Ramadhan di Tenda-Tenda Pengungsi Gempa Cianjur

Puluhan ribu warga korban gempa 5,6 magnitudo di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, pada 21 November 2022, masih tinggal di dalam tenda komunal dan hunian darurat yang dibangun berbagai organisasi kemanusiaan hingga Ramadhan 2023 ini

oleh Liputan6.com diperbarui 31 Mar 2023, 04:30 WIB
Diterbitkan 31 Mar 2023, 04:30 WIB
Sebulan Lebih Pascagempa, Anak-Anak Masih Belajar dalam Tenda
Murid-murid korban gempa belajar pada tenda darurat yang dibangun di halaman sekolah di SDN Gintung, Mangunkerta, Cianjur, Jumat (23/12/2022). Lebih dari sebulan sejak musibah gempa bumi 5,2 SR sejumlah murid sekolah di Cianjur masih belajar pada tenda darurat. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Puluhan ribu warga korban gempa 5,6 magnitudo di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, pada 21 November 2022, masih tinggal di dalam tenda komunal dan hunian darurat yang dibangun berbagai organisasi kemanusiaan. Saat ini mereka masih menunggu pencairan bantuan pembangunan rumah dari Pemerintah Pusat.

Bagi puluhan ribu korban gempa tersebut, bisa kembali ke rumah merupakan impian yang masih harus ditunggu realisasinya.

Hingga 4 bulan setelah gempa, sekitar 45 ribu keluarga korban gempa di empat kecamatan terparah seperti Pacet, Cugenang, Cianjur, dan Warungkondang, masih bertahan di dalam tenda dan hunian darurat dari terpal dan berlantai tanah yang ketika hujan deras tergenang banjir.

Beberapa kali puluhan ribu warga korban gempa terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. Hujan deras yang terjadi pada awal bulan Ramadhan membuat tenda dan hunian darurat tergenang air bah setinggi setengah meter, belasan di antaranya hanyut dan rusak terbawa banjir.

Harapan pencairan uang dari Pemerintah Pusat untuk membangun kembali rumah mereka yang ambruk akibat gempa agar dapat kembali ke rumah sebelum puasa dan Lebaran 2023 memang terasa masih jauh. Mereka harus menunggu kepastian pencarian bantuan.

Pemerintah daerah untuk membantu warga segera mendapatkan haknya, sejauh ini terus berjalan. Bahkan Bupati Cianjur Herman Suherman menjamin seluruh warga korban gempa yang rumahnya rusak mulai dari ringan, sedang, dan berat, dipastikan akan mendapat bantuan meski harus bersabar.

Upaya mendesak Pemerintah Pusat untuk segera mempercepat pencairan telah dilakukan melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) serta melibatkan TNI dalam pendataan ulang rumah yang rusak akibat gempa serta menyiapkan aplikator atau penyedia jasa pembuatan rumah secara profesional.

Warga memang diminta menggunakan jasa aplikator resmi untuk membangun kembali rumahnya dengan konstruksi tahan gempa karena hanya membutuhkan waktu beberapa pekan dalam pembangunan rumah seperti yang sudah berjalan di beberapa wilayah di Kecamatan Cianjur dan Cugenang.

"Pemda terus berupaya meringankan beban warga termasuk mendesak dipercepatnya pencairan dari Pemerintah Pusat untuk membangun kembali rumah warga korban gempa yang rusak. Kami juga meminta bank yang ditunjuk memberikan pelayanan ekstra," kata Herman Suherman, dikutip Antara.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Penanganan Diklaim Paling Cepat

Sebulan Lebih Pascagempa, Anak-Anak Masih Belajar dalam Tenda
Murid-murid korban gempa belajar pada tenda darurat yang dibangun di halaman sekolah di SDN Gintung, Mangunkerta, Cianjur, Jumat (23/12/2022). Lebih dari sebulan sejak musibah gempa bumi 5,2 SR sejumlah murid sekolah di Cianjur masih belajar pada tenda darurat. (merdeka.com/Arie Basuki)

 

Penanganan korban gempa Cianjur lebih cepat dibandingkan dengan kota/kabupaten lain yang mengalami hal sama sampai bertahun-tahun baru tuntas. Di Cianjur, untuk pencairan tahap I dan II, sudah mencapai 90 persen dan sisanya tinggal menunggu realisasi.

Pemkab Cianjur menargetkan pencairan bantuan pembangunan rumah kembali dapat maksimal setelah Lebaran sehingga warga tidak lagi tinggal di dalam tenda dan hunian darurat, termasuk pembangunan rumah relokasi di Kecamatan Mande, diharapkan sudah dapat dihuni sebelum Lebaran.

Untuk warga korban gempa yang direlokasi dari tujuh desa di dua kecamatan, Cianjur dan Cugenag, pemerintah sudah membangun 200 unit di Desa Sirnagalih, Kecamatan Cilaku dan 150 rumah di Kecamatan Mande. Hingga saat ini, baru 200 unit rumah relokasi di Kecamatan Cilaku yang sudah dihuni.

Kendalanya, rumah relokasi yang sudah mulai dihuni warga di Kecamatan Cilaku, masih terdapat kekurangan, salah satunya air bersih yang belum mengalir ke rumah-rumah. Untuk kebutuhan air bersih setiap harinya terutama selama puasa, warga memanfaatkan toren air milik pengembang.

"Kami diminta segera mengisi rumah yang menjadi jatah kami karena direlokasi dari kampung asal. Namun sejak pindah ke rumah relokasi, dua ratusan warga tidak mendapat pasokan air sehingga harus mengambil air dari toren air di ujung perumahan," kata warga relokasi Nenden Fauziah, 37 tahun.

Warga berharap pemerintah segera mencarikan solusi atas kesulitan warga yang sudah tinggal di dalam rumah yang layak, namun tidak dilengkapi dengan pasokan air. Padahal saat ada kunjungan pejabat dari pusat, air sempat mengalir normal.

Bupati Cianjur Herman Suherman menjanjikan air bersih segera mengalir ke perumahan relokasi di Desa Sirnaglih, Kecamatan Cilaku, dengan membuat sumur bor yang akan dikelola Perumdam Cianjur karena banyak keluhan dari penghuni kesulitan air.

Pemkab Cianjur tengah menggali sumber mata air untuk disalurkan ke kawasan perumahan relokasi korban gempa di Cilaku. Kemungkinan sumur bor nantinya akan dibuat sambungan pipa pelanggan oleh Perumdam.

Pihaknya sudah menemukan titik mata airnya dan saat ini dalam proses penggalian sehingga ke depan Perumdam Cianjur akan mengelola sumur bor tersebut dengan membuat pipa sambungan ke 200 rumah relokasi.

 

Menunggu bantuan

Sebulan Lebih Pascagempa, Anak-Anak Masih Belajar dalam Tenda
Guru mengajari murid-murid korban gempa belajar di dalam tenda darurat yang dibangun di halaman sekolah di SDN Gintung, Mangunkerta, Cianjur, Jumat (23/12/2022). Lebih dari sebulan sejak musibah gempa bumi 5,2 SR sejumlah murid sekolah di Cianjur masih belajar pada tenda darurat. (merdeka.com/Arie Basuki)

Harapan bisa segera membangun rumah yang ambruk akibat gempa 5,6 magnitudo yang mengguncang Cianjur pada 21 November 2022 dari uang bantuan pemerintah memang belum terealisasi.

Menghadapi kenyataan tersebut, warga hanya bisa bersabar dan pasrah menunggu di dalam tenda dan hunian darurat. Terlebih sejak masuknya bulan puasa, duka yang dirasakan begitu dalam karena untuk pertama kali dalam hidup mereka menjalani ibadah berbuka dan sahur di dalam tenda. Menunaikan ibadah shalat tarawih pun di dalam masjid darurat beratap dan beralaskan terpal.

Sejak memasuki bulan puasa, tidak jarang warga harus mengamankan barang berharga yang ada di dalam tenda atau hunian darurat bantuan dari berbagai pihak dengan cara meninggikan permukaan. Karena, hampir setiap hari, terutama menjelang sore, langit kelabu disusul hujan turun deras hingga berjam-jam.

"Akan tetapi kami masih tetap bersyukur diberikan umur untuk menjalani puasa meski dalam kondisi penuh keterbatasan. Biasa berbuka dan sahur di ruang keluarga atau ruang makan, sekarang hanya bisa di dalam tenda bersama ratusan warga lainnya yang senasib," tutur warga korban gempa di Desa Gasol, Angga Kartiwa.

Selang satu bulan setelah gempa, kisah Angga yang mantan kepala desa, pemerintah sudah mendata rumah yang rusak di wilayah tersebut. Namun, hingga 4 bulan berselang belum ada tanda akan cair. Hanya beberapa orang yang memiliki uang tabungan yang sudah membangun kembali rumahnya.

Meski tinggal di dalam tenda dan hunian darurat, warga korban gempa di desa tersebut tetap mensyukuri nikmat hidup yang diberikan sambil menunggu pencairan bantuan dari pemerintah, agar dapat segera turun lalu membangun kembali rumah mereka yang ambruk.

Bagi warga yang sudah mendapatkan bantuan pembangunan rumah kembali dari pemerintah di Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur, langsung memilih aplikator atau jasa pembuatan rumah profesional yang ditunjuk pemerintah dengan konstruksi gempa agar cepat dapat dihuni.

Meski hanya berukuran 6X6 meter atau seluas 36 meter persegi dengan dua kamar, satu kamar mandi, ruang tamu, dan dapur, dari 200 penerima bantuan sebagian sudah dapat kembali meski hanya mengandalkan alat rumah tangga pemberian dari donor berbagai kalangan.

 

Separuh yang Sudah Pasti Dapat Bantuan

Sebulan Lebih Pascagempa, Anak-Anak Masih Belajar dalam Tenda
Guru mengajari murid-murid korban gempa belajar di dalam tenda darurat yang dibangun di halaman sekolah di SDN Gintung, Mangunkerta, Cianjur, Jumat (23/12/2022). Lebih dari sebulan sejak musibah gempa bumi 5,2 SR sejumlah murid sekolah di Cianjur masih belajar pada tenda darurat. (merdeka.com/Arie Basuki)

Kepala Desa Nagrak, Hendi Saepul Maladi, mengatakan data yang diajukan ke Pemerintah Pusat, jumlah rumah rusak akibat gempa sebanyak 4.086, namun baru masuk 2.019 yang sudah pasti menerima bantuan dengan tanda sudah menerima buku tabungan.

"Untuk 200 warga yang sudah menerima terlebih dahulu sebagian besar menunjuk aplikator resmi dari pemerintah. Rumah dibangun dengan konstruksi tahan gempa, sedangkan sebagian kecil membangun secara mandiri," kata Hendi.

Pihaknya berharap pemerintah daerah dapat membantu warga korban gempa dengan meminta percepatan pencairan ke Pemerintah Pusat melalui bank yang sudah ditunjuk. Ia menilai bank yang ditunjuk masih lamban dalam pengolahan data penerima sehingga perlu jemput bola dengan turun langsung ke desa terdampak.

Bupati Cianjur, Herman Suherman, mengatakan sudah membuat surat keputusan bagi 57 ribu korban gempa Cianjur yang sudah diserahkan ke Pemerintah Pusat melalui BNPB sebagai penerima bantuan tahap I dan II, sedangkan sisanya masuk dalam pencairan tahap III dan IV.

"Kami menjamin seluruh korban gempa Cianjur yang rumahnya rusak, ringan, sedang, dan berat akan mendapatkan bantuan dari Pemerintah Pusat, namun kami meminta mereka yang sudah mendapatkan dapat memilih pembangunan secara mandiri, melalui aplikator resmi atau TNI," katanya.

Masih panjangnya pendataan dan pencairan bantuan dari pemerintah untuk korban gempa Cianjur, seharusnya disikapi pemerintah daerah dengan mencarikan solusi lain, misalnya, dengan mengganti perbankan yang lamban memproses setiap data rumah yang masuk.

Juga perlu memberi program hunian sementara bagi warga yang masih tinggal di dalam tenda komunal yang jumlahnya sekitar 45 ribu jiwa yang tersebar di empat kecamatan terdampak parah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya