Calon Pengantin yang Peroleh Pemeriksaan Kesehatan Hanya 39,7 Persen, BKKBN: Padahal Penting untuk Cegah Stunting

Pemeriksaan kesehatan pada calon pengantin (catin) merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam mencegah terjadinya stunting baru.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 02 Apr 2024, 13:00 WIB
Diterbitkan 02 Apr 2024, 13:00 WIB
Calon Pengantin yang Peroleh Pemeriksaan Kesehatan Hanya 39,7 Persen, BKKBN: Padahal Penting untuk Cegah Stunting
Calon Pengantin yang Peroleh Pemeriksaan Kesehatan Hanya 39,7 Persen, BKKBN: Padahal Penting untuk Cegah Stunting. Foto: BKKBN.

Liputan6.com, Jakarta - Cakupan calon Pasangan Usia Subur (PUS) yang memperoleh pemeriksaan kesehatan masih jauh dari target.

Padahal, pemeriksaan kesehatan pada calon pengantin (catin) merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam mencegah terjadinya stunting baru.

“Berdasarkan hasil evaluasi tahun 2023, capaian indikator cakupan calon Pasangan Usia Subur (PUS) yang memperoleh pemeriksaan kesehatan sebagai bagian dari pelayanan nikah hanya sebesar 39,7 persen dari target 80 persen,” kata Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga, Nopian Andusti, mewakili Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo, dalam keterangan pers dikutip Selasa (2/4/2024).

Keberhasilan dalam pendampingan calon pengantin adalah hal penting dalam menurunkan angka stunting. Pasalnya, stunting perlu dicegah sejak masa pra-konsepsi atau dimulai sejak tiga bulan sebelum menikah.

Waktu tiga bulan dianggap cukup untuk bisa memperbaiki dan mempersiapkan kondisi calon ibu menjelang masa kehamilan. Persiapan sebelum hamil dapat membuat ibu sehat dan melahirkan anak yang sehat pula.

Sebagaimana disampaikan ahli gizi dari Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada, Ancelma Rayi Sari Pranasti. Menurutnya, mata rantai stunting harus diputus dengan memerhatikan asupan gizi sejak masa remaja.

“Apabila remaja yang nantinya menjadi seorang ibu (mengalami) kurang gizi dan anemia, maka berpotensi melahirkan anak yang kurang gizi dan anemia juga. Siklus kehidupan ini menjadi lingkaran setan yang terus-menerus terjadi," jelas Ancelma. 

Konsumsi Makanan Bervariasi

ahli gizi dari Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada, Ancelma Rayi Sari Pranasti
Ahli gizi dari Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada, Ancelma Rayi Sari Pranasti soal edukasi gizi catin. Foto: BKKBN.

Ancelma juga menjelaskan alasan perlunya edukasi gizi dan pendampingan keluarga dilakukan sebelum menikah.

"Kenapa edukasi gizi dan pendampingan keluarga dimulai dari catin? Karena kita berusaha memutus mata rantai saat mereka menjadi catin, supaya remaja yang kurang gizi dan anemia tidak menghasilkan anak stunting,” jelasnya.

Tak lupa, dia memberikan tips kepada Tim Pendamping Keluarga (TPK) agar catin dapat mengonsumsi makanan yang bervariasi sesuai panduan Isi Piringku Kementerian Kesehatan. Isi Piringku adalah upaya pemenuhan kebutuhan gizi makro dan mikro serta gizi seimbang.

“Bervariasi misalnya jangan beberapa kali makan hanya bayam saja, lauk telur terus. Paling gampang mengetahui asupan cukup biasanya satu hari paling tidak mengonsumsi tiga macam warna yang berbeda, misal sayuran hijau dan orange (bayam dan wortel).”

“Kemudian buah yang warna kuning seperti pisang, lalapan merah tomat. Jadi, biasanya buah dan sayur berbeda warna ini kandungan nutrisinya berbeda-beda. Jadi, bisa saling melengkapi,” ungkap Ancelma.

Pentingnya Pemenuhan Gizi Perempuan

Esti Utami Risanto
Dokter spesialis kandungan RSA Universitas Gadjah Mada, Esti Utami Risanto soal gizi catin. Foto: BKKBN.

Dalam keterangan yang sama, dokter spesialis kandungan RSA Universitas Gadjah Mada, Esti Utami Risanto, mengingatkan pentingnya nutrisi yang bergizi pada semua tahapan hidup perempuan. Sejak balita, anak-anak, remaja, dewasa muda, dewasa, ibu hamil, dan menyusui.

“Nutrisi yang baik akan mengamankan akses terhadap makanan yang bergizi, aman dan terjangkau dan praktik gizi positif penting bagi kelangsungan hidup dan kesejahteraan perempuan," jelas Esti.

Ia menambahkan, gizi perempuan juga dikaitkan dengan status gizi, kesehatan dan tumbuh kembang anak.

"Biasanya kalau gizi ibu baik, risiko stunting pada anak lebih rendah dan ibu bisa memberikan gizi yang baik juga bagi anaknya,” ucapnya.

Jika Gizi Ibu Kurang Baik

Sebaliknya, jika gizi ibu sudah kurang sebelum hamil, maka sulit bagi ibu tersebut mengejar pemenuhan gizi selama hamil.

Belum lagi untuk mengejar kekurangan gizi saat periode ibu menyusui karena kebutuhannya lebih besar lagi daripada saat hamil.

Nutrisi bagi calon ibu amat penting lantaran pola makan yang baik sebelum hamil atau prakonsepsi akan membantu membentuk cadangan nutrisi yang cukup untuk mendukung kehamilan.

“Selama masa remaja penting bagi anak perempuan untuk memenuhi kebutuhan energi, protein, dan zat gizi mikro serta mendukung pertumbuhan dan perkembangan fisik. Jadi dari kecil si perempuan gizinya harus baik, tumbuh kembangnya baik. Jadi remaja yang sehat, lalu jadi calon ibu yang sehat dan ibu hamil yang sehat,” paparnya.

Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi
Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya