HEADLINE: SBY Bertemu Wiranto, Demokrat Mendekat ke Kubu Istana?

Kuat dugaan pertemuan antara Wiranto dan SBY atas perintah Jokowi untuk menarik dukungan Partai Demokrat ke kubu koalisi Istana.

oleh RinaldoMuhammad Radityo PriyasmoroAnendya Niervana diperbarui 19 Apr 2018, 00:07 WIB
Diterbitkan 19 Apr 2018, 00:07 WIB
SBY Temui Jokowi
Presiden Joko Widodo saat berbincang dengan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (27/10). Keduanya melakukan pertemuan di teras belakang Istana Merdeka. (Laily Rachev / Biro Pers Setpres)

Liputan6.com, Jakarta - Tak biasanya Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo membocorkan agenda menteri lainnya kepada publik. Apalagi itu disebutkan di sebuah acara resmi seperti Rapat Koordinasi Nasional Forum Kerukunan Umat Beragama dan Kesbangpol Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Saat akan memulai pidatonya di acara itu, Tjahjo menyampaikan bahwa Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto harus meninggalkan lokasi acara karena akan bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY.

"Pak Wiranto mau bertemu teman baiknya, Pak SBY," kata Tjahjo di gedung Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu 18 April 2018 pagi.

Namun, tak ada dalam agenda Wiranto tentang akan digelarnya pertemuan dengan SBY.

Selain itu, pertemuan ini terbilang istimewa, karena Wiranto adalah menteri dalam Kabinet Kerja Jokowi-JK. Sementara SBY adalah mantan presiden dan ketua umum partai yang hingga kini belum menentukan pilihan presiden jelang Pilpres 2019.

Ucapan Tjahjo benar adanya. Pertemuan dua mantan jenderal TNI ini dilakukan di kediaman SBY Jalan Mega Kuningan Timur VII, Jakarta Selatan. Sekitar pukul 10.30 WIB keduanya memulai pertemuan yang tertutup bagi pers tersebut.

Wiranto kemudian terpantau keluar pukul 11.49 WIB dengan menumpang mobil Toyota Innova berwarna hitam. Tak berselang lama, sekitar pukul 11.53 WIB, SBY juga keluar dari kediamannya. Dia langsung masuk ke mobil Velfire warna hitam. Tak ada keterangan apa pun yang keluar dari mulut keduanya.

Wiranto baru buka suara setelah disambangi di kantornya. Namun, tak banyak detil pertemuan yang diungkap. Bahkan, dia membantah kalau pertemuan sekitar satu setengah jam itu membahas konsolidasi politik dan peta koalisi jelang Pemilu 2019.

"Pak SBY itu, pertama beliau mantan presiden, maka kita dengarkan pendapatnya untuk masalah-masalah politik nasional. Kondisinya seperti apa, bagaimana kira-kira ke depan dan antisipasi beliau seperti apa. Saya dengarkan," jelas Wiranto di kantor Kemenko Polhukam, Rabu siang.

Selain itu, lanjut dia, SBY juga pernah menjadi bawahan dia saat menjabat Panglima ABRI yang bersama-sama mengelola keamanan nasional, sehingga layak untuk dimintai pendapatnya.

"Saya dulu kan pernah juga mengelola masalah keamanan nasional. Dulu saya menjadi Panglima ABRI, Beliau menjadi bagian dari ABRI, seorang Kepala Staf ABRI (tepatnya Kepala Staf Teritorial ABRI, jabatan pengganti untuk Kepala Staf Sosial-Politik ABRI), tentu juga punya pandangan tentang keamanan nasional," lanjut Wiranto.

Infografis gerak-gerik politik SBY
Infografis gerak-gerik politik SBY (Liputan6.com/Triyasni)

Titah Jokowi untuk Wiranto?

Keterangan yang lebih rinci didapat dari Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. Ditemui di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, secara tersirat dia mengatakan kalau kedatangan Wiranto di kediaman SBY tak lain atas perintah Presiden Jokowi.

"Ini sebagai ciri utama kepemimpinan Jokowi. Dengan berdialog ini kita bisa saling memahami dan kemudian bekerja sama untuk mengatasi masalah bangsa karena Indnesia adalah negara besar yang harus dibangun dengan kerja sama," jelas Hasto.

Bahkan, dia mengatakan pertemuan itu bertujuan untuk mengetahui harapan dari partai-partai politik tentang pemerintahan ke depan dalam jalinan kerja sama koalisi.

