Gagal Ginjal Akut Muncul Lagi, Kenapa Kemenkes Masih Tak Tetapkan KLB?

Alasan Kemenkes tidak menetapkan gagal ginjal akut pada anak sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 11 Feb 2023, 14:56 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2023, 14:56 WIB
ilustrasi ginjal
ilustrasi gagal ginjal akut pada anak (sumber: freepik)

Liputan6.com, Jakarta Kasus gagal ginjal akut kembali muncul baru-baru ini tapi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tetap tidak menetapkan kasus tersebut sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). 

Juru Bicara Kemenkes RI Mohammad Syahril menegaskan, penetapan kejadian gagal ginjal akut pada anak tidak masuk kriteria KLB karena bukan penyakit menular. Kriteria utama KLB adalah penyakit yang dimaksud adalah penyakit menular.

"Untuk menentukan KLB atau tidak, kemarin itu, harus diskusi panjang ya. Jadi, akhirnya berkesimpulan, tidak. Ini (gagal ginjal akut pada anak) tidak masuk KLB," tegasnya usai acara dialog "Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak Muncul Lagi" di Media Center MPR/DPR/DPD, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis, 9 Februari 2023.

"Karena KLB itu menurut yang mayoritas suara dalam rapat kemarin karena berkaitan dengan penyakit menular. Sementara gagal ginjal kan tidak (bukan penyakit menular)."

Walau tak masuk kriteria KLB, Syahril menuturkan, penanganan kasus gagal ginjal akut pada anak direspons cepat dan tepat oleh Kemenkes. Misalnya, dengan menghentikan obat sirup cair yang diduga mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) serta mendatangkan obat penawar Fomepizole.

"Karena ini kegawatdaruratan dan banyak korban, responsnya harus cepat, tepat. Makanya, kami menghentikan obat (sirup), mendatangkan obat (Fomepizole) dan seterusnya," tuturnya.

Mitigasi Kasus Ginjal Akut Tak Berubah

Penyebab Batu Ginjal Secara Umum
Ilustrasi gagal ginjal akut Credit: unsplash.com/Robina

Mohammad Syahril menambahkan, mitigasi penanganan kasus gagal ginjal akut pada anak yang muncul lagi ini tidak berubah. Protokol tetap (protap) sudah dikeluarkan Kemenkes sebelumnya pada kasus gagal ginjal akut yang dilaporkan pertama kali pada 2022.

"Tidak berubah (penanganan kasus gagal ginjal akut sekarang), sudah ada protapnya. Jadi mitigasi sudah ada. Penanganan awal, di tingkat masyarakat harus bagaimana, kemudian kalau dia masih stadium 1 gimana dan seterusnya sudah ada di protapnya," tambahnya.

Kementerian Kesehatan melalui Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan telah menerbitkan Tata Laksana dan Managemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) Pada Anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02./2/I/3305/2022.

Surat keputusan yang diterbitkan pada tanggal 28 September 2022 bertujuan meningkatkan kewaspadaan dini sekaligus sebagai acuan bagi fasilitas pelayana"n kesehatan dalam memberikan penanganan medis kepada pasien gagal ginjal akut.

"Gagal Ginjal Akut pada Anak ini telah terjadi pada awal tahun 2022, namun baru mengalami peningkatan pada September. Sejumlah antisipasi telah kita lakukan termasuk melakukan fasilitasi dengan menyusun pedoman penatalaksanaan Gagal Ginjal Akut pada Anak,'' ungkap Plt. Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan, Yanti Herman.

Lebih lanjut, Yanti menjelaskan, secara keseluruhan pedoman di atas memuat serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan lain dalam melakukan penanganan terhadap Pasien Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal sesuai dengan indikasi medis.

Pantau Buang Air Kecil Anak

Ilustrasi
Ilustrasi gejala gagal ginjal akut. (dok. unsplash.com/reneeverberne)

Gagal ginjal akut diketahui menyerang anak dengan di rentang usia 6 bulan-18 tahun, paling banyak terjadi pada balita. Gejala awal berupa infeksi saluran cerna dan gejala ISPA.

Gejala khas adalah jumlah air seni yang semakin berkurang, bahkan tidak bisa buang air kecil sama sekali. Pada kondisi seperti sudah fase lanjut dan harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan seperti rumah sakit

Untuk itu, bagi orangtua yang memiliki gejala seperti di atas terutama pada rentang usia tersebut, diminta lebih waspada dengan aktif melakukan pemantauan tanda bahaya umum serta pemantauan jumlah dan warna urin (pekat atau kecokelatan) di rumah, pastikan anak mendapatkan cairan yang cukup dengan minum air.

''Bila anak mengalami gejala dan tanda disertai dengan volume urine berkurang atau tidak ada urine selama 6-8 jam (saat siang hari), segera bawa anak anda ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut,'' lanjut Yanti Herman.

Pemeriksaan Fungsi Ginjal

fungsi ginjal
Pemeriksaan fungsi ginjal (sumber: pixabay)

Saat di rumah sakit, Kemenkes merekomendasikan agar pemeriksaan berlanjut pada fungsi ginjal (turun, kreatinin). Kalau fungsi ginjal meningkat, selanjutnya dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis, evaluasi kemungkinan etiologi dan komplikasi.

Jika hasil pemeriksaan menunjukkan positif gagal ginjal akut, selanjutnya pasien akan dilakukan perawatan di ruangan intensif berupa High Care Unit (HCU)/Pediatric Intensive Care Unit (PICU) sesuai indikasi.

Selama proses perawatan, fasyankes akan memberikan obat dan terus memonitoring kondisi pasien yang meliputi volume balance cairan dan diuresis selama perawatan, kesadaran, napas kusmaull, tekanan darah, serta pemeriksaan kreatinin serial per 12 jam.

''Selama proses perawatan pasien Gagal Ginjal Akut akan diberikan Intravena Immunoglobulin (IVIG). Sebelum diberikan, Rumah Sakit harus mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan,'' Yanti Herman menjelaskan.

Infografis Siapa Tanggung Jawab, Siapa Dipidanakan Kasus Gagal Ginjal Akut Anak?
Infografis Siapa Tanggung Jawab, Siapa Dipidanakan Kasus Gagal Ginjal Akut Anak? (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya