Liputan6.com, Jakarta - Indonesia sebagai negara kepulauan punya potensi pengembangan wisata bahari yang amat besar.. Pariwisata bahari merupakan sektor vital yang menumbuhkan perekonomian di berbagai negara, khususnya di negara kepulauan seperti Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan wisata bahari berkelanjutan dan jangan terlalu mengobral murah melalui beberapa strategi di antarannya manajemen pengelolaan wisata bahari, regulasi lintas sektoral dan strategi manajemen ekonomi.
Menurut Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Vinsensius Jemadu dalam keterangan tertulisnya pada Liputan6.com, Jumat, 17 November 2023, pengembangan iwisata bahari berkelanjutan didukung perubahaan paradigma dalam pembangunan pariwisata oleh Pemerintah, bila dalam RPJMN 2015-2019 roadmap pariwisata berorientasi pada jumlah kedatangan wisatawan (kuantitas), maka dalam RPJMN 2020-2024 lebih menitikberatkan pada pariwisata berkelanjutan atau quality tourism experience dan sustainbilty tourism (kualitas).
Baca Juga
Harapannya pariwisata Indonesia dalam jangka panjang di tahun 2030 sudah dapat menjadi World-Class Integrated and Sustainable Tourism Growth Destination.
Advertisement
"Pengembangan pariwisata bahari Indonesia kedepannya tidak lagi fokus mengejar target jumlah kunjungan wisatawan atau kuantitas, melainkan mendorong pariwisata berkualitas dan berkelanjutan. Wisata bahari berkelanjutan adalah pengembangan konsep berwisata yang dapat memberikan dampak positif dalam jangka panjang baik dari sisi peduli lingkungan, sosial, budaya, hingga ekonomi berkelanjutan," terang Vinsensius Jemadu atau yang akrab disapa Vinsen ini.
Hal tersebut diwujudkan dengan melibatkan semua pihak berperan aktif, baik pengelola, masyarakat lokal, hingga wisatawan. Salah satu permasalahan pariwisata di Indonesia adalah pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup akibat sampah plastik dari kegiatan wisata bahari.
"Oleh karena itu, Pemerintah telah mengeluarkan Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut Tahun 2018 - 2025, sebagaimana telah ditetapkan dengan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut," jelas Vinsen.
Untuk mendukung hal tersebut telah dikeluarkan Peraturan Menparekraf Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah Plastik di Destinasi Wisata Bahari sehingga diharapkan pengelola destinasi wisata bahari bertanggung jawab terhadap pengelolaan sampah plastik terintegrasi dengan sistem pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah, kementerian/lembaga, serta pengusaha pariwisata.
Pengelolaan Sampah di Lokasi Wisata Bahari
"Semua pihak harus berkontribusi dalam pengelolaan sampah di wisata bahari berdasarkan kondisi konservasi, atraksi wisata bahari dan kesesuaian dengan kearifan lokal daerah, serta menumbuhan kedisiplinan dalam pengelolaan sampah di lokasi wisata Bahari," tutur Vinsen.
"Semua pihak harus berkontribusi dalam pengelolaan sampah di wisata bahari berdasarkan kondisi konservasi, atraksi wisata bahari dan kesesuaian dengan kearifan lokal daerah, serta menumbuhan kedisiplinan dalam pengelolaan sampah di lokasi wisata bahari,” tutur Vinsen.
Sementara itu menurut organisasi konservasi independen World Wide Fund for Nature atau WWF Indonesia, telah menyusun panduan praktik wisata bahari bertanggung jawab bagi wisatawan dan operator wisata.
Terkait cara berwisata bahari yang baik dan ramah lingkungan dari sisi wisatawan adalah:
- Wisatawan dapat memilih operator wisata yang ramah lingkungan
- Menjaga barang bawaan dan bertanggung jawab terhadap sampah yang dibawa, seperti dengan membawa tumbler atau botol minum, memilah sampah, serta tidak membuang sampah sembarangan
- Mematuhi "code of conduct" pada saat berwisata di kawasan konservasi ataupun destinasi wisata bahari khusunya yang berkaitan dengan interaksi wisata bahari dengan biota laut
- Memberikan contoh dari perilaku yang sopan serta mudah dipahami kepada masyarakat setempat.
Advertisement
Dampak Overtourism Terhadap Wisata Bahari
Menurut Ratih Permitas Syuri selaku Marine Tourism Specialist WWF Indonesia, pembatasan pengunjung di wisata bahari perlu dilakukan agar tidak terjadi masstourism dan overtourism.
"Masstourism akan berdampak negatif bagi ekosistem seperti tingginya potensi atau risiko kerusakan pada ekosistem tersebut, sehingga perlu adanya daya dukung kawasan wisata untuk melihat jumlah kapasitas dari pengunjung setiap harinya,” terang Ratih Permitas Syuri pada Liputan6.com, Jumat, 17 November 2023.
Dalam hal ini, pembatasan pengunjung tersebut dilakukan dari hasil perhitungan daya dukung kawasan wisata maupun di kawasan konservasi perairan. Hal ini menjadi poin penting untuk mencegah degradasi lingkungan terutama pencegahan interaksi wisata bahari dengan biota laut yang berpotensi merusak habitatnya.
Ratih menambahkan, potensi wisata bahari Indonesia saat ini punya daya tarik tinggi bagi wisatawan khususnya dengan mendukung keberlanjutan suatu destinasi wisata. Keunggulan pada setiap destinasi memiliki perbedaan dan ciri khas masing-masing dengan menunjukkan potensial sumber daya alam beserta keterlibatan masyarakatnya yang mendorong destinasi tersebut menjadi lebih maju.
"Begitu pula perbaikan-perbaikan yng didefinisikan sebagai acuan capaian keberlanjutan suatu destinasi seperti dengan melengkapi kebutuhan standar wisata 5A (Access, accomodation, attraction, activities, dan amenities). Hal ini berhubungan pula dengan konsep keberlanjutan suatu destinasi yang melibatkan pelaku usaha, governance, masyarakat dan pemnagku kepentingan guna mencapai destinasi wisata bahari yang berkelanjutan," tuturnya.
Pembatasan Pengunjung Wisata Bahari
Pendapat hampir senada juga dikemukakan pengamat pariwisata Nyoman Sukma Arida. Potensi wisata bahari memang sangat besar baik di bagian pantai yang sangat besar dan kekayaan alam di bawah laut yang seperti tidak ada habisnya untuk dieksplorasi. Namun yang harus diperhatikan oleh pengelola wisata bahari di Indonesia menurut dosen di Universitas Udayana Bali adalah jangan sampai kegiatan wisata merusak alam sekitar.
Untuk itu, perlu adanya pembatasan pengunjung agar destinasi wisata yang ada bisa terpelihara dengan lebih baik dan tidak mudah rusak karena terlalu banyak pergerakan dan aktivitas.
"Sebaiknya memang ada pembatasan agar tidak terjadi overtourism. Selain bisa lebih menjaga alam, pembatasan juga membuat wisatawan lebih nyaman kalau pengunjung tidak terlalku banyak. Hal ini sudah dilakukan di beberapa tempat wisata alam. Di Jepang misalnya, pendakian Gunung Fuji itu setahu saya dibatasi walaupun banyak wisatawan yang ingin melakukan pendakian. Mestinya itu bisa diterapkan juga di Indonesia," kata Nyoman pada Liputan6.com, Kamis, 16 November 2023.
Advertisement
Wisatawan Harus Patuhi Aturan
"Sayangnya pembatasan seperti ini masih jarang diterapkan di Indonesia padahal punya dampak positif yang bisa membuat tempat wisata lebih sustainable. Karena itu pengelola tempat wisata Bahari ini harus bisa membatasi pengunjung, walaupun pengunjung tidak terlalu banyak tapi kualitas tetap terjaga sekaligus lebih menghemat biaya perawatan yang tentunya akan lebih besar kalau terjadi kerusakan,” sambungnya.
Selain itu para wisatawan juga harus lebih disiplin selama berwisata dengan mematuhi berbagai aturan yang ada. Contohnya tidak merusak alam sekitar seperti terumbu karang kalau mereka menyelam dan tidak membuang sampah sembarangan.
"Biasanya wisman bisa mentaati aturan-aturan yang ada, tapi wisatawan lokal justru masih ada yang tidak taat aturan. Jadi kalau bisa jangan buang sampah di sembarang tempat, bahkan banyak juga yang membawa kantong sampah sendiri selama berwisata sebelum dibuang ke tempat saat pulang," ujarnya.
Nyoman mengakui potensi wisata bahari Indonesia sangat besar bahkan termasuk paling favorit di dunia, tapi hal itu jangan sampai membuat pengelola berlomba-lomba untuk mendatagkan wisatawan sebanyak-banyaknya. "Potensi itu justru harus kita manfaatkan dengan baik bijak, jangan sampai mengutamakan kuantitas tapi kualitas agar habitat wisata bahari tetap terjaga dan lebih berkelanjutan," pungkasnya.