"Tentu saja kita akan mencari titik temu. Dengan dialog ini kita bisa memahami apa yang menjadi harapan dari Partai Demokrat," kata Hasto.

Dia menyebut PDIP membuka ruang bagi Partai Demokrat untuk bekerja sama membangun pemerintahan usai gelaran Pilkada Serentak dan Pemilu 2019 selesai.

"Jadi pada saat pilkada, pileg, tetapi ketika pemilu ini sudah selesai dibukalah ruang kerja sama dengan seluruh partai politik. Inilah tradisi sehat yang kita bangun," ujar Hasto.

Untuk itu, bergabungnya Demokrat ke koalisi pendukung pemerintah menurut dia akan menguatkan kepemimpinan Jokowi. Sebab, pemerintahan Jokowi ke depan membutuhkan dukungan kuat dari partai-partai politik di parlemen.

"Karena itulah dukungan yang diberikan sekiranya dari Partai Demokrat menyatakan kesepahaman dalam kepemimpinan Pak Jokowi, ini sehat dalam demokrasi. Ini akan memperkuat pemerintahan Jokowi," tegas Hasto.

Meski demikian, dia tak mau berspekulasi pertemuan tersebut akan berlanjut dengan kerja sama formal antara Demokrat dan pemerintahan Jokowi. Kerja sama terjalin tergantung kepada dinamika politik berikutnya.

Lantas, apa tanggapan Partai Demokrat atas pertemuan ketua umumnya dengan Wiranto?

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Langkah Awal Memikat Demokrat

20170124-Jokowi-terima-pimpinan-MPR-di-istana-AY
Presiden Joko Widodo didampingi Menkopolhukam Wiranto saat melakukan pertemuan dengan pimpinan MPR di Istana, Jakarta, Selasa (24/1). Dalam pertemuan itu presiden melakukan rapat konsultasi dengan MPR. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sejumlah petinggi Partai Demokrat mengakui pertemuan antara ketua umum mereka dengan Menko Polhukam Wiranto merupakan inisiatif kedua tokoh. Wajar kalau tak banyak yang mengetahui adanya rencana pertemuan tersebut.

"Saya tidak tahu apakah pertemuan itu sudah direncanakan atau bagaimana, yang jelas pertemuan ini bagus untuk kepentingan nasional," ujar Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Sjarifuddin Hasan kepada Liputan6.com, Rabu malam.

Menurut dia, pembicaraan keduanya pastilah tidak jauh-jauh dari peta politik nasional dalam rangka menghadapi pilkada dan pemilu tahun depan.

"Ya politik yang sifatnya nasional, seperti bagaimana supaya pilkada bisa berjalan dengan baik dan bagaimana supaya Pilpres 2019 berjalan dengan baik pula," ujar Syarief.

Namun, dia menampik kalau antara SBY dan Wiranto juga terjadi pembicaraan seputar jalan untuk mengarah pada ajakan untuk mendekat ke koalisi pemerintah.

"Belum. Bukan itu yang dibicarakan, melainkan politik nasional, kepentingan nasional," elak mantan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah itu.

Menurut dia, pertemuan antara SBY dan Wiranto wajar-wajar saja, mengingat SBY adalah ketua umum parpol dan Wiranto adalah Menko Polhukam. Keduanya perlu menjalin kerja sama jelang pilkada dan Pemilu 2019.

"Kan dia (Wiranto) Menko Polhukam, kalau Pak SBY ketua umum partai. Untuk pilkada dan pilpres itu yang paling berperan ketua umum partai kan?" pungkas Syarief.

Harapan lebih dilontarkan politikus Partai Golkar sekaligus Ketua DPR, Bambang Soesatyo. Dia berharap Partai Demokrat bisa masuk ke dalam koalisi partai pendukung Jokowi dalam Pilpres 2019.

"Golkar mengharapkan Partai Demokrat bergabung dengan (partai koalisi pendukung) pemerintah," kata pria yang akrab disapa Bamsoet itu di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (18/4/2018).

Jika Demokrat menjadi mitra koalisi parpol pendukung Jokowi, Bamsoet yakin hal itu bisa memperkuat dan memajukan program pembangunan nasional sekiranya Jokowi kembali terpilih sebagai presiden di periode kedua.

"Supaya pemerintah makin kuat dan solid. Dan program pemerintah makin mudah dilaksanakan," tegas Bamsoet.

Tak hanya itu, dia juga berharap pertemuan kedua elite politik itu dapat mencairkan suasana dan memberikan ketentraman bagi masyarakat di tahun-tahun politik saat ini. Hal itu sangat penting ketimbang elite politik saling serang satu sama lain yang hanya memperkeruh suasana perpolitikan Tanah Air.

"Karena itu mencairkan suasana dan memberikan ketenteraman bagi masyarakat, daripada gontok-gontokan dan saling serang," tandas Bamsoet.

Sementara itu, pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indria Samego menilai pertemuan Wiranto-SBY sebagai hal yang wajar. Dia melihat ada keinginan dari Presiden Jokowi untuk mendekati elite politik untuk membangun kebersamaan, bukan konflik.

"Jokowi pernah berwacana, sebaiknya Prabowo itu jadi cawapres saja. Jadi ada kesepakatan konflik-konflik lama diakhiri, jadi Prabowo juga tidak kalah. Sebab kalau maju lagi dan kalah kan bisa tiga kali ruginya. Saya kira Jokowi orang yang menginginkan kesepakatan itu," jelas Indria kepada Liputan6.com, Rabu malam.

Selain itu, lanjut dia, Jokowi dalam posisi yang menginginkan semua harus bisa di bawah kendali dia. Jadi kekuatan Jokowi itu makin terkonsolidasi.

"Jokowi ingin menambah koalisi kekuatan pendukung, termasuk dengan Demokrat. Tetapi saya kira bukan hanya ke Demokrat, ke semua partai yang lain kan Jokowi juga berusaha dekat," ujar Indria.

Ketika ditanyakan kenapa harus Wiranto yang diutus Jokowi bertemu SBY, dia mengatakan banyak alasan untuk itu. Salah satunya karena Wiranto adalah orang yang pernah menjadi senior SBY.

"SBY itu kan pernah menjadi anak buahnya Wiranto waktu jadi Panglima ABRI. Anak buahnya, jangan dikira (SBY) nggak pernah jadi anak buah. Dulu waktu SBY bintang 3, SBY kan pensiunnya bintang 3, Wiranto kan bintang 4," tegas Indria.

Karena itu, dia menduga ini adalah langkah awal untuk menarik dukungan Partai Demokrat bergabung dengan koalisi Istana. Kendati demikian, upaya itu belum akan kelihatan hasilnya dengan satu kali pertemuan kemarin.

"Politik itu proses. Makin tinggi kepentingannya, makin besar kepentingannya, dan makin tinggi tawarannya, pasti prosesnya makin lama. Seperti kalau misalnya hanya memperjuangkan bupati, wali kota mungkin cepat. Tapi kalau sudah levelnya menteri, apalagi cawapres, presiden, lain lagi ceritanya," pungkas Indria.

Hubungan 2 Jenderal

Pake Seragam Demokrat, SBY Kukuhkan Agus Yudhoyono sebegai Kogasma
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono memberikan pidato saat pengukuhan putranya Agus Harimurti Yudhoyono sebagai Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) untuk Pemilukada dan Pilpres 2019, Jakarta, Sabtu (17/2). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sejatinya, pertemuan antara Wiranto dan Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY setelah keduanya tak lagi berkarier di militer, terjadi tak hanya pada Rabu siang kemarin. Pertemuan keduanya juga pernah dilakukan di kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

Ketika itu, Selasa 1 November 2016, Presiden keenam RI tersebut menyambangi Wiranto di kantornya. Sesuai dengan agenda hari itu, tak ada jadwal pertemuan antara Menko Polhukam Wiranto dan SBY. SBY tiba dengan mobil sedan bernomor seri B 1285 RFT pada pukul 12.15 WIB.

Mengenakan kemeja batik lengan pendek berwarna cokelat, SBY disambut langsung Wiranto. SBY sempat memohon maaf kepada Wiranto karena kedatangannya lebih cepat 15 menit dari rencana.

"Mohon maaf saya terlalu cepat seperempat jam," kata SBY.

Wiranto pun tak mempermasalahkan kedatangan SBY yang disebut lebih cepat dari jadwal. Sebab, Wiranto juga baru saja tiba dari Istana untuk mendampingi Presiden Joko Widodo menerima Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pengurus Pusat Muhammadiyah, dan pengurus Majelis Ulama Indonesia.

"Enggak apa-apa. Saya juga baru dari Istana," kata Wiranto.

Selanjutnya mereka berdua melakukan pembicaraan tertutup. Wiranto sendiri mengatakan itu pertemuan yang biasa, karena SBY juga pernah menjabat sebagai Menko Polsoskam pada era Presiden Abdurrahman Wahid dan Menko Polkam di era Presiden Megawati Soekarnoputri. Jadi, pertemuan keduanya untuk berbagi pengalaman.

Pada kesempatan lainnya, SBY juga tak sungkan melemparkan pujian untuk Wiranto, meski sebagian kalangan menilai pujian itu politis. Saat itu SBY memberikan apresiasi terhadap pertemuan yang dilakukan Wiranto sebagai Menko Polhukam dengan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab, pada Kamis 9 Februari 2017.

"Ketika saya mendengarkan statement kedua belah pihak, dan mengetahui ada pertemuan itu, terus terang saya sangat bersyukur," ujar SBY usai salat Jumat di Masjid Jami Al-Riyadh di Kwitang, Senen, Jakarta Pusat, Jumat 10 Februari 2017.

SBY juga memuji langkah Wiranto sebagai inisiator pertemuan yang menurutnya dilakukan dengan pendekatan yang tak menggunakan kekuatan penguasa.

"Saya mengucapkan terima kasih ya secara pribadi maupun selaku mantan presiden kepada Bapak Wiranto yang telah memberi contoh, bagaimana menjalin silaturahim yang baik, mengatasi masalah, mencari solusi secara bijak, karena pendekatannya mulia, persuasif, pendekatan hati, dan tidak menggunakan pendekatan kekuatan atau kekuasaan, istilah saya Beliau menggunakan softpower dan bukan hardpower," tandas SBY.

Menanggapi pujian tersebut, Wiranto justru menganggap kalimat tersebut lebih tepat jika diberikan kepada pemerintahan Jokowi-JK. Karena apa yang dilakukannya merupakan tugas dan tanggung jawab sebagai pembantu Presiden.

"Pujian itu agak kurang tepat, karena seharusnya ditujukan pada pemerintahan Jokowi-JK. Karena apa pun yang saya lakukan selalu dilaporkan pada Presiden dan dikoordinasikan ke Kapolri dan kementerian atau lembaga terkait," kata Wiranto, Minggu 12 Februari 2017.

Di sisi lain, Wiranto juga memperlihatkan kalau dia punya rasa hormat pada yuniornya itu. Misalnya, dia tak ragu mengucapkan selamat ulang tahun untuk SBY sembari memuji 10 tahun masa pemerintahan pria asal Pacitan, Jawa Timur itu.

"Selamat berulang tahun yang ke-65 pak @SBYudhoyono. Terima kasih telah memimpin Indonesia menjadi bangsa yang maju dan berdaulat," tulis mantan Panglima TNI itu di akun Twitter pribadinya @wiranto1947, Selasa 9 September 2014.

Pada kesempatan lain, Wiranto berkeluh-kesah tentang posisinya yang tak menguntungkan sebagai Panglima TNI ketika negara sedang dilanda masalah.

"Saya tidak beruntung jadi Panglima TNI saat negara rusuh," kata Wiranto di Kantor Centre for Strategic and International Studies, Jalan Tanah Abang III, Jakarta Pusat, Senin 29 September 2015.

Menjadi Panglima TNI sejak 16 Februari 1998 hingga 26 Oktober 1999, Wiranto sempat kaget ketika mengemban tugas. Baru beberapa bulan dilantik, mantan ajudan Presiden Soeharto ini harus menghadapi kasus penculikan aktivis yang disusul krisis ekonomi.

Namun, dia mengaku beruntung karena punya perwira yang bisa diandalkan, sehingga bisa menjalan tugas sebagai Panglima TNI dengan baik.

"Saya dikelilingi para perwira yang out of the box, seperti Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono)," jelas Wiranto.

Cerita ini terhubung dengan pengakuan SBY saat diwawancarai Metro TV. Dia mengaku bahwa hubungannya dengan Wiranto baik-baik saja.

"Hubungan saya dengan Beliau sebenarnya baik. Tak ada suatu peristiwa atau isu yang memecah silaturahim saya dengan Pak Wiranto," kata SBY, Rabu 25 Februari 2009.

Dalam kesempatan itu, SBY juga mengakui Wiranto adalah penyelamat kariernya di TNI. Wiranto adalah sosok yang meyakinkan Presiden Soeharto dan BJ Habibie untuk tidak menarik dirinya ke pemerintahan dan tetap di TNI sebagai Kassospol ABRI.

 

Reporter: Renald Ghiffari

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya