Liputan6.com, Jeddah - Tim kesehatan haji Indonesia siap memberikan pelayanan kepada jemaah yang membutuhkan setibanya di Bandara King Abdulaziz Internasional Airport (KAIA), Jeddah.
Mereka siaga 24 jam nonstop di pos kesehatan Indonesia yang dilengkapi fasilitas medis dan obat-obatan untuk pertolongan pertama pada jemaah haji.
Baca Juga
"Tim kami terdiri dari tiga dokter dan sembilan perawat yang dibagi menjadi tim-tim. Masing-masing tim terdiri dari 1 dokter dan 3 perawat yang berjaga bergantian selama 24 jam," kata Ane Dwi Sari, dokter jaga di Pos Kesehatan Bandara yang ada di Gate B-2 Terminal Haji Bandara KAIA, Jeddah.
Advertisement
Pos Kesehatan Bandara mulai beroperasi sejak hari pertama kedatangan jemaah haji Indonesia gelombang kedua, Kamis 8 Juni 2023 lalu. Layanan kesehatan yang diberikan di pos ini berupa tindakan medis darurat.
"Kami sediakan layanan untuk tindakan darurat, seperti: pemeriksaan fisik, pemasangan infus, dan perawatan standar Instalasi Gawat Darurat (IGD). Tapi tak bisa sampai cek lab, hanya tindakan awal, seperti respons darurat saja," kata lulusan spesialis kedokteran penerbangan ini.
Untuk jemaah yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut, petugas kesehatan Bandara akan mengeluarkan surat rujukan ke Rumah Sakit Arab Saudi (RSAS) atau ke Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di Makkah.
Ada banyak pilihan RSAS yang bisa dijadikan rujukan. Namun yang diutamakan adalah dirujuk ke KKHI Makkah atau RSAS terdekat dari Bandara Jeddah.
"Ada beberapa jemaah haji yang sudah kita rujuk ke KKHI dan satu orang dirujuk ke RSAS karena gangguan jantung dan paru-paru bermasalah," ujar Ane.
Selain tim medis, obat-obatan, dan peralatan medis yang memadai, di pos kesehatan haji Indonesia juga tersedia 3 unit bed, 2 kursi roda, dan 1 unit mobil golf untuk mobilisasi antar-jemput jemaah yang sakit.
Sebagai informasi, fase kedatangan jemaah haji Indonesia gelombang kedua di Bandara Jeddah telah berlangsung sejak Kamis, 8 Juni 2023. Mereka akan langsung didorong ke Makkah untuk menjalankan ibadah umrah dan haji.
Berdasarkan data Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kementerian Agama per Sabtu (10/6/2023) pukul 17.41 WAS, tercatat sudah ada 308 kelompok terbang (Kloter) dengan total 117.005 jemaah yang tiba di Tanah Suci. Dari angka tersebut, 35.383 di antaranya adalah jemaah haji lansia.
Total jemaah yang sudah datang di Tanah Suci tersebut terdiri dari 263 kloter dengan 100.002 jemaah mendarat di Bandara Madinah (gelombang satu), dan 45 kloter dengan 17.003 jemaah mendarat dj Bandara Jeddah (gelombang dua).
Infeksi Paru-Paru dan Pikun, Dua Kondisi Kesehatan yang Paling Banyak Dialami Jemaah Haji Lansia Indonesia
Dokter Spesialis Penyakit Dalam dr Arfik Setyaningsih Sp.PD yang bertugas di KKHI Makkah menyampaikan, perubahan imunitas jemaah haji lansia bisa dipengaruhi oleh penuaan, banyaknya penyakit kronis atau penyakit penyerta serta faktor eksternal seperti stres, kelelahan, dehidrasi, dan penyesuaian iklim.
Hal tersebut menyebabkan jemaah haji lansia di Arab Saudi rentan terkena penyakit, salah satunya infeksi paru-paru. Diketahui, hingga saat ini penyakit infeksi paru menjadi penyebab terbanyak jemaah haji menjalani rawat inap di KKHI Makkah.
Selain itu, Arfik juga menyampaikan, penyakit kronis yang sudah diderita jemaah haji lansia seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit paru kronis, penyakit jantung, stroke, pikun/demensia, bisa memperburuk kondisi lansia yang mengalami infeksi paru.
"Penanganan infeksi paru pada lansia, dokter geriatri akan berkolaborasi dengan dokter spesialis paru, dan dokter spesialis lainnya jika ada penyakit kronis lain untuk menetapkan tujuan terapi kepada pasien tersebut. Contohnya saat terjadi infeksi paru-paru maka akan kami berikan antibiotik, obat batuk, oksigenasi, dan lain-lain," jelas Arfik.
Gejala Infeksi Paru Tidak Spesifik
Lebih lanjut Arfik menjelaskan, gejala infeksi paru pada lansia tidak spesifik berupa batuk karena masalah perubahan imunitas. Pada lansia keluhan umumnya dapat diawali dengan penurunan nafsu makan, lemas, kurang energik, tidak mau berinteraksi atau menyendiri, sering jatuh, rasa dingin, gangguan kencing, nafas terasa berat, mudah lelah, mendadak lupa bahkan penurunan kesadaran.
“Beberapa pasien lansia yang kami rawat tidak selalu batuk namun hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien terkena infeksi paru-paru,” ucap Arfik.
Selain itu, Arfik juga menyampaikan, penyakit kronis yang sudah diderita jemaah haji lansia seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit paru kronis, penyakit jantung, stroke, pikun/demensia, bisa memperburuk kondisi lansia yang mengalami infeksi paru.
"Penanganan infeksi paru pada lansia, dokter geriatri akan berkolaborasi dengan dokter spesialis paru, dan dokter spesialis lainnya jika ada penyakit kronis lain untuk menetapkan tujuan terapi kepada pasien tersebut. Contohnya saat terjadi infeksi paru-paru maka akan kami berikan antibiotik, obat batuk, oksigenasi, dan lain-lain," jelas Arfik.
Pikun atau Penurunan Daya Ingat
Selain infeksi paru, jemaah haji lansia juga kerap menderita pikun atau penurunan daya ingat, kata Arfik. Kondisi ini sering membuat jemaah haji lansia gelisah, marah-marah hingga mengamuk, tersesat, gangguan tidur, dan ada pula yang menjadi pendiam, menyendiri, serta kebingungan.
“Selain infeksi paru, banyak ditemui kasus jemaah Lansia pikun di Tanah Suci dimana sebelumnya di Tanah Air tidak mengalami hal ini. Gangguan pikun akut yang dialami jemaah haji, dalam bahasa medis dikenal dengan istilah delirium,” tutur Arfik.
Demensia
Ada juga kondisi yang sifatnya kronis yang lebih dikenal dengan istilah demensia. Biasanya penyakit ini sudah lama diidap pasien namun sering tidak dikenali gejalanya oleh keluarga maupun tenaga Kesehatan. Perburukan kondisi sering dialami jemaah haji saat sudah tiba di Tanah Suci.
Dikatakan Arfik, kondisi penurunan daya ingat disebabkan karena jemaah Lansia mengalami disorientasi atau gangguan penyesuaian yang bisa disebabkan oleh perbedaan cuaca yang ekstrim, suasanan pesawat terbang, hotel, masjid dan lingkungan di Tanah Suci, dan orang sekitar seperti tidak adanya pendampingan dari keluarga, gagal adaptasi dengan rombongan kloter.
Advertisement