Berani Melaporkan Kekerasan, Bikin Korban KDRT Lain Terinspirasi Lakukan Hal Serupa

Keberanian itu 'menular'. Bila ada korban kekerasan melaporkan hal tersebut ke pihak berwajib, maka memicu korban KDRT lain juga berani melaporkan.

oleh Tim Health diperbarui 24 Agu 2024, 12:50 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2024, 12:50 WIB
Kasus Eksploitasi Anak
Ilustrasi Keberanian itu 'menular'. Bila ada korban kekerasan melaporkan hal tersebut ke pihak berwajib, maka memicu korban KDRT lain juga berani melaporkan. (Dok. Freepik)

Liputan6.com, Jakarta Pekan lalu viral Cut Intan Nabila yang mengungkapkan ke publik penganiyaan yang dilakukan suami selama lima tahun pernikahan. Pihak kepolisian pun sudah mengamankan suami Cut untuk mengetahui kebenaran kasus tersebut.

Keberanian Cut Intan Nabila serta orang-orang lain yang melaporkan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ke pihak berwajib ternyata berpengaruh positif ke korban kekerasan untuk melapor.

"Kita lihat laporan seperti itu sudah bisa ditindaklanjuti dengan cepat gitu ya. Ini bisa mengurangi ketakutan yang dirasakan para korban," kata psikolog dari Universitas Pancasila Maharani Putri Langka.

Maharani menilai penting untuk berani melaporkan sebuah kasus penganiayaan untuk memutus rantai kasus tersebut.

"Kenapa itu penting sekali untuk melaporkan, karena kasus ini sebetulnya menjadi sebuah contoh bahwa korban sekarang sudah harus mulai berani, karena kalau tidak, kita tidak bisa memutuskan kekerasannya," kata Maharani mengutip Antara.

Anak Bisa Juga Jadi Korban Kekerasan

Maharani juga meminta agar para orangtua semakin intens berkomunikasi dengan anak untuk mengantisipasi adanya indikasi kekerasan yang dialami oleh anak.

"Ayo deh, keluarga orang tua di rumah juga bicara lagi sama anaknya gitu ya, karena hal-hal seperti ini tidak boleh atau tidak bisa dihadapi sendiri ya seperti," katanya.

 

Minta Masyarakat Tidak Benarkan Kekerasan

Maharani juga mengimbau masyarakat agar tidak membenarkan tindakan kekerasan dengan dalih pelaku tidak sengaja atau pelaku sedang kelepasan atau pelaku sedang tidak bisa menahan emosi.

"Sering sekali banyak dari korban itu yang merasionalisasikan bahwa mungkin enggak sengaja, mungkin dia pas kelepasan saja dan sering sekali ketika kejadian seperti ini, setelah itu pelaku minta maaf kan. Jadi seakan-akan dia menyesal nih atau itu lagi apes saja gitu kan," kata Maharani.

Korban juga diminta agar tidak merasa bersalah atas penganiayaan atau kekerasan yang terjadi padanya.

"Mungkin, banyak korban yang merasa kayaknya 'saya' (korban) yang salah. Hal-hal seperti ini membuat korban mencoba memperbaiki hubungan tersebut. Maksudnya gini ya, kita tahu bahwa dalam sebuah hubungan, konflik sangat mungkin terjadi, tapi kalau sudah melibatkan kekerasan, itu sebetulnya salah," kata Maharani.

Perilaku Kekerasan Cenderung Berulang

Ia menekankan bahwa perilaku kekerasan yang dibiarkan biasanya akan berulang. Jadi sebaiknya dilaporkan.

Jika belum berani melapor ke polisi, kata Maharani, carilah keluarga terdekat untuk bercerita.

"Jadi dia harus mulai bicara sama orang-orang yang dipercaya gitu ya. Apakah itu orang tuanya gitu ataukah itu teman dekatnya, tetapi dari mulai bicara itu, mereka bisa mendapatkan insight," kata Maharani.

Dengan perspektif apapun, kata Maharani, kekerasan tidak dapat dilakukan terhadap pasangan atau orang lain.

"Mau apapun perspektifnya, kekerasan adalah sesuatu yang tidak bisa dilakukan terhadap pasangan sendiri, terhadap orang lain. Jadi kalau itu sudah melewati batas itu, maka sebetulnya kita perlu 'speak up' untuk diri sendiri," tutur Maharani.

Infografis Journal
Infografis Journal Fakta terkait KDRT di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya