Liputan6.com, Jakarta Termasuk sebagai penyakit yang slow-growing, kanker serviks menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi pada wanita di dunia, termasuk di Indonesia. Padahal, dengan vaksinasi dan pemeriksaan rutin dapat menghindarkan wanita dari penyakit ini.Â
Kanker serviks menjadi penyebab kematian wanita kedua terbanyak di Indonesia setelah kanker payudara. Kanker yang disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV) ini biasanya tidak menunjukkan gejala atau keluhan pada tahap awal.
Baca Juga
Gejala atau keluhan biasanya baru muncul ketika kanker sudah memasuki stadium 2 atau lebih. Keputihan yang berulang meski telah diobati, juga post-coital bleeding (pendarahan pasca-sanggama), kerap menjadi gejala yang dirasakan meski tidak selalumerujuk pada kanker serviks. Meski demikian, bukan berarti kanker ini tidak bisa dihindari.
Advertisement
Kanker ini termasuk penyakit yang slow-growing, diperlukan fase yang panjang atau waktu yang lama dari tahap infeksi sampai menjadi kanker.
Ada lebih dari 100 sub-tipe HPV yang digolongkan menjadi high-risk HPV, yaitu virus yang menyebabkan kanker, dan golongan low-risk HPV, yang tidak menyebabkan kanker.
Sekitar 30-40 sub-tipe HPV dapat menginfeksi area kelamin dan menimbulkan penyakit kutil kelamin baik pada pria maupun wanita, serta menyebabkan kanker serviks pada perempuan dan kanker penis pada pria.
Sel Kanker Serviks yang Berpotensi Ganas
Berbagai jenis HPV lainnya dapat menyebabkan infeksi pada jari, tangan, dan wajah. Dari sekian banyak HPV, diketahui hanya tipe HPV onkogenik tertentu yang paling sering menyebabkan kanker serviks, yaitu HPV strain 16 dan 18.
Infeksi HPV strain ini menyebabkan perubahan sifat sel pada area serviks menjadi sel abnormal yang berpotensi menjadi keganasan.
Â
Aktivitas Seksual Meningkatkan Risiko Penularan HPV
Penularan infeksi HPV dapat terjadi melalui aktivitas seksual. Risiko penularan menjadi meningkat jika seorang wanita sering berganti-ganti pasangan seksual, memiliki kebiasaan merokok, serta terinfeksi HIV/AIDS atau penyakit kelamin lainnya, atau memiliki kondisi gangguan sistem imun.
Sebagian besar infeksi HPV tidak menimbulkan gejala. Terkadang, kutil yang timbul di kelamin atau bagian tubuh lain merupakan satu-satunya tanda yang terlihat.
Infeksi virus ini tidak memiliki pengobatan anti-virus spesifik, dapat sembuh sendiri dengan bantuan imunitas tubuh. Namun, pada wanita yang berusia 30 tahun ke atas, kemungkinan untuk terjadi infeksi yang menetap menjadi lebih besar.
Advertisement
Pencegahan Kanker Serviks
Karena infeksi awal HPV dapat berlangsung tanpa gejala, maka pencegahan sangat penting untuk dilakukan.Â
Pencegahan primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan melakukan vaksinasi terhadap infeksi HPV. Vaksinasi atau pemberian antigen ke dalam tubuh individu akan menginduksi terbentuknya antibodi atau kekebalan terhadap infeksi alamiah dari HPV.
Vaksinasi dapat mencegah infeksi HPV penyebab kanker berkembang menjadi kanker serviks invasif.
Dalam data terbaru, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) kini merekomendasikan dosis vaksinasi HPV sebagai berikut:
- Dua dosis untuk anak perempuan berusia 9-14 tahun
- Tiga dosis untuk wanita dewasa di atas 18 tahun
Vaksin HPV pada umumnya dapat diterima dengan baik oleh para penerimanya, reaksi paling sering terjadi setelah vaksinasi berhubungan dengan tempat penyuntikkan seperti nyeri, bengkak, dan kemerahan yang hanya bersifat sementara.
Antibodi atau kekebalan yang ditimbulkan dari vaksinasi HPV memberikan perlindungan jangka panjang dan berlangsung lama.
Manfaat vaksin ini secara maksimal dapat diperoleh apabila seseorang belum pernah melakukan hubungan seksual. Namun, bagi perempuan yang sudah menikah atau pernah berhubungan seksual, vaksin ini juga bermanfaat karena belum tentu seseorang tersebut pernah terpapar oleh virus HPV dengan strain yang dapat dicegah oleh vaksin.
