'Sarimin' si Topeng Monyet Memang Membahayakan, Apanya Ya!

Monyet pada pertunjukan 'Sarimin' jarang yang diperiksakan ke dokter hewan, itu yang terjadi di Indonesia.

oleh Kusmiyati diperbarui 24 Okt 2013, 13:00 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2013, 13:00 WIB
topeng-monyet-4-131023b.jpg
Topeng monyet sepertinya sudah akrab dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, gerak gerik monyet yang kerap disebut 'Sarimin' ini mampu membuat anak-anak tertawa girang. Bahkan dikutip dalam Wikipedia disebutkan topeng monyet merupakan kesenian tradisional Indonesia yang sejak dahulu sangat dikenal terutama di Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Pertunjukan yang melibatkan monyet terlatih ini ternyata memiliki risiko. Hal inilah yang membuat Pemerintah DKI Jakarta menargetkan Ibukota bebas dari topeng monyet. Lalu sebenarnya apa yang perlu dikhawatirkan dari keluarga primata ini?

Menurut dokter hewan dari Balai Kesehatan Hewan dan Ikan (BKHI), Ragunan, Jakarta Selatan drh. Aswin para orangtua perlu khawatir penyakit yang ditularkan dari monyet ke anak-anak karena itu berbahaya.

"Jarang sekali pemilik monyet yang memeriksakan monyetnya ke dokter hewan, itu yang terjadi di Indonesia. Mereka tidak peduli kesehatan monyetnya. kita tidak tahu penyakit apa yang sedang dialami si monyet tersebut, kalau memang monyet sakit itu mudah sekali menular ke anak-anak karena daya imun mereka (anak-anak) masih rendah," ujar drh. Aswin saat diwawancarai Liputan6.com, Kamis (24/10/2013).

Jadi, tak heran bila baru-baru ini Pemerintah DKI Jakarta gencar melakukan razia topeng monyet. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi penyakit yang akan ditularkan si monyet tersebut. Dilihat dari dasar hukumnya adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) No 302 yang mengatur tentang tindakan penyiksaan hewan. Selain itu, ada pula Undang-Undang Nomor 18 Tahun 200 9 tentang Peternakan dan Kesehatan Pasal 66 Ayat 2g.

Dasar hukum lain adalah Peraturan Kementan Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan Pasal 83 Ayat 2, Perda No. 11 Tahun 1995 tentang Pengawasan Hewan Rentan Rabies serta Pencegahan dan Penanggulangan Rabies Pasal 6 Ayat 1 dan Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum Pasal 17 Ayat 2.

Seperti yang telah diberitakan Liputan6.com Rabu kemarin Pemprov DKI Jakarta merazia monyet-monyet yang akan dirawat dan disehatkan di Balai Kesehatan Hewan dan Ikan (BKHI) kemudia dibawa ke Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta agar terhindar dari penyakit.

Menurut Arwin yang perlu diperhatikan yakni penyakit Hepatitis, "Untuk menghindarinya ya orangtua jangan 'nanggap' topeng monyet, yang paling dikhawatirkan hepatitis dan rabies," ujar Aswin.

Hepatitis tingkat kecepatan penularannya 4 kali lebih cepat dibandingkan dengan penyakit HIV. Dan berbahayanya lagi, menurut perkiraan para ahli sudah ada sekitar 2 miliar manusia yang terinfeksi penyakit hepatitis.

Penularannya terdiri dari berbagai macam cara mulai dari aliran darah, cairan tubuh seperti sperma, vagina, dan juga air liur. Dan hewan yang banyak menularkan penyakit hepatitis ialah satwa primata (sebangsa kera).  Cara penularannya bisa dengan digigit atau lewat cakaran.

Karena itu, disarankan untuk berhati-hati ketika memelihara hewan primata karena kalau satwa tersebut mengidap hepatitis akan mudah sekali menularkannya kepada Anda yang memeliharanya. "Kalau anak menyentuh tangan monyet kemudian konsumsi makanan, ini yang perlu diwaspadai dan orangtua harus lebih peduli dengan kesehatan anak," ungkap Aswin.

(Mia/Abd)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya