Liputan6.com, Jakarta - Unjuk rasa menindaklanjuti kasus penistaan agama yang menjerat Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok rencananya kembali berlanjut pada 2 Desember 2016 mendatang.
Berbeda dari aksi sebelumnya, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) yang memimpin aksi tersebut berencana menggelar salat Jumat berjemaah di sepanjang Jalan MH Thamrin hingga Jalan Sudirman.
Baca Juga
Terkait rencana tersebut, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menyarankan agar rencana salat Jumat tersebut diurungkan.
Advertisement
"Menurut bahtsul (kajian) NU menganalisis dari kitab kuning, tidak sah (salat Jumat di jalan). Tidak sah salat Jumat kecuali di bangunan, yaitu masjid maksudnya," ujar Said usai menerima Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Kantor PBNU, Minggu (27/11/2016).
Ia menjelaskan, salat Jumat di lokasi terbuka baru dapat dilakukan bila dalam kondisi musibah seperti bencana alam. Dalam kondisi tersebut, salat Jumat bahkan dapat diganti dengan hanya menunaikan ibadah salat Zuhur seperti biasa, yakni sebanyak empat rakaat.
"Seandainya masjid itu hancur karena gempa bumi atau longsor, salat Zuhur empat rakaat. Itu begitu," ujar dia.
Said pun mengimbau kepada warga Nahdlatul Ulama untuk tidak ikut berdemonstrasi. Menurut Said, warga NU dipersilakan untuk menjalankan aktivitasnya sehari-hari.
"Risikonya sangat besar dengan menghabiskan waktu, energi, uang dan tenaga. Yang ngajar, yang ngasih kuliah, yang ke kantor bekerja saja, yang dagang ya dagang, jangan ikut demo," kata dia.
Ia menambahkan, warga NU siap membantu pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk mengamankan‎ jalannya aksi unjuk rasa yang digelar tanggal 2 Desember.
"Ya harus mengamankan dan NU siap bersama polisi kalau dimintai bantuan. Menurut saya toh tuntutannya lagi diproses, yang diharapkan Basuki Tjahaja Purnama itu diproses hukum sedang berjalan, jadi apa lagi," Said menandaskan.