Kepala BKKBN Harap Setiap Pasangan Lahirkan Satu Anak Perempuan, Warganet: Ada Cara Memastikan yang Lahir Cewek?

Kepala BKKBN sebut setiap pasangan perlu lahirkan satu anak perempuan untuk menjaga keseimbangan populasi.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 01 Jul 2024, 15:00 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2024, 15:00 WIB
Kepala BKKBN Harap Setiap Pasangan Lahirkan Satu Anak Perempuan sebagai Respons Turunnya Angka Pernikahan, Warganet: Gimana Cara Mendorongny
Kepala BKKBN Harap Setiap Pasangan Lahirkan Satu Anak Perempuan sebagai Respons Turunnya Angka Pernikahan, Warganet: Gimana Cara Mendorongny. Foto: Liputan6.com/Ade Nasihhudin.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dokter Hasto Wardoyo menyampaikan harapannya agar satu pasangan memiliki satu anak perempuan.

“Saya berharap adik-adik perempuan nanti punya anak rata-rata satu perempuan. Kalau di desa ada 1000 perempuan maka harus ada 1000 bayi perempuan lahir. Hal itu diperlukan agar suatu desa tidak zero growth bahkan minus growth, lama-lama habis orangnya,” kata dokter Hasto saat menyambangi Universitas Negeri Semarang (UNNES), Rabu, 26 Juni 2024.

Hal ini disampaikan menyusul adanya penurunan angka pernikahan di Indonesia dari tahun ke tahun.

“Dulu pernikahan setahun 2 juta lebih, sekarang meskipun jumlah usia nikahnya masih cukup besar, tapi hanya sekitar 1,5 sampai 1,7 juta,” katanya.

“Di Jawa Tengah sendiri, Angka Kelahiran Total senilai 2,04. Secara nasional saya memiliki tanggung jawab agar penduduk tumbuh seimbang,” imbuhnya.

Guna menyeimbangkan angka kelahiran itu, Hasto kemudian menyampaikan pernyataan soal satu pasangan diharapkan melahirkan satu anak perempuan.

Pernyataan ini pun mendapat beragam tanggapan dari warganet.

“Beneran nanya, gimana cara mendorongnya? Soalnya ini kan yang diinginkan jenis kelamin tertentu yang nggak bisa diatur nggak sih? Atau ada cara untuk memastikan anaknya jadi perempuan? Bukannya umumnya sesuatu yang dijadiin target itu sesuatu yang variabelnya bisa diatur ya?” kata warganet.

Komentar Netizen Lain

Pernyataan dokter Hasto juga tak luput dari komentar warganet lain yang menilai bahwa masalah penurunan angka pernikahan dan kelahiran perlu diselesaikan dari akarnya.

“Wkwkwk, enak bener, dia yang narget yang nanggung biaya pendidikan, dan lain-lain rakyat. Nggak sekalian biar mencapai target, yang nggak punya anak dihukum? Akar permasalahannya tuh beresin. Kenapa orang memilih menunda, mengurangi atau malah gak punya anak!”

“Kalau mau angka kelahiran nggak turun lagi sejahterakan, lindungi dan bikin nyaman rakyat. bukannya bikin target yang nggak ada hubungannya sama penyebab penurunan kelahiran,” ujar netizen.

Tingkat Kelahiran Dinilai Tinggi di Kelompok Masyarakat Bawah

Dari komentar-komentar warganet, mayoritas menyoroti soal ekonomi dan biaya hidup yang kian mahal.

“Yah harusnya dibuat akses daycare murah dimana-mana, akses transportasi umum ramah perempuan dan anak-anak, pendidikan merata. Sekarang punya anak satu aja pusing mikirin daycare-nya mahal, harus punya mobil, taman bermain bayar dan lain-lain,” kata Netizen.

“In this economy, punya anak 1 atau 2 udah engap, kalau diwajibkan musti ada yang cewek, jadi berabe,” kata pengguna Twitter/X.

Ada pula yang menilai bahwa sebetulnya tingkat kelahiran justru tinggi di kelompok masyarakat bawah.

“Tingkat kelahiran justru tinggi di masyarakat bawah dan ironisnya kurang terdidik. Sebaiknya BKKBN berpikir juga tentang hal ini dan bekerja sama dengan kementerian-kementerian terkait pembangunan sumber daya manusia (SDM) biar ikut menciptakan SDM unggul,” lanjut warganet lain.

“Dia pikir semua anak perempuan mau jadi ibu,” kata warganet yang menilai bahwa tidak semua anak ingin menjadi ibu ketika dewasa kelak.

Perubahan Persepsi tentang Pernikahan

Sebelumnya, Hasto memaparkan, tujuan pernikahan di Indonesia mayoritas untuk prokreasi, yang artinya untuk mendapatkan keturunan.

“Ada juga yang rekreasi, supaya hubungan suami-istri sah, ada yang 'security' yaitu supaya bisa mendapatkan perlindungan,” paparnya.

Dia menuturkan, terdapat atau terjadi perubahan persepsi tentang pernikahan saat ini, di mana pernikahan dianggap sebagai tradisi atau budaya yang tidak mesti perlu dilakukan. Ada beberapa penelitian menemukan bahwa keinginan menikah mengalami penurunan sehingga Total Fertility Rate (TFR) ada di angka 2,18.

Dirinya juga menghimbau remaja agar jangan menikah terlalu muda. Dokter Hasto memaparkan berbagai potensi masalah yang dapat terjadi pada kehamilan usia dini.

Lebih lanjut, ia juga memberikan penyuluhan mengenai organ reproduksi dan proses perkembangan bayi sejak 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). “Siap nikah itu memiliki makna yang dalam, artinya menyiapkan kehamilan,” ucapnya.

Infografis Peranan Penting Orang Tua dalam Pengasuhan Anak (Parenting)
Infografis peranan penting orang tua dalam pengasuhan anak (parenting) Source: Kementerian Sosial Reublik Indonesia
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya