Liputan6.com, Jakarta - Musala An-Nur yang diduga sebagai rumah ibadah jemaah Ahmadiyah, di Jalan Bukit Duri Tanjakan Batu, RT 2 RW 3, Tebet, Jakarta Selatan dikosongkan secara paksa oleh warga sekitarnya.
Pantauan Liputan6.com, pengosongan rumah ibadah itu berlangsung sekitar pukul 11.00 WIB. Warga berkumpul di depan rumah wakaf itu dan berteriak-teriak, meminta jemaah Ahmadiyah agar keluar rumah.
Sejumlah polisi berpakaian preman maupun berseragam, juga terlihat mengamankan sekitar rumah bercat cokelat terang tersebut.
"Hei keluar, jangan datang lagi ke Bukit Duri," teriak seorang ibu yang terlihat geram kepada jemaah Ahmadiyah yang tetap melakukan salat Jumat di rumah bercat cokelat itu, Jumat (12/7/2015).
Ketua Ahmadiyah Cabang Jakarta Timur, Aryudhi, mengatakan sebenarnya rumah tersebut memang telah disegel Suku Dinas Penataan Kota Jakarta Selatan sejak Rabu 8 Juli 2015. Namun karena tidak memiliki tempat ibadah lagi, maka hari ini mereka tetap salat Jumat di tempat tersebut.
"Rabu memang sudah disegel sebenarnya. Saat itu hanya ada penunggu rumah ini, dia sudah mempertahankan agar rumah ini tidak disegel, tetapi akhirnya tetap disegel. Kami jadi tidak punya rumah ibadah. Kami putuskan sementara tetap beribadah di sini," jelas Aryudhi di lokasi yang sama.
Aryudhi menjelaskan, Suku Dinas Penataan Kota Jakarta Selatan telah memberi surat peringatan (SP) 1 pada Rabu 30 Juni 2015 dan SP 2 pada Jumat 3 Juli 2015. Beberapa pekan sebelum disegel, jemaah Ahmadiyah didampingi Kontras telah menghadap Wakil Walikota Jakarta Selatan untuk mengurus surat izin alih fungsi rumah untuk rumah ibadah.
"Beberapa minggu sebelum disegel kan kita bertemu Wakil Walikota Jakarta Selatan. Dalam pertemuan itu kita membahas kalau izin (alih fungsi rumah) nya sulit, kita minta kepala daerah memfasilitasi jemaah. Kerena kami dengar Menteri Agama bilang kalau (Ahmadiyah) minta izin, tidak dikasih jika merujuk ke MUI," pungkas Aryudhi.
Ustad Dzakir selaku tokoh agama setempat, mendesak polisi agar mengosongkan rumah ibadah jemaah Ahmadiyah saat itu juga. Ia juga meminta warga tidak mengeluarkan kata-kata yang memprovokasi atau mengancam jemaah Ahmadiyah untuk meninggalkan rumah tersebut.
"Tenang, biar polisi yang menangani. Pokoknya polisi harus adil, mereka Jumat besok jangan datang ke Bukit Duri. Mau salat ya di masjid. Jangan di sini. Ini Pemerintah yang nyegel, hormati dong," teriak Dzakir.
Guna meredam amukan warga, akhirnya polisi meminta jemaah Ahmadiyah untuk meninggalkan rumah ibadah mereka. Polisi juga berusaha menenangkan warga yang memaki setiap jemaah Ahmadiyah yang keluar dari rumah tersebut.
"Jangan anarkis, ingat puasa," imbau seorang polisi berpakaian preman.
Tidak Mematuhi Hukum
Dzakir mengatakan, warga sudah resah dengan kegiatan Ahmadiyah sejak 2009. Awalnya, warga meminta jemaah Ahmadiyah untuk meninggalkan Bukit Duri secara baik-baik. Namun tidak diindahkan, hingga akhirnya warga melakukan protes keras.
"Ini kan aliran sesat. Mereka dari 2009 sudah diusir dari sini. Kita pelan-pelan awalnya. Sekarang sudah kebangetan. Sudah disegel Pemerintah, kita enggak dihargain," tegas Dzakir.
Advertisement
Dzakir menganggap, sikap jemaah Ahmadiyah yang tetap melaksanakan salat Jumat di rumah tersebut, meski sudah disegel Pemkot Jaksel, adalah bentuk perlawanan terhadap hukum.
"Mereka nggak matuhin hukum kok. Ini Pemerintah yang menyegel, bukan warga," pungkas Dzakir.
Setelah memastikan rumah ibadah jemaah Ahmadiyah tersebut kosong, warga akhirnya membubarkan diri bersama Dzakir. Dzakir pun mengatakan, jika hal ini terulang, ia bersama warga bakal meminta pertanggungjawaban polisi, karena dianggap tidak tegas menangani jemaah Ahmadiyah.
Menempati Sejak 70-an
Jumat 12 Juni lalu, massa dari Front Pembela Islam (FPI) dan warga setempat mendatangi rumah di Jalan Bukit Duri Tanjakan Batu, No 13, RT 2 RW 8, Kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan yang diduga menjadi rumah ibadah jemaah Ahmadiyah. Mereka meminta orang-orang yang ada di dalam mengosongkan rumah tersebut.
Mereka juga mengajak para jemaah Ahmadiyah melaksanakan salat Jumat di masjid setempat. Namun ajakan itu ditolak. jemaah Ahmadiyah lebih memilih menggelar Jumatan di depan rumah berwarna putih tersebut.
Ketua RW 8, Kelurahan Bukit Duri, Jakarta Selatan, Zaitun Asari, mengatakan tidak ada satu pun warganya yang bergabung dengan jemaah Ahmadiyah. Sehingga warga menolak keberadaan jemaah Ahmadiyah di lingkungan mereka.
Permintaan tersebut mendapat respons dari jemaah di dalam rumah. Puluhan anggota jemaah pria itu pun bersedia keluar. Namun mereka meminta kepada kepolisian yang berada di lokasi, menjamin keamanan keluarganya yang masih berada di dalam.
Pimpinan jemaah Ahmadiyah Bukit Duri Aryudi Prastowo mengatakan, selama ini pihaknya sudah mencoba berkomunikasi dengan ketua RT dan warga setempat. Aktivitas di dalam rumah tersebut hanya sekadar salat, tidak ada kegiatan lain.
"Saya selama ini mencoba berkomunikasi dengan Ketua RT dan bebarapa warga, bahwa kita hanya salat kok. Nggak ada kegiatan-kegiatan lain, nggak ada hal-hal lain," terang Aryudi.
Aryudi juga menyebtukan, rumah yang dia gunakan sebagai tempat salat para jemaah Ahmadiyah ini sudah ditempati sejak 1970. "Tempat ini sudah kita gunakan sejak 70-an," tambah Aryudi. (Rmn/Yus)