Hanya saja, bagi wanita yang sudah aktif secara seksual, sebelum mendapatkan vaksin, ada baiknya berkonsultasi dengan dokter spesialis obstetri dan kebidanan, serta melakukan screening organ kewanitaan terlebih dahulu.
Apalagi kini telah tersedia vaksin HPV terbaru yang mampu memproteksi tubuh lebih banyak strain virus HPV yang diketahui dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti kutil kelamin hingga kanker serviks.Â
Bagi seseorang yang aktif secara seksual dan telah menerima vaksin, tetap perlu melakukan screening rutin. Mengapa? Karena sebanyak 30 persen kasus kanker serviks disebabkan oleh strain HPV yang tidak dapat dicegah oleh vaksin tersebut.
Â
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder kanker serviks meliputi tindakan screening. Screening dapat mendeteksi keberadaan dari sel-sel abnormal, lesi pra-kanker, dan kanker serviks. Namun, screening tidak dapat mencegah terjadinya infeksi HPV.
Screening atau deteksi dini sangat penting untuk dilakukan karena kanker serviks stadium awal tidak bergejala. Apabila sudah timbul gejala biasanya kanker serviks sudah mencapai tahap lanjut.
Jika kanker serviks telah terdeteksi dini (tahap lesi pra-kanker atau stadium awal), maka kemungkinan bisa ditangani dengan tuntas dan tingkat kesembuhannya akan sangat tinggi.
Screening kanker serviks tetap diharuskan walaupun sudah mendapat vaksinasi terhadap HPV. Vaksinasi dan screening sebagai paduan dari pencegahan primer dan sekunder dari kanker serviks dianggap dapat memberikan perlindungan yang ideal untuk mencegah kanker serviks.
Apalagi jika wanita sudah aktif berhubungan seksual, screening setiap tahun diperlukan untuk memantau kondisi organ kewanitaan.Saat ini, terdapat beberapa tes yang bisa dilakukan untuk mendeteksi lesi pra-kanker:
- Tes Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
IVA merupakan metode pemeriksaan yang paling mudah, murah, dan mampu laksana di Indonesia. Mulut rahim dibalur dengan asam cuka (25 persen) kemudian reaksi yang terjadidianalisis
- Papsmear
Tes ini dilakukan dengan pengambilan contoh sel-sel yang dilepaskan (eksfoliasi) dari lapisan epitel serviks, yang akan tampak tidak normal jika terjadi perubahan karena infeksi HPV, lesi pra-kanker, atau kanker, jika diperiksa di laboratorium.
Ada dua jenis papsmear, yaitu konvensiona l(tingkat akurasi 50 – 70 persen) dan Thinprep (tingkat akurasi 80 persen).
ThinPrep adalah pemeriksaan Sitologi Serviks Berbasis Cairan/Liquid Based Cytology (LBC) yang lebih akurat dibandingkan dengan papsmear konvensional.
Sejak disetujui Food and Drug Administration (FDA) pada 1996, lebih dari 170 penelitian telah diterbitkan oleh jurnal medis.
Penelitian menunjukkan keuntungan dari LBC/ThinPrep tersebut, termasuk meningkatkan angka deteksi penyakit, diagnosis yang lebih tepat, sampel lebih baik,dan cost yang lebih efisien
- Tes DNA HPV
Pemeriksaan molekuler ini memiliki tingkat akurasi hingga 99 persen. Tes ini dapat mendeteksi kemungkinan timbulnya lesi pra-kanker meski belum terjadi perubahan pada sel
- Kolposkopi
Pemeriksaan ini menggunakan alat yang dilengkapi lensa pembesar untuk mengamati bagian yang terinfeksi. Jika memang ditemukan ada jaringan yang terinfeksi, biopsi terarah (pengambilan sejumlah kecil jaringan tubuh) dapat dilakukan dengan alat ini.
Meningkatkan akses ke vaksinasi, pemberian edukasi, dan screening berkala merupakan langkahpreventif yang sangat signifikan dalam mengurangi jumlah kasus dan angka kematian kanker serviks.Jadi, jangan tunda lagi, segera lakukan vaksinasi HPV untuk cegah kanker serviks.
Â
Â
**Penulis adalah dr. Andry, Sp. O. G, FMIGS, FEGRF, Dokter Spesialis Obstetri dan GinekologiRS Pondok Indah – Puri Indah dan RS Pondok Indah – Bintaro Jaya
Advertisement