Inisiatif Ubah Sampah Sungai Ciliwung Jadi Listrik dengan Teknologi Peuyeumisasi

Siapa sangka permasalahan sampah di Sungai Ciliwung kini memiliki titik terang?

oleh Dinny Mutiah diperbarui 29 Jun 2020, 22:03 WIB
Diterbitkan 29 Jun 2020, 22:03 WIB
Inisiatif Ubah Sampah Sungai Ciliwung Jadi Listrik dengan Teknologi Peuyeumisasi
Alat pengubah sampah Sungai Ciliwung jadi briket untuk sumber listrik. (dok. GCB/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah kegelapan menangani sampah di Sungai Ciliwung, ada secercah harapan. Gerakan Ciliwung Bersih (GCB) baru-baru ini menginisiasi program pengolahan sampah sungai menjadi sumber energi alternatif yang disebut Tempat Olahan Sampah Sungai Gerakan Ciliwung Bersih (TOSS-CGB).

Sampah sungai diubah menjadi pelet atau briket. Briket bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar sehari-hari sebagai pengganti minyak tanah bahkan LPG. Namun, program ini dirancang khusus untuk mengolah sampah sungai menjadi listrik yang ditujukan bagi masyarakat di sepanjang aliran Sungai Ciliwung.

Produk akhirnya adalah syntetic gas (syngas) yang mampu menjadi substitusi bahan bakar untuk genset/diesel. Listrik yang dihasilkan dari unit instalasi TOSS-GCB ini akan digunakan mengoperasikan mesin pompa dan penjernihan air sungai sehingga laik untuk kebutuhan Mandi, Cuci, Kakus (MCK).

Sasaran utama dari program ini adalah upaya meningkatkan kualitas air sungai dan mengembalikan fungsi sungai sebagai bahan baku air bersih. Diharapkan, setiap lokasi Komunitas Peduli Ciliwung mereplikasi program tersebut sehingga masyarakat sekitar sungai bisa memiliki fasilitas MCK sekaligus mengurangi tumpukan sampah.

Menurut Ketua GCB, Peni Susanti, Sungai Ciliwung telah lama dimanfaatkan sebagai bahan baku air minum. Namun, Sungai Ciliwung yang diharapkan mampu menjadi salah satu simbol dan etalase kota Jakarta telah tercemar oleh sampah, baik plastik, domestik rumah tangga, dan juga biomassa.

Ia berharap, seluruh stakeholders di sepanjang aliran Sungai Ciliwung mengembalikan fungsi sungai sebagai sumber air bersih. "Dengan berkurangnya sampah yang masuk Sungai, maka pemulihan air sungai sebagai bahan baku air bersih akan menjadi lebih cepat. Bahkan, masyarakat sepanjang sungai juga akan mendapat manfaat dari air bersih yang berasal dari Sungai yang telah dijernihkan menggunakan energi yang berasal dari sampah sungai itu sendiri," ujar Peni dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Senin (29/6/2020).

Tak hanya Gerakan Ciliwung Bersih yang terlibat, program itu juga berkolaborasi dengan beragam pihak, meliputi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemprov DKI, PT Indonesia Power, PDAM DKI Jakarta, Indofood, serta startup company di bidang supply-value chain energi baru dan terbarukan bernama comestoarra.com. Program itu diresmikan oleh Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, M.R. Karliansyah pada 27 Juni 2020.

"Diharapkan dengan semakin banyaknya TOSS di sepanjang Sungai Ciliwung, masyarakat dapat lebih teredukasi untuk menjaga kebersihan sungai. Jika ada sampah yang terkumpul, dapat diolah menjadi hal-hal yang memberikan nilai tambah kepada masyarakat. Sekaligus akan mengurangi sampah-sampah tersebut mengalir ke laut," kata Head of Corporate Communications Division PT Indofood Sukses Makmur Tbk Stefanus Indrayana.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Teknologi Peuyeumisasi

Inisiatif Ubah Sampah Sungai Ciliwung Jadi Listrik dengan Teknologi Peuyeumisasi
Tempat Olahan Sampah Sungai Gerakan Ciliwung Bersih. (dok. GCB/Dinny Mutiah)

TOSS-GCB adalah konsep pengolahan sampah rumah tangga dan biomassa berbasis komunitas yang digagas oleh Supriadi Legino dengan menggunakan teknologi peuyeumisasi (biodrying) hasil karya inovasi Sonny Djatnika Sundadjaja. Proses TOSS-GCB dimulai dengan memasukkan sampah ke dalam box bambu berukuran 2x1,25 x1,25 m3 (setara dengan 1 ton sampah) tanpa perlu pemilahan yang merepotkan.

Sampah dalam bambu tersebut kemudian disiram dengan bioaktivator yang akan membuat sampah menyusut hingga 50 persen dan mengering dengan tingkat kelembaban di bawah 20 persen dalam waktu tujuh hari. Selanjutnya, sampah yang telah melalui proses peuyeumisasi tersebut siap untuk dijadikan bahan baku energi berupa briket/pelet dengan nilai kalori setara dengan batu bara.

Supriadi mengatakan bahwa briket/pelet adalah produk batu bara nabati yang dapat digunakan sebagai bahan baku campuran batu bara dalam industri, terutama kaitannya dengan pembangkit listrik. Saat ini, PLN sudah menerbitkan peraturan direksi untuk penggunaan biomasa sebagai cofiring pada pembangkit listrik tenaga uap dengan persyaratan teknik dan lingkungan yang ditentukan.

Sambil menunggu keluarnya aturan trading briket/pelet dari pemerintah, briket/pelet TOSS-GCB dapat digunakan untuk oleh masyarakat setempat melalui KPC dengan mengkonversi menjadi syngas melalui proses gasifikasi. Supriadi menekankan bahwa syngas mampu menjadi substitusi bensin pada genset atau solar pada mesin disel, dan listriknya bisa untuk menjernihkan air untuk keperluan MCK dan kebutuhan lain berbasis listrik.

Peni dan Supriadi berharap agar program TOSS-GCB mampu direplikasi oleh seluruh komunitas di sepanjang aliran Sungai Ciliwung dengan dukungan penuh dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, serta Badan Usaha. Dalam pengembangannya, TOSS-GCB akan dilengkapi dengan instalasi hybrid renewable energy dengan cara mengombinasikan Diesel/Genset Gasfikasi berbahan bakar briket/pelet sampah dengan panel surya, turbin angin, dan mikro hyrdro.

Listrik sebagai produk TOSS GCB merupakan bonus atas upaya seluruh stakeholders dalam menjadi solusi permasalahan sungai, khususnya di Ciliwung. Selanjutnya, unit TOSS GCB yang terletak di Jalan Penjernihan I, Karet Tengsin, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10250, akan dijadikan tempat pelatihan dan wisata lingkungan di mana kegiatan perdananya akan dimulai awal Juli 2020 dengan prioritas untuk para penggiat KPC.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya