Liputan6.com, Jakarta - President Indonesia Institute For Maritime Studies Connie Rahakundini Bakrie, meminta pemerintah tidak reaktif terhadap tindakan kapal penjaga pantai dan laut (coast guard) Tiongkok yang melindungi kapal pencuri ikan KM Kway Fey 10078 di perairan Natuna, Sabtu 19 Maret lalu.
Menurut Connie, bila insiden itu dibawa ke Mahkamah Internasional, maka peluang Indonesia untuk menang sangat kecil.
"Kelemahan kita saat dibawa ke internasional itu di pembuktian. Kita sarat dokumen dan apalagi kapalnya sedang di Cina," tutur Connie di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (28/3/2016).
Di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) terdapat 2 kapal yang diakui, yakni kapal perang atau kapal angkatan laut, dan kapal pemerintah.
Baca Juga
Connie menjelaskan, saat terjadi insiden kapal Indonesia yang melakukan pencegahan adalah kapal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Namun, lanjut dia, kapal tersebut belum diakui secara internasional.
"Jadi saya ajukan kalau KKP itu harus diakui sebagai kapal penindak di atas laut, maka daftarkanlah sebagai kapal government," jelas dia.
Sebagai negara yang mengarahkan landasannya pada poros maritim, kata dia, maka pembenahan internal perlu dilakukan. Setelahnya, diperlukan pula penambahan anggaran bagi TNI AL.
"Kalau sekarang Bakamla dan Kapal KKP masuk ZEE, angkatan laut kita di mana? Berarti angkatan laut kita harus ke laut biru atau hijau. Siapkah kita sebagai bangsa menaikkan anggaran pertahanan demikian tinggi supaya kapal kita bisa jaga kawasan," papar Connie.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi telah memanggil Kedutaan Besar Tiongkok untuk Indonesia dan menyampaikan nota protes atas insiden di Natuna, Senin 21 Maret lalu.
Retno mempertanyakan 3 hal mengenai insiden yang terjadi di wilayah laut Natuna. Pertama mengenai masalah pelanggaran hak berdaulat dan yurisdiksi Indonesia di kawasan ZEE dan landas kontinen.
Kedua, mengenai tindakan yang dilakukan oleh Coast Guard Tiongkok mencegah upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh otoritas Indonesia di wilayah ZEE dan landas kontinen.
"Dan ketiga, tentu keberatan kita atau protes kita terhadap pelanggaran kedaulatan laut teritorial Indonesia. Jadi tiga hal itu sudah kami sampaikan kepada kuasa usaha sementara kedutaan besar Tiongkok," ucap Retno.
Setelah menyampaikan protes tersebut, Retno mengatakan, Pemerintah RI selanjutnya menunggu jawaban dari Kedutaan Besar Tiongkok.