk membolehkan mereka naik bersama dua anak. Setiap beberapa menit sekali, ia terus memohon agar diizinkan naik feri.

"Setelah 30 menit dalam keadaan panas, petugas feri itu akhirnya berkata, 'Aku berjanji akan membantu Anda'. Kata-kata itu tidak akan pernah aku lupakan. Aku menangis lega," cerita Gillian.


Masih terguncang

Wajah Lesu Para Bule Usai Dievakuasi dari Gili Trawangan
Turis asing menunggu untuk diberangkatkan ke Bali usai dievakuasi dari Gili Trawangan ke Pelabuhan Bangsal, Lombok Utara, NTB, Selasa (7/8). Gempa 7 skala Richter mengguncang Lombok dan menewaskan 91 orang. (ADEK BERRY/AFP)

Kini, Gillian dan keluarganya menuju Bali. Ia tak tahu apa yang harus dilakukan sekarang selama sisa perjalanan mereka.

"Kami sangat terguncang dan bingung. Tidak tahu apa yang harus dilakukan sekarang," ungkap Gillian

Dua anak Gillian juga masih takut dan gemetar. Anaknya yang berumur 4 tahun terus membicarakan soal gempa yang dialami waktu di Gili Trawangan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya