Liputan6.com, Jakarta - Perang Israel di Gaza yang kini memasuki hari ke-312 telah menewaskan sedikitnya 39.897 warga Palestina yang sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, serta melukai lebih dari 92.152 lainnya. Lebih dari 10.000 orang diperkirakan terkubur di bawah reruntuhan bangunan yang dibom.
Melansir dari laman TRT World, Selasa (13/8/2024), konflik yang berkepanjangan ini telah menyebabkan penderitaan luar biasa bagi warga Palestina dan memicu kecaman internasional. PBB telah menyoroti sifat ekstensif pengusiran militer Israel di Gaza yang terkepung, dengan mengatakan bahwa pengusiran tersebut mencakup hampir 84 persen wilayah kantong tersebut.
Baca Juga
Mengutip Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), wakil juru bicara Farhan Haq menyatakan dalam konferensi pers bahwa pengeboman dan permusuhan Israel yang sedang berlangsung di Gaza terus membunuh, melukai, dan menggusur warga Palestina – serta merusak dan menghancurkan rumah dan infrastruktur yang mereka andalkan.
Advertisement
Haq menambahkan, dua perintah evakuasi dikeluarkan oleh tentara Israel selama akhir pekan untuk Khan Younis, sebagian besar untuk wilayah yang sebelumnya telah dievakuasi. Perintah tersebut telah memengaruhi sekitar 23 lokasi pengungsian, 14 fasilitas air, sanitasi, dan kebersihan, serta empat fasilitas pendidikan.
Secara total, sekitar 305 kilometer persegi, atau hampir 84 persen dari Jalur Gaza, telah dievakuasi oleh militer Israel, katanya. Krisis kemanusiaan yang semakin memburuk ini telah menarik perhatian dan kritik dari berbagai pihak di seluruh dunia.
Kritik Pembantaian Israel di Gaza
Nasima Razmyar, wakil ketua Partai Sosial Demokrat Finlandia (SDP) dan anggota parlemen, telah mengkritik tajam penanganan negara Nordik itu terhadap pembantaian Israel di Gaza. Razmyar pun menuduh Helsinki hanya berbasa-basi tanpa melakukan tindakan yang berarti, seperti yang dilaporkan media lokal.
Razmyar mengungkapkan rasa frustrasi yang mendalam atas kekejaman yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina dan ketidakpedulian masyarakat internasional. "Korban perang Gaza yang tak ada habisnya sulit diungkapkan dengan kata-kata. Kita menjadi tidak peka terhadap berita utama yang terus-menerus, yang hanya menumbuhkan sinisme," ungkapnya.
"Penderitaan manusia, kelaparan, abu kota-kota yang dibom—semua ini sulit dijelaskan karena semuanya selalu ada selama perang," katanya lagi seperti dikutip oleh surat kabar daring harian nasional, Helsinki Times. Lebih lanjut politikus itu mencatat bahwa meskipun Mahkamah Internasional (ICJ) menyerukan gencatan senjata dan menyatakan pendudukan wilayah Palestina ilegal, pembantaian terhadap warga Palestina terus berlanjut.
Advertisement
Kebohongan Pemimpin Israel
Kritik ini menggambarkan rasa frustrasi yang meluas terhadap kegagalan masyarakat internasional dalam menghentikan kekerasan dan mengakhiri penderitaan warga Palestina. Di tengah situasi yang semakin memburuk, menurut kelompok perlawanan Palestina Hamas, pengakuan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menegaskan kebohongan dan keteguhan hatinya.
Ia sempat menyatakan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu adalah orang yang menciptakan hambatan untuk mencapai gencatan senjata di Gaza. Dalam sebuah pernyataan, anggota biro politik Hamas Izzat al-Rishq mengatakan apa yang dikatakan Gallant menegaskan apa yang selalu pihaknya katakan.
"Bahwa Netanyahu berbohong kepada dunia dan keluarga para tahanan (Israel) (di Gaza). Ia menambahkan bahwa Netanyahu tidak ingin mencapai kesepakatan dan yang ia pedulikan hanyalah kelanjutan dan perluasan perang," sebutnya.
Al-Rishq mencatat bahwa fleksibilitas dan respons positif Hamas terhadap usulan gencatan senjata. Ini termasuk seruan Presiden AS Joe Biden untuk gencatan senjata Mei lalu, berbenturan dengan sikap keras kepala Netanyahu.
Perundingan Genjatan Senjata Telah Dijadwalkan
Netanyahu juga menghindar dari kewajiban untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran tahanan. Ia mendesak masyarakat internasional untuk memberikan tekanan kepada Netanyahu dan pemerintahannya untuk menghentikan agresi dan perang genosida serta mencapai kesepakatan pertukaran.
Panggilan ini mencerminkan urgensi yang dirasakan oleh banyak pihak untuk menemukan solusi damai dan mengakhiri penderitaan yang tak terhitung jumlahnya di Gaza. Dalam menghadapi tragedi yang terus berlangsung ini, masyarakat internasional dihadapkan pada tantangan besar untuk menekan pihak-pihak yang terlibat agar mencapai kesepakatan damai.
Penderitaan warga Palestina yang terus berlanjut menuntut perhatian dan tindakan segera agar krisis kemanusiaan ini dapat diakhiri dan perdamaian yang berkelanjutan dapat tercapai. Perundingan gencatan senjata Hamas dan Israel terbaru dijadwalkan akan berlangsung pada Kamis, 15 Agustus 2024.
Sementara itu, Israel telah menyatakan hari itu akan menjadi momen "now or never" untuk mencapai kesepakatan. Hamas menyatakan perundingan gencatan senjata dengan Israel atas perang di Jalur Gaza harus didasarkan pada proposal yang sudah diajukan oleh Presiden Amerika Serikat Joe Biden.
Advertisement