10 Lagu Legendaris Titiek Puspa, Warisan Karya yang Tak Lekang oleh Zaman

Kenali kembali lagu-lagu legendaris Titiek Puspa, ikon musik Indonesia yang karya-karyanya tetap relevan dan abadi hingga kini.

oleh Fitriyani Puspa Samodra Diperbarui 11 Apr 2025, 18:21 WIB
Diterbitkan 11 Apr 2025, 14:35 WIB
[Bintang] Titiek Puspa
Lagu Legendaris Titiek Puspa (Nurwahyunan/Bintang.com)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Kabar duka menyelimuti dunia hiburan Tanah Air. Titiek Puspa, sosok ikonik yang telah mewarnai industri musik dan seni peran Indonesia selama lebih dari setengah abad, meninggal dunia pada Kamis (10/4/2025), pukul 16.25 WIB. Kepergian beliau meninggalkan duka mendalam bagi seluruh masyarakat, terutama para penikmat musik lintas generasi.

Perempuan yang lahir dengan nama Sudarwati ini bukan hanya seorang penyanyi. Ia adalah simbol keteguhan, kreativitas, dan cinta pada seni. Mulai dikenal lewat ajang Bintang Radio di usia 14 tahun, Titiek Puspa menjelma menjadi living legend yang kini abadi di hati bangsa Indonesia. Meski raganya telah tiada, karya-karyanya tetap hidup dan terus bergema.

Dalam artikel ini, kita akan menelusuri kembali jejak musikal Eyang Titiek, melalui deretan lagu legendaris yang bukan hanya menggambarkan perjalanan kariernya, tapi juga merekam denyut kehidupan masyarakat Indonesia dari masa ke masa. Lagu-lagu yang tetap relevan, hangat, dan penuh makna sebuah warisan budaya yang tak ternilai. Berikut ulasan lengkapnya, dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Jumat (11/4/2025).

1. Kupu-Kupu Malam (1977)

Dirilis pada tahun 1977, Kupu-Kupu Malam merupakan salah satu karya paling berani dan humanis dari Titiek Puspa. Lagu ini mengangkat kehidupan perempuan malam, topik yang saat itu jarang disentuh dalam musik pop. Namun alih-alih menghakimi, Lagu yang dibawakan Titiek Puspa ini justru menampilkan sisi kemanusiaan mereka: perempuan yang tetap punya hati, harapan, dan luka.

Lagu ini menyentuh karena dibawakan dengan rasa simpati dan empati, menjadikannya sangat kuat secara emosional. Tiga dekade kemudian, lagu ini kembali naik daun setelah diaransemen ulang oleh Peterpan (sekarang NOAH) pada 2005. Versi tersebut memperkenalkan lagu ini kepada generasi muda, mempertegas statusnya sebagai lagu lintas zaman.

2. Bing (1975)

Lagu ini diciptakan Titiek Puspa pada tahun 1970-an sebagai bentuk penghormatan kepada sahabat sekaligus idola yang sangat ia cintai, Bing Slamet. Bing adalah sosok penting dalam hidup dan karier Titiek, dan kepergiannya meninggalkan duka mendalam.

Bing adalah lagu tentang kehilangan yang ditulis dengan bahasa yang lembut dan liris. Liriknya bagaikan surat cinta terakhir, penuh kenangan, doa, dan air mata. Musiknya lambat dan melankolis, membuat siapa pun yang mendengarkan akan terbawa suasana haru, apalagi jika tahu latar belakangnya.

Lagu ini masih sering diputar dalam acara penghormatan atau perpisahan, membuktikan kekuatannya sebagai lagu yang tak lekang oleh waktu.

3. Apanya Dong (1982)

Dirilis pada tahun 1982, Apanya Dong adalah lagu sindiran sosial dengan pendekatan yang ringan dan jenaka. Liriknya menyentil fenomena gaya hidup glamor dan konsumtif yang mulai marak kala itu. Dengan kalimat-kalimat cerdas dan ritme yang catchy, lagu ini sukses menarik perhatian berbagai kalangan.

Saking populernya, lagu ini dijadikan film musikal berjudul sama pada 1983, dan Titiek Puspa sendiri turut membintangi film tersebut. Keberhasilan lagu ini juga dibuktikan oleh banyaknya versi daur ulang, termasuk versi anak-anak (bersama Saskia dan Geofanny), serta versi rock dari band Seurieus yang menjadikannya lebih segar untuk penikmat musik era 2000-an.

4. Jatuh Cinta (1970-an)

Diciptakan pada tahun 1970-an, Jatuh Cinta adalah lagu yang menggambarkan pengalaman universal manusia saat merasakan cinta untuk pertama kalinya. Liriknya sederhana tapi jujur, menyentuh sisi paling lembut dari hati siapa pun yang pernah jatuh cinta.

Lagu ini diaransemen dengan lembut, menjadikannya cocok untuk suasana romantis atau nostalgia. Lagu Jatuh Cinta juga telah di-cover beberapa kali, antara lain oleh Eddy Silitonga dan Project Pop, yang membuktikan kekuatan melodinya yang fleksibel dan daya tarik temanya yang abadi.

5. Dansa Yo Dansa (1977)

Lagu ceria ini dirilis pada 1977 dan dengan cepat menjadi favorit dalam berbagai acara. Dansa Yo Dansa membawa semangat kegembiraan, ajakan untuk melepaskan beban hidup sejenak dan menikmati kebersamaan lewat tarian dan tawa.

Dibalut irama disco-pop khas era itu, lagu ini menjadi anthem di acara keluarga, sekolah, hingga panggung-panggung hiburan. Beberapa dekade kemudian, Glenn Fredly membawakannya dalam gaya jazz yang elegan, sementara The Rollies dan Kahitna juga pernah membawakannya dalam nuansa berbeda, memperlihatkan kelenturan musikalitasnya.

6. Bimbi (rilis 2005, ditulis era 1980-an)

Walau baru resmi dirilis pada 2005 dalam album The Very Best of Titiek Puspa, lagu ini sebenarnya diciptakan pada era 1980-an. Bimbi berkisah tentang gadis desa yang bercita-cita besar mengadu nasib di kota. Lagu ini menggambarkan bagaimana cita-cita bisa menjadi bumerang jika tak disertai kesiapan mental dan bekal moral.

Lewat narasi lirik yang sederhana tapi menyentuh, lagu ini menyampaikan kritik sosial terhadap glorifikasi kehidupan kota. Tahun 2024, lagu ini kembali naik daun setelah diaransemen ulang oleh duo The Virgin, yang menampilkan nuansa pop-rock yang dekat dengan telinga Gen Z.

7. Gelang Sipaku Gelang (1965)

Aslinya lagu rakyat tradisional, Gelang Sipaku Gelang dibawakan ulang oleh Titiek Puspa dengan sentuhan musikal yang baru, menjadikannya lebih modern tanpa kehilangan akar budayanya. Lagu ini menjadi bukti bagaimana Titiek mampu menjaga warisan musik Indonesia sambil memberinya nyawa baru.

Lagu ini sering digunakan dalam acara-acara budaya dan perayaan, sebagai lambang persahabatan, kebersamaan, dan cinta tanah air. Lewat lagu ini, Titiek menegaskan bahwa musik bisa menjadi media pelestarian budaya yang efektif dan menyenangkan.

8. Marilah Kemari (1978)

Dirilis pada 1978, Marilah Kemari merupakan lagu ceria yang mengajak pendengar untuk berkumpul, bersuka cita, dan meninggalkan kesedihan. Nuansa musiknya riang, dengan lirik yang mengajak semua orang ikut bernyanyi dan menari.

Lagu ini mencerminkan sisi optimis Titiek Puspa yang selalu membawa semangat positif lewat musiknya. Tak heran jika lagu ini sering muncul dalam perayaan-perayaan dan program hiburan televisi era 80-90an.

9. Doa untuk Anakku (1964)

Lagu ini adalah manifestasi cinta seorang ibu. Doa untuk Anakku menggambarkan perasaan Titiek sebagai orang tua yang hanya bisa mendoakan keselamatan dan kebahagiaan anaknya. Dengan lirik yang tulus dan melodi yang lembut, lagu ini sangat menyentuh dan sering membuat pendengarnya menitikkan air mata.

Banyak orang tua menjadikan lagu ini sebagai ungkapan hati mereka, dan lagu ini juga sering dibawakan dalam acara keluarga atau Hari Ibu.

10. Minah Gadis Dusun (1966)

Minah Gadis Dusun adalah lagu yang kaya akan pesan moral. Lagu ini mengisahkan perjuangan seorang gadis desa yang hijrah ke kota untuk mencari penghidupan yang lebih baik, namun dihadapkan pada kenyataan keras dan jebakan dunia modern.

Lewat kisah Minah, Titiek Puspa seolah mengingatkan kita bahwa modernitas tidak selalu berarti kebahagiaan. Lagu ini tetap relevan hingga sekarang karena temanya masih sangat dekat dengan realitas masyarakat Indonesia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya