Liputan6.com, Palembang - Kondisi kabut asap di Sumatera Selatan (Sumsel) yang semakin parah ternyata disumbangkan dari berbagai kendala pemadaman kebakaran, baik di musim kemarau maupun minimnya potensi awan penghujan. Status Sumsel sendiri saat ini sudah masuk siaga darurat asap dengan jarak pandang yang semakin pendek setiap harinya.
Komandan Satgas Kebakaran Hutan dan Lahan Sumsel Kolonel Inf Tri Winarno mengatakan, minimnya awan penghujan ternyata mempersulit proses pemadaman. Penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dengan penyemaian garam di awan penghujan dan waterboombing pun seakan tidak efektif dilakukan.
"Status Sumsel sekarang sudah masuk siaga darurat. Pemadaman bencana asap akan lebih diintensifkan. Namun sekarang musim kemarau, air untuk waterboombing berkurang. Kita atasi dengan mencari sumber titik air yang dilakukan oleh aparat di bawah (daerah pemadaman api)," kata dia kepada Liputan6.com di Pemprov Sumsel, Selasa (29/9/2015).
Penerapan TMC sudah beberapa hari ini tidak dilakukan karena potensi awan penghujan yang tidak ada. Namun, jika potensi awan penghujan mulai ada, pihaknya akan kembali melakukan penyemaian garam untuk memancing hujan.
Selain itu, luas lahan yang terbakar diakuinya cukup luas. Tidak hanya di lahan mineral, yang tersulit adalah memadamkan api di lahan gambut yang membutuhkan air lebih banyak.
"Hotspot fluktuatif, beberapa hari lalu bisa mencapai 1000-an, sekarang hanya 223 hotspot. Kalau lahan mineral akan muncul dan hilang, karena memang lahan tersebut berada di bawah air, sehingga cepat padam. Khusus lahan gambut yang terbakar, hotspot-nya ada terus dan penyiraman air harus lebih banyak lagi," lanjut Danrem 044/Garuda Dempo Sumsel itu.
Menurut dia, beberapa langkah efektif penanggulangan pemadaman asap yaitu operasi pemadaman darat oleh TNI, Polri, BPBD Sumsel, Manggala Agni, perusahaan dan para relawan.
"Kita juga akan melibatkan masyarakat, aparat desa, kecamatan dan semua dinas, seperti Dinas Kehutanan, Perkebunan, Pertanian dan masyarakat yang berada di kawasan terbakar. Ini dilakukan agar memperkecil jumlah hotspot," ujar Tri Winarno. (Ado/Ali)