Liputan6.com, Jakarta Sidang kelima kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, menghadirkan lima saksi.
Saksi pertama yang dihadirkan jaksa itu bernama Pedri Kasman. Di depan majelis hakim, dia mengaku mengetahui dugaan penistaan agama dari video pidato Ahok, yang beredar di grup Whatsapp beranggotakan sekitar 60 orang, pada 5 Oktober 2016.
Baca Juga
Kemudian pada 6 Oktober 2016, Pedri mengecek kebenaran video tersebut. Sehari setelahnya, dia melaporkan kasus dugaan penistaan agama itu ke Polda Metro Jaya.
Advertisement
"Saya melaporkan atas nama Pemuda PP Muhammadiyah," ujar Pedri saat menjawab pertanyaan majelis hakim, Selasa (10/1/2017).
Pedri yang bersaksi sejak pukul 09.30 WIB itu, keluar dari ruang sidang pada pukul 12.10 WIB, setelah majelis hakim menskors sidang selama satu jam.
Sidang tertutup ini juga dihadiri terdakwa Ahok. Dia tiba beberapa menit setelah majelis hakim tiba di ruang sidang, yakni sekitar pukul 09.18 WIB. Dia mengenakan batik abu-abu bercorak biru muda dan menenteng map merah.
Lima saksi yang memberikan keterangan adalah Sekretaris Pusat Pemuda Muhamadiyah Pedri Kasman SP, Sekretaris Forum Umat Islam Bogor H Willyuddin Abdul Rasyid Dhani, dan advokat Muhammad Burhanuddin.
Selain itu, ada pendiri Yayasan Pembina Muallaf Irena Center dan Pondok Pesantren Muallafah Irena Center Irena Handono, dan pengurus DKM Darussalam Ibnu Baskoro. Namun hingga siang ini, Irene dan Baskoro belum tiba di persidangan.
Kepolisian mengerahkan dua ribu lebih personel untuk mengamankan jalannya sidang Ahok. Ribuan personel itu akan ditempatkan di empat ring, yakni di ruangan sidang, pelataran gedung Kementan, luar gedung Kementan, dan sekitaran gedung Kementerian Perhutanan.
Terkait kasus ini, Ahok didakwa dengan Pasal 156 dan Pasal 156 a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atas dugaan penistaan agama terkait pidatonya yang menyinggung Surat Al Maidah ayat 51.
Ahok dianggap telah mengatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu golongan masyarakat Indonesia. Dia diancam pidana paling lama 5 tahun penjara.