KPK: Protes Pencegahan Setya Novanto Sikap DPR atau Perorangan?

Setya Novanto dicegah terkait penyelidikan kasus korupsi e-KTP.

oleh Ika DefiantiLizsa Egeham diperbarui 13 Apr 2017, 08:39 WIB
Diterbitkan 13 Apr 2017, 08:39 WIB
20151229-Pimpinan-KPK-Lama-dan-Baru-Jakarta-FF
Pemimpin KPK baru berfoto usai peresmian gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Selasa (29/12). Peresmian gedung KPK tersebut juga bertepatan dengan HUT KPK ke-12. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - KPK mempertanyakan sikap DPR terkait pencegahan Setya Novanto ke luar negeri. Ketua DPR Setya Novanto dicegah terkait kasus dugaan korupsi e-KTP.

"Tentu harus dipisahkan lebih dahulu, apakah sikap DPR merupakan pernyataan institusi atau hanya beberapa anggota DPR saja. Itu perlu di clear kan. Karena secara kelembagaan, kami belum dapat informasi atau surat sejenisnya dari DPR terkait itu," tutur Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Rabu (12/4/2017).

Febri juga yakin, Presiden Jokowi memahami pencegahan itu hanya bisa dikeluarkan oleh institusi. Karena itu, KPK tidak akan terpengaruh dengan pernyataan-pernyataan serta intervensi dari DPR.

"Pencegahan (Setya Novanto) akan tetap kita lakukan. Kasus ini akan jalan terus. Penyidikan dan proses hukum untuk orang-orang yang terkait dengan kasus ini juga akan jalan terus," tegas dia.

"Begitu juga dengan Kumhan. Maka sepatutnya pejabat-pejabat atau pegawai-pegawai yang jalankan perintah agar UU dihormati, kecuali ada upaya hukum lain," tutur Febri.

KPK telah mencegah Setya Novanto untuk berpergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan. pencegahan kepada Setnov ini terkait dengan kasus e-KTP. Keputusan itu mendapatkan sambutan dari DPR. Mereka akan mengirim surat kepada Presiden Jokowi agar membatalkan pencegahan tersebut.

Sikap ini merupakan kesimpulan hasil rapat antara Pimpinan DPR, Badan Musyawarah (Bamus) DPR, dan delapan dari sepuluh fraksi di DPR menindaklanjuti surat keberatan dari Fraksi Partai Golkar.

Menurut Wakil Ketua Fahri Hamzah, pencegahan terhadap Setya Novanto ini bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi, hak asasi anggota maupun pimpinan lembaga negara serta bertentangan dengan Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Fahri menjelaskan, beberapa poin dari hasil rapat itu intinya adalah agar pencegahan Novanto ke luar negeri dibatalkan melalui Presiden. Sebab, Novanto memiliki tugas yang sangat penting sebagai salah satu ketua lembaga negara.

"Faktanya Setya Novanto adalah Ketua DPR yang secara kelembagaan sesuai UU MD3, UU 17/2014, memiliki posisi yang penting dalam struktur ketatanegaraan kita. DPR berdasarkan ketentuan UU yang ada, Ketua DPR juga menjalankan fungsi-fungsi diplomasi yang masif, kita tahu ada banyak forum internasional yang kadang-kadang tidak bisa diwakili anggota atau pimpinan dewan yang lain," jelas Fahri.

Tanggapan Golkar

Partai-Golkar
(ki-ka) Nurdin Halid, Setya Novanto, Idrus Marham dan Nusron Wahid saat memberikan keterangan mengenai pelaksanaan Pilkada Serentak tahun 2017 di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, Jumat (17/2). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Pencegahan Setya Novanto ke luar negeri juga ditanggapi Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham. Dia mengatakan Partai Golkar menghormati proses hukum yang telah dilakukan KPK.

"Ini tetap berpedoman pada aturan asas praduga tak bersalah. Itu sikap dasar dari Partai Golkar, dan Pak Novanto sendiri sudah menyatakan siap untuk mengikuti proses yang ada," kata Idrus di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (12/4/2017) malam.

Terkait keputusan pencegahan itu, menurut dia merupakan suatu hal yang wajar. Pihaknya juga menghargai kebijakan tersebut.

"Kita hargai itu dan bilamana dari Partai Golkar menpertanyakan masalah ini, kita patut hormati itu. Supaya proses ini berjalan dengan baik dan sama sekali tidak ada intervensi," papar dia.

Idrus menegaskan, semua keputusan hukum harus berpedoman dengan aturan yang ada. Untuk itu semua pihak diminta mendukung kebijakan KPK tersebut.

"Negara kita itu negara hukum, maka seluruh lembaga dan seluruh instrumen terkait penegakan hukum termasuk kebijakan dari KPK harus kita dukung sepenuhnya," tandas Idrus.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya