Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan membatalkan aturan terkait incument atau petahana dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. MK menilai, aturan yang membatasi calon kepala daerah yang memiliki hubungan dengan petahana telah melanggar konstitusi.
Politisi Partai Hanura yang juga mantan anggota Pansus RUU Pilkada, Miryam S Haryani mengatakan MK terlalu takut mengambil keputusan di luar frame hukum yang sudah menjadi kebiasaan.
Baca Juga
"Padahal pimpinan MK sebelumnya sudah sering mencontohkan itu, namun tidak dijadikan pertimbangan dan pelajaran," ujar Miryam saat dikonfirmasi, Sabtu (11/7/2015).
Advertisement
Menurut Miryam, waktu di Pansus Pilkada, dalam menyusun peraturan soal petahana tersebut dengan pertimbangan yang sangat mendalam dan menyeluruh.
"Bahkan kami harus siap diteror oleh pihak-pihak tertentu yang menginginkan pasal ini dihapuskan. Pasal ini akhirnya menjadi sebuah keputusan yang kita ambil di pansus dulu, karena kami ingin membangun demokrasi yang jauh lebih substansial serta menjadikan kontestasi dalam pilkada lebih terbuka," jelas dia.
Menurut anggota DPR itu, selama ini pilkada cenderung hanya menjadi ruang segelintir orang yang punya akses kuat dalam dunia politik, termasuk petahana dalam melanggengkan kekuasaan yang dimilikinya.
"Padahal jika kami mau egois, partai politik tidak akan mau mengambil risiko ini. Namun demi kepentingan bangsa yang lebih besar, akhirnya kami bersepakat untuk membatasi adanya dinasti," jelas dia.
Karena itu, menurut Miryam, dengan adanya putusan MK tersebut, sudah tentu pihak yang sangat dirugikan dalam masalah ini adalah rakyat Indonesia.
"Sebab mereka akan kembali kehilangan kesempatan dalam memunculkan alternatif pemimpin pilihan yang ideal dan sesuai harapan mereka dalam pilkada akibat adanya politik dinasti ini," pungkas dia. (Ado/Rmn)