Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 115 Tahun 2024 per Kamis, 10 Oktober 2024, tentang Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan (RIPK) periode 2025--2045. Perpes ini menetapkan visi "Indonesia bahagia berlandaskan keanekaragaman budaya yang mencerdaskan, mendamaikan, dan menyejahterakan."
Dalam perwujudannya, RPIK disebut mengusung tujuh misi utama yang salah satunya ingin memanfaatkan kekayaan budaya untuk meningkatkan posisi Indonesia di dunia internasional, terutama melalui diplomasi budaya. Bagaimana realisasinya?
Baca Juga
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Hilmar Farid, mengatakan bahwa selama ini, pihaknya memang telah membuat kegiatan-kegiatan kebudayaan di luar negeri. Namun setelah diteliti kembali, menurut dia, efektivitasnya sangat terbatas.
Advertisement
"Orang-orang yang datang ke kedutaan itu biasanya orang-orang yang sudah cukup bersahabat dengan Indonesia," katanya saat jumpa pers di Kantor Kemendikbudristek di bilangan Jakarta Pusat, Senin, 14 Oktober 2024. "Jadi, jangkauannya tidak luas."
Pihaknya ingin memperluas jangkauan, yang salah satunya diwujudkan melalui kehadiran Indonesia di berbagai perhelatan internasional yang signifikan. "Kita sekarang hadir di Cannes Film Festival dan Busan (International Film Festival) untuk film. Sama halnya dengan seni pertunjukan, Indonesia sekarang sudah hadir di beberapa forum," bebernya.
Menurut Hilmar, itu jadi "satu langkah untuk memastikan teman-teman yang memang punya kemampuan untuk hadir di forum-forum seperti itu." Bisa dikatakan, ia menyambung, peningkatan kehadiran Indonesia di berbagai acara internasional dalam lima tahun terakhir "sangat-sangat signifikan."
Tidak Semata Tampil, Lalu Pulang Lagi
Realisasi diplomasi budaya juga dilakukan dengan masuk ke "wilayah tertentu," sebut Hilmar. "Kami membuka diplomasi budaya yang lebih tertanggung. Jadi, jangan cuma kirim satu atau dua kelompok kesenian, main selama dua hari (di negara tertentu), lalu pulang lagi. Tidak demikian," ujar dia.
"Yang baru-baru ini kami lakukan di Suva, Fiji," ia mencontohkan. "Kami bekerja kurang lebih beberapa bulan sebelum festival berlangsung, dan melibatkan kedua belah pihak secara aktif."
Artinya, Hilmar menjelaskan, para seniman dan pelaku budaya dari Fiji diundang ke Indonesia, lalu residensi di beberapa tempat. Mereka akan melihat ekspresi budaya lokal sebelum kembali ke rumah mereka untuk kemudian menjamu para seniman dan pelaku budaya Indonesia.
"Jadi ada interaksi untuk kemudian sama-sama menghasilkan kegiatan. Dari sini kelihatan bahwa pendekatan (diplomasi budayanya) berbeda. Kalau dulu kegiatan dulu, terus kirim orang. Sekarang, kirim orang dulu, nanti lihat kemampuannya untuk mengangkat suatu (kebudayaan) bersama-sama."
Pasalnya, menurut Hilmar, kunci diplomasi budaya bukan menyodorkan sebuah kebudayaan yang akan diterima di negara sasaran diplomasi. "Akan jauh lebih produktif bila ada interaksi sejak awal," imbuhnya.
Advertisement
7 Misi Utama RIPK
Hilmar berkata, "Jadi, yang dimaknai itu bukan kemudian kebudayaan Indonesia terkenal di luar negeri. Kerja sama yang terjalin, dan dalam prosesnya, mereka akan jauh lebih apresiatif (terhadap kebudayaan Indonesia). Kalau lihat suasananya, paling tidak saya lihat foto-fotonya, vibe-nya itu sangat bagus."
Tidak hanya Fiji, ia mengatakan, pendekatan serupa terkait diplomasi budaya akan dilakukan di berbagai tempat. "Kami sudah bicara dengan Dubes (Indonesia) di Bolivia, Afrika Selatan, dan India," ucap dia.
Secara lengkap, berikut tujuh misi utama RIPK:
- Menyediakan ruang bagi keragaman ekspresi budaya, serta mendorong interaksi budaya lintas kelompok untuk memperkuat kebudayaan yang inklusif.
- Melindungi dan mengembangkan nilai, serta ekspresi budaya tradisional, sehingga kebudayaan nasional terus diperkaya oleh warisan leluhur.
- Memanfaatkan kekayaan budaya untuk meningkatkan posisi Indonesia di dunia internasional, terutama melalui diplomasi budaya.
- Menggunakan objek Pemajuan Kebudayaan sebagai sarana untuk kesejahteraan masyarakat, terutama melalui pengembangan ekonomi kreatif dan pariwisata berbasis budaya.
- Memajukan kebudayaan yang melindungi keanekaragaman hayati dan memperkuat ekosistem budaya dalam konteks keberlanjutan lingkungan.
- Mendorong reformasi kelembagaan dan penganggaran dalam mendukung Pemajuan Kebudayaan agar lebih efektif dan efisien.
- Meningkatkan peran pemerintah sebagai fasilitator dalam Pemajuan Kebudayaan, dengan memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif.
Kebijakan Kebudaan Jangka Panjang
Perpres Nomor 115 Tahun 2024 lahir dari kebutuhan akan dokumen strategis yang dapat memandu kebijakan kebudayaan dalam jangka panjang. Ini sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 32 UUD 1945 bahwa negara bertanggung jawab untuk memajukan kebudayaan nasional.
Peraturan ini juga merujuk pada UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan Peraturan Pemerintah Tahun 2021 tentang pelaksanaannya, yang menekankan pentingnya perencanaan kebudayaan yang terstruktur dan berkelanjutan. Merujuk perpres tersebut, RIPK akan dibagi jadi empat tahap selama 20 tahun ke depan:
Tahap 1
2025--2029
Penguatan Transformasi
Memperkuat ketahanan sosial, budaya, dan ekologi sebagai landasan dan modal dasar pembangunan.
Tahap 2
2030--2034
Akselerasi Transformasi
Memantapkan ketahanan sosial, budaya, dan ekologi sebagai pendorong pembangunan sosial ekonomi yang setara dan inklusif.
Tahap 3
2035--2039
Ekspansi Global
Mewujudkan ketangguhan manusia, masyarakat berserta alam dan lingkungan dalam menghadapi berbagai perubahan.
Tahap 4
2040--2045
Mewujudkan Indonesia Emas
Menjadikan Indonesia sebagai pusat peradaban dunia yang berkelanjutan
Perpres ini menggunakan Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) sebagai alat ukur capaian, dalam hal ini implementasi RIPK. Pada 2023, IPK Indonesia tercatat sebesar 57,13 poin, dan ditergetkan mencapai 68,15 poin pada 2045.
Advertisement