Evaluasi Pemilu Serentak, PPP Sepakat UU Pemilu Perlu Direvisi

Baidowi menjelaskan beberapa dasar usul revisi Undang-Undang ini di antaranya pelaksanaan Pemilu serentak 2019 merupakan perintah dari putusan MK.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Apr 2019, 12:46 WIB
Diterbitkan 24 Apr 2019, 12:46 WIB
Dua TPS di Tangerang Selatan Lakukan Pencoblosan Ulang
Warga memasukkan surat suara saat pemungutan ulang Pemilu 2019 di TPS 71 Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Rabu (24/4). Pencoblosan ulang dilakukan lantaran ditemukannya pelanggaran oleh Bawaslu saat pemilu serentak pada 17 April 2019 lalu (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi menilai perlu ada revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Hal itu, dilakukan meperbaiki sistem pemilu pasca Pemilu serentak 2019.

"Kami sepakat melakukan revisi UU Pemilu untuk perbaikan sistem ke depan namun tidak menabrak ketentuan hukum yang lebih tinggi," kata Baidowi pada wartawan, Rabu (24/4/2019).

Baidowi menjelaskan beberapa dasar usul revisi Undang-Undang ini di antaranya pelaksanaan Pemilu serentak 2019 merupakan perintah dari putusan Makhamah Konstitusi (MK) Nomor 14/PUU-XI/2013 yang kemudian diatur pada UU 7/2017 sehingga jika ingin mengubah sistem serentak dalam pemilu maka perlu mengubah Undang-Undangnya terlebih dahulu.

"Saat menyusun RUU Pemilu pansus sudah mendengarkan keterangan beberapa pihak termasuk penggugat untuk memastikan apa yang dimaksud serentak. Kesimpulannya bahwa pemilu serentak yang dimaksud adalah pelaksanaan pada hari dan jam yang sama," ungkapnya.

"Jika kemudian ada tafsir baru terhadap keserentakan yang dimaksud putusan MK, maka ada peluang untuk mengubahnya di RUU Pemilu," sambungnya.

 

Kendala Hukum

Dua TPS di Tangerang Selatan Lakukan Pencoblosan Ulang
Warga memasukkan surat suara ke dalam kotak saat pemungutan ulang Pemilu 2019 di TPS 49 Rengas, Kecamatan Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Rabu (24/4). Pencoblosan ulang dilakukan lantaran ditemukannya pelanggaran oleh Bawaslu saat pemilu serentak pada 17 April 2019 lalu. (merdeka.com/Arie Basuki)

Anggota Komisi II DPR ini juga menilai, wacana pemisahan pemilu Presiden, DPR, DPD dengan pemilihan kepala daerah dan DPRD juga memiliki kendala hukum. Pasalnya, ada putusan MK yang menyatakan Pilkada adalah bukanlah pemilu dan pembiayaannya juga berasal dari Pemerintah Daerah.

"Maka usulan pemecahan pelaksanaan pemilu ini juga memiliki kendala dari aspek landasan hukum karena sudah ada putusan MK. Maka untuk mengubah putusan MK tersebut perlu dilakukan amandemen UU 1945 yang langsung mengatur mengenai pelaksanaan pemilu," ucapnya.

Selain dua masalah itu, adanya petugas KPPS yang meninggal juga menjadi dasar adanya usulan revisi Undang-Undang Pemilu. Pria yang akrab disama Awiek ini merasa para petugas yang meninggal seharusnya sudah diasuransikan dari awal.

"Adapun ketentuan pembayaran premi diatur bersama pemerintah (Kemenkeu). Karena kami menyadari tugas berat mereka yang harus melaksanakan tugasnya dalam satu hari penuh," ucapnya.

 

Reporter: Sania Mashabi

Sumber: Merdeka.com

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya