Liputan6.com, Jakarta - Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) khususnya Pilpres 2019 menjadi ajang reuni bagi sembilan alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta atau yang sering disebut Kampus Biru.
Sembilan orang dalam sidang PHPU tersebut, baik dari tim kuasa hukum, ahli, hingga hakim konstitusi pernah menuntut ilmu di UGM.
Baca Juga
Sembilan alumnus tersebut ialah Hakim Anwar Usman, Hakim Aswanto, Hakim Saldi Isra, Hakim Enny Nurbaningsih, Edward Hiariej, Heru Widodo, Denny Indrayana, Iwan Satriawan, serta Luthfi Yazid.
Advertisement
Berikut profil singkat sembilan alumnus UGM yang dihimpun Liputan6.com:
1. Anwar Usman
Pria kelahiran Bima, 31 Desember 1956 ini memulai kariernya sebagai seorang guru honorer pada 1975 di SD Kalibaru, Jakarta pasca lulus dari Sekolah Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN). Ia kemudian sukses meraih gelar Sarjana Hukum pada 1984. Pasca tamat Strata 1, Anwar mencoba ikut tes menjadi calon hakim.
Kala itu, ia lulus dan diangkat menjadi Calon Hakim Pengadilan negeri Bogor pada 1985. Jabatan pertama Anwar di Mahkamah Agung adalah sebagai Asisten Hakim Agung mulai dari 1997 – 2003.
Kemudian kariernya berlanjut dengan pengangkatannya sebagai Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung selama periode 2003 – 2006. Di tahun 2005, ia diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dengan tetap dipekerjakan sebagai Kepala Biro Kepegawaian di MA.
Di Mahkamah Agung, jabatan yang pernah didudukinya, di antaranya menjadi Asisten Hakim Agung mulai dari 1997 – 2003 yang kemudian berlanjut dengan pengangkatannya menjadi Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung selama 2003 – 2006. Lalu pada 2005, dirinya diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dengan tetap dipekerjakan sebagai Kepala Biro Kepegawaian.
Ia kemudian berkesempatan menduduki Kepala Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung periode 2006 – 2011. Sejak 2011 ia kemudian menjabat sebagai hakim Mahkamah Konstitusi dan di tahun 2018 lalu, Anwar dilantik sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi.
Berikut riwayat pendidikan Anwar:
Sekolah Dasar Negeri Bima (1969)
PGAN di Bima (1973)
PGAAN di Bima (1975)
S-1 Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta (1984)
S-2 Program Studi Magister Hukum STIH IBLAM Jakarta (2001)
S-3 Program Bidang Ilmu Studi Kebijakan Sekolah Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (2010)
Selanjutnya
2. Aswanto
Satu dari sembilan hakim MK ini dilahirkan pada 17 Juli 1964 di Palopo, Sulaswesi Selatan. Aswanto menghabiskan masa kecilnya di Desa Komba, sebuah desa kecil di Palopo, Sulawesi Selatan.
Lulus dari sekolah menengah pertama, ia merantau ke Makassar untuk melanjutkan sekolah menengah atas dan perguruan tinggi. Hal itu dikarenakan pada saat itu SMA di Palopo belum terlalu banyak, kalaupun ada jaraknya masih sulit dijangkau dari kediamannya.
Aswanto meraih gelar Stratanya pada 1986 dari Universitas Hassanudin (Unhas). Saat itu ia mengambil jurusan Hukum dengan konsentrasi Hukum Pidana.
Pasca beberapa tahun lulus dari Unhas, ia melanjutkan ke pogram pascasarjana Ilmu Ketahanan Nasional, Universitas Gadjah Mada. Dan lulus pada tahun 1992.
Gelar Doktor diraihnya di Fakultas Ilmu Hukum, Universitas Airlangga pada 1999. Kala itu ia menulis disertasi terkait dengan hak asasi manusia.
Pasca meraih gelar Doktoralnya, pada 2001 Aswanto menjadi staf pengajar di Fakultas Hukum Unhas. Ia juga tercatat pernah menduduki posisi Ketua Pengawas Pemilu Provinsi Sulaswesi Selatan, yakni dalam Pemilu 2004.
Karier nasional ditapakinya saat menjadi Tim Seleksi Dewan Etik Mahkamah Konstitusi pada 2013 silam. Setahun kemudian, ia diangkat menjadi Hakim MK hingga 2019.
