Liputan6.com, Jakarta - Gangguan psikoseksual, umumnya mempengaruhi orang dewasa, ditandai dengan minat seksual atau upaya untuk terlibat dalam tindakan seksual dengan anak-anak atau pra-remaja. Istilah ini digunakan untuk menggantikan pedofil dengan gangguan pedofilia.
Dilansir Britannica, Kamis (30/9/2021), gangguan tersebut adalah salah satu dari beberapa gangguan parafilik, yang melibatkan minat, praktik, atau perilaku seksual atipikal atau parafilia. Namun secara eksplisit membedakan antara parafilia dan gangguan parafilik, dengan mengenali bahwa individu dapat menunjukkan atau terlibat dalam berbagai minat, keinginan, praktik, atau perilaku seksual atipikal yang tidak dalam dirinya sendiri, dan itu disebut dengan penyakit mental.
Menurut skema diagnostik ini, parafilia diakui sebagai gangguan parafilia hanya jika satu atau lebih kriteria berikut terpenuhi, memiliki gangguan sosial atau keinginan memberi penderitaan (pada korban), dengan alasan yang tidak masuk akal; dan perilaku yang dapat merugikan orang lain.
Advertisement
Dalam kasus pedofilia, meskipun kriteria yang telah disebutkan tidak lagi dianggap sebagai gejala penyakit mental, ekspresi dan perilaku seperti ada upaya kontak seksual dengan anak-anak, cukup untuk menjamin diagnosis gangguan pedofilia. Untuk diagnosis klinis, perilaku tersebut setidaknya berlangsung selama enam bulan, dan individu yang terkena harus berusia minimal 16 tahun atau setidaknya 5 tahun lebih tua dari anak-anak.
Baca Juga
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Fakta-Fakta Pedofilia
Pedofilia berbeda dengan hebephilia atau (preferensi seksual untuk individu yang biasanya berusia antara 11 dan 14 tahun) dan ephebophilia (preferensi seksual untuk remaja tahap akhir, biasanya usia 15 dan 16 tahun). Di beberapa negara, seseorang yang dihukum atas pelecehan seksual terhadap anak, yang melibatkan pelecehan seksual terhadap individu praremaja atau remaja akhir hingga usia 18 tahun, dikenal sebagai pelanggar seks, sehingga orang tersebut secara klinis didiagnosis dengan pedofilia.
Beberapa pedofil tertarik secara seksual hanya kepada anak-anak, selebihnya tertarik pada anak-anak dan orang dewasa. Mereka juga dapat tertarik pada anak-anak dari satu jenis kelamin atau kepada anak-anak dari kedua jenis kelamin (bisexual). Orang dengan gangguan pedofilia sering kali menimbulkan trauma bagi korban (anak-anak), terutama jika melibatkan paksaan, ancaman atau kekerasan.
Di beberapa kasus ditemukan bahwa kebanyakan pedofil adalah laki-laki, karena kondisi ini jarang terjadi pada wanita. Penyebab yang mendasari gangguan pedofilia sendiri tidak jelas. Meskipun perilaku pedofilia telah lama dikaitkan dengan pelecehan seksual yang dialami saat masa kanak-kanak, penelitian terbaru telah melibatkan perubahan tertentu dari struktur dan fungsi otak yang merupakan hasil dari masalah perkembangan saraf yang terjadi di dalam rahim atau pada anak usia dini.
Seseorang dengan gangguan pedofilia yang bertindak atas kemauannya sendiri biasanya melakukan pelanggaran seksual yang serius. Bagi penderita gangguan tersebut diharapkan untuk segera melakukan pengobatan, karena di beberapa kasus, obat-obatan seperti cyproterone yang menekan aktivitas testosteron pada pria dapat efektif dalam mengurangi perilaku agresif dan dorongan seks.
Â
Penulis: Vania Dinda Marella
Advertisement