Liputan6.com, Jakarta - Komisi III DPR kembali mengagendakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Mahkamah Agung (MA) terkait rencana APBN-P 2016. Sekretaris MA Nurhadi dijadwalkan hadir, tetapi ia mangkir sehingga membuat pimpinan dan anggota Komisi III berang.
"Ada surat dari Ketua MA ditujukan kepada pimpinan, intinya Sekretaris MA tidak dapat menghadiri acara ini dengan alasan sedang mengikuti kegiatan sebagai ketua tim penguji pada ujian kompetensi Eselon II untuk pengadilan Kelas I," ungkap Ketua Komisi III DPR Benny Kabur Harman saat pembukaan RDP di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Kamis (9/6/2016).
Dalam surat tersebut, Ketua MA menunjuk Kepala Badan Urusan Administrasi MA Aco Nur untuk menggantikan Nurhadi. Aco sendiri sebelumnya sudah hadir ke Komisi III DPR namun ditolak karena tidak membawa surat.
"Kok administrasi? Memang administrasi membawahi anggaran? Ini soal kewenangan dan pengambilan keputusan. Saya bisa juga kalau seperti ini meminta kepala sekretariat menerima bapak. Sekjen kan jelas kuasa pengguna anggaran," tegur Benny.
Aco pun kemudian menjelaskan bahwa ia membawahi bidang anggaran. Namun tugasnya bukan untuk kuasa pemegang anggaran, melainkan pengguna.
"Mohon maaf, tidak ada maksud untuk menghalang-halangi. Poinnya itu. Kenapa bapak saya bilang jangan? Karena ada konsep konsekuensinya nanti. Nanti kami kena efek hukumnya," jelas Benny.
"Bagaimana pimpinan Komisi bicara dengan pihak yang enggak punya wewenang kalau ada masalah nanti. Apalagi tadi soal bangun gedung," sambung dia.
Tak hanya pimpinan rapat yang meluapkan kekesalannya atas ketidakhadiran Nurhadi, sejumlah anggota Komisi III DPR lainnya juga menyampaikan ketidaksukaannya. Salah satunya adalah Taufiqulhadi dari Fraksi Partai Nasdem yang menyebut seharusnya ada rasa saling menghormati antara lembaga-lembaga mitra Komisi III DPR.
"Kalau misalnya Sekretaris MA kan kelihatannya acara 3 hari, kalau tidak bisa hari ini kan bisa besok. Ada waktu ke sini. Menunggu sampai Sekretaris MA selesai tugasnya 3 hari itu, terus ke sini," ucap Taufiqulhadi.
Kemudian ia pun menyatakan akan memberi catatan khusus untuk Nurhadi yang tengah terlibat dalam kasus dugaan suap di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat itu karena lagi-lagi tidak hadir ke Komisi III DPR. "Karena hal seperti itu tidak bisa berlarut-larut. Kami sebagai anggota Komisi III tidak bisa menerima hal seperti ini," tutup dia.
Terancam Dibintangi
Tak hanya itu, ancaman juga dilemparkan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Ichsan Soelistio. Ia mengusulkan agar DPR membintangi rancangan APBN-P 2016 sebab tak ada respect dari MA padahal apa yang akan dibahas sangat penting.
"PN-PN mengeluh, ada banyak kekurangan. Di sini perlu dibahas mengurangi kemewahan di kantor pusat di tengah pemotongan, dan pemanfaatan untuk peningkatan di daerah-daerah," ujar Ichsan.
"Kalau waktu tidak cukup, dibintangi saja terkait tambahan MA ini tapi rapat ini dilanjutkan saja terus," lanjut dia.
Kemudian Benny sebagai pimpinan rapat memutuskan hanya menerima laporan RAPBN-P MA 2016 dan tidak membahasnya. Juga untuk DPD yang tidak mengirimkan perwakilannya. Rapat dilanjutkan dengan hanya membahas RAPBN-P dari MPR.
"Kita terima saja laporannya. DPD juga tidak datang. Nanti kita bahas di pleno. Tidak perlu kita bahas sekarang," pungkas Benny.
Kemudian Aco maju ke depan dan memberi berkas RAPBN-P 2016 MA kepada Benny. Setelah itu Aco dan para staf MA keluar dari ruangan.
"(Nurhadi) ada kegiatan. Sampai besok. Nanti ada undangan lagi. Karena harus Pak Nurhadi, Nurhadi pengguna anggaran. Saya dua kali diusir, saya kecewa," terang Aco sesaat setelah keluar dari ruang rapat Komisi III.
"Kemarin disuruh bikin surat dari pimpinan sebagai formalitas. Tapi sekarang enggak boleh mewakili karena alasannya saya bukan kuasa anggaran. Ada suratnya," sambung dia.
Aco juga menyatakan bahwa pembahasan anggaran sangat penting. Mengikuti instruksi pemerintah, MA disebutnya melakukan penghematan sebesar Rp 194 miliar. Anggaran MA pada APBN-P 2016 berkisar di angka lebih dari Rp 8 triliun.
"Enggak ada tambahan. (Penghematan) sangat mengganggu karena di lain pihak kami ini dapat surat keputusan presiden untuk bentuk 86 pengadilan baru. Harusnya kami tidak dipotong anggarannya," Aco menandaskan.