Liputan6.com, Jakarta - Warisan budaya dan tradisi Yogyakarta tak lengkap jika tak ada jamu. Pengalaman menikmati jamu menjadi hal yang wajib dicoba bagi siapa pun yang berkunjung ke kota yang penuh kehangatan ini.
Aktris Ayudia Bing Slamet ternyata merupakan seorang penggemar berat jamu. Kala berkunjung ke Jogja bersama anaknya, Dia Sekala Bumi, Ayudia mengunjungi salah satu kedai jamu paling legendaris di Jogja. Sang suami, Ditto, tak ikut lantaran sedang ke Amerika Serikat.
Baca Juga
Kedai jamu itu ialah Jamu Ginggang yang terletak di Jl. Masjid No. 32 Pakualaman, Yogyakarta. Pada Senin, 22 Mei 2023, Ayudia membagikan beberapa foto dan video saat mencicipi Jamu Ginggang melalui akun Instagramnya.
Advertisement
"Sebagai pengabdi jamu aku senang sekali bisa ke sini," tulis aktris berumur 32 tahun itu di Instagram story sambil memperlihatkan pelayan yang menuangkan jamu berwarna kuning ke sebuah gelas.
Ayudia kemudian terlihat mengaduk-ngaduk gelas yang tampaknya merupakan jamu kunyit asam dengan es itu. "Uenak pol," tulisnya.
Dari potret yang dibagikannya, kedai legendaris itu tampak tua dengan ubin tegel berwarna merah, cat tembok berwarna putih gading, serta meja dan kursi kayu yang tersusun rapi. Tampak pula menu yang ditulis di papan menggantung. Terjual aneka jamu, minuman dingin, dan jamu telor dengan kisaran harga Rp5.000 hingga Rp20.000.
Ayudia mengatakan bahwa ini adalah salah satu kedai jamu tertua. "One of the oldest jamu hut in Jogja," tulisnya memperlihatkan interior bangunan kedai itu.
Minum Jamu Sejak Kecil
Mengenakan baju bernuansa monokrom dari LULU LUTFI LABIBI, celana kargo hitam dan sneakers putih, Ayudia tampak berpose dengan santai sambil meminum segelas Jamu Ginggang. Dalam caption unggahannya tersebut, penulis buku Teman Tapi Menikah itu mengungkapkan sebuah fakta jamu yang baru ia ketahui setelah berkunjung dari Jamu Ginggang.
"Hari ini saya baru mengetahui bahwa djamoe adalah singkatan dari ‘djampi oesodo’... Saya telah meminum minuman ajaib sejak kecil dan akan terus menikmatinya sampai kapan pun~"
Ternyata, banyak warganet di kolom komentar yang juga baru mengetahui singkatan jamu. "Wah baru tau juga, 'jampi' si paham, tapi 'oesodo' nya itu apa ya," tulis salah seorang warganet.
Ayudia kemudian membalas komentar tersebut, "‘oesodo’ = kesehatan, jadi djampi oesodo (ramuan/doa untuk kesehatan) laffff yaaaaa…"
Beberapa warganet juga mengatakan bahwa Jamu Ginggang menjadi salah satu kedai favoritnya di Yogyakarta. "waaaaaah ini langganan sejak ada aki aku kak ayu, terus dulu aki sering ajak bapakku, turun-temurun bapakku ngajak aku, sekarang aku yang doyan kesini😍😍," tulis seorang warganet.
Advertisement
Warung Jamu Legendaris Yogyakarta
Yang lain berkomentar, "Jamu kesukaan akuu jugaaaa klo ke jogja, kencur pake es hehehhe laaf banget." Warganet lain menulis, "Ini favorit banget selama tinggal di Jogja dan jalan2 ke Jogja."
Tak mengherankan karena warung Jamu Ginggang yang berada di Pakualaman Yogyakarta ini telah dipegang oleh generasi keenam dan sudah merambah ke penjualan secara daring. Berada di sebelah barat Istana Kadipaten Puro Pakualaman, konsep kafe sejak 1950 lalu masih dilestarikan sampai kini seperti zaman dulu.
Ike Yulita Astiani generasi kelima pengelola Jamu Ginggang menyampaikan bahwa pada 1930-an, Mbah Joyo Tan Ginggang membuka jamu yang dibuat hanya eplek-eplek di depan warung kini. Saat itu, ia mendapat izin dari Kadipaten untuk menjual ke umum.
Warung jamu ini menyediakan ragam jamu, mulai dari jamu beras kencur, kunyit asem, parem, pahitan, jamu sehat laki-laki, jamu pegel laki-laki, galian putri, galian singset serta jamu terlambat bulan. Hingga kini, Jamu Ginggang mampu mempertahankan eksistensinya dan menjadi salah satu favorit jamu tradisional yang banyak diminati warga.
Tersedia Secara Daring di Jakarta
Ike menjelaskan bahwa Jamu Ginggang tak menggunakan bahan pengawet dan pemanis buatan. Ia menyebut pembuatan jamu murni memakai gula pasir dan gula merah.
Selama pandemi, dampak positif diperoleh sejak adanya imbauan dari Presiden RI Joko Widodo untuk minum empon-empon seperti kunyit asem, beras kencur, dan temulawak. Sejak itu, dikatakan Ike, masyarakat banyak berdatangan ke warung jamu itu. Bahkan ada jamu bernama jamu corona, yang merupakan campuran beras kencur, kunyit asem, dan temulawak. Warungnya bisa menjual 100--200 gelar sehari selama pandemi.
Berawal dari meracik jamu untuk Kanjeng Sinuwun Paku Alam VII, jamu Ginggang terus dikenal dan tetap otentik hingga generasi keenam. Generasi keenam Jamu Ginggang pun berinisiatif memperkenalkan cita rasa jamu tradisional asli Yogyakarta ke kota Jakarta.
Kini, masyarakat Jakarta yang ingin menikmati Jamu Ginggang tidak perlu jauh-jauh ke Jogja dan dapat memesan Jamu Ginggang secara daring melalui Instagram @jamuginggang.jkt. Terdapat empat menu jamu yang dijual dalam kemasan botol 250 ml. Beras kencur, kunir asam, dan mpon-mpon dijual seharga Rp18.000, sementara jamu temulawak dijual seharga Rp15.000.
Advertisement