3. Saldi Isra
Saldi Isra menamatkan pendidikan Stratanya di Universitas Andalas (Unad). Ia mengambil jurusan Hukum dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,86.
Karena lulus dengan memuaskan, Saldi langsung langsung dipinang untuk menjadi dosen di Universitas Bung Hatta hingga Oktober 1995 sebelum akhirnya berpindah ke Universitas Andalas.
Ia mengabdi di Unad selama 22 tahun sambil menyelesaikan gelar Strata 2-nya di Universitas Malaya, Malaysia. Di tahun 2001 ia meraih gelar Master of Public Administration di universitas tersebut.
Gelar Doktoralnya didapat pada 2009 dari Universitas Gadjah Mada dengan predikat Cumlaude. Setahun kemudian, ia memperoleh gelar sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas.
Lalu pada 2017, Saldi dilantik sebagai salah satu Hakim MK menggantikan Patrialis Akbar yang tersandung kasus korupsi.
Advertisement
Selanjutnya
Enny Nurbaningsih lahir di Pangkal Pinang, 27 Juni 1962 silam. Perempuan yang pada awalnya bercita-cita sebagai guru ini memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Universitas Gadjah Mada pada 1981. Karena kecintaannya dengan dunia pendidikan, ia mengawali kariernya sebagai pengajar di almamaternya.
Pada 1995, ia meraih gelar S2 dari Universitas Padjadjaran dengan jurusan Hukum Tata Negara. Kemudian dilanjutkan ke Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada untuk memperoleh gelar Doktoralnya. Di tahun 2005, ia mendapatkan gelar Doktornya.
Pada 2018 silam, Enny Nurbaningsih akhirnya terpilih menggantikan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi perempuan di Indonesia. Sejak saat itu, ia resmi menjabat sebagai salah satu Hakim MK.
5. Edward Omar Sharif Hiariej
Pria kelahiran Ambon, Maluku, 10 April 1973 silam ini memperoleh gelar Sarjana Hukumnya dari Universitas Gadjah Mada. Tak hanya S1, gelar S2 serta Doktoralnya diperoleh dari Universitas Gadjah Mada dalam bidang yang sama.
Ia memperoleh gelar profesor dari UGM diusia yang cukup muda, yakni 37 tahun. Dia merupakan ahli yang didatangkan pihak Tim Hukum Jokowi-Maruf dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di MK.
6. Heru Widodo
Heru menempuh S1 dan S2-nya di Fakultas Hukum UGM. Sementara gelar doktornya ia raih dari Universitas Padjajajaran.
Saat ini Heru bekerja sebagai dosen di Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam As-Syafiiyah dan seorang pengacara. Sama seperti Edward Hiariej, Heru merupakan ahli yang dihadirkan oleh pasangan calon presiden Jokowi-Ma'ruf Amin di Mahkamah Konstitusi.
7. Denny Indrayana
Denny Indrayana dilahirkan pada 11 Desember 1972 di Kotabaru, Kalimantan Selatan. Ia dikenal sebagai seorang aktivis dan akademisi.
Namanya melejit ke publik kala ia menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (2011-2014).
Ia merupakan salah satu pendiri Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM). UGM merupakan almamater Denny saat menempuh gelar S1.
Gelar Magister serta Doktoralnya didapat dari Universitas Minnesotta, Amerika Serikat dan University of Melbroune, Australia.
Dalam persidangan PHPU, Denny merupakan salah satu Tim Hukum Prabowo-Sandi selaku Pemohon dalam sengketa Pilpres 2019.
Selanjutnya
8. Iwan Satriawan
Iwan Satriawan merupakan dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Iwan menempuh Strata Satunya di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Kemudian gelar Magister didapatinya dari International Islamic University Malysia dengan konsentrasi Perbandingan Hukum.
Gelar Doktornya didapat dari universitas dan bidang yang sama. Sama seperti Denny Indrayana, Iwan juga merupakan Tim Hukum Prabowo-Sandi.
9. Tahir Musa Luthfi Yazid
Luthfi lebih dikenal masyarakat sebagai pengacara hukum para jemaah umrah korban agen perjalanan First Travel.
Perannya dalam sidang PHPU di MK, sebagian Tim Hukum Prabowo-Sandi. Ia juga dikenal sebagai pendiri Jakarta International Law Office (JILO) yang sebelumnya bernama Luthfi Yazid and Parters.
Ia juga salah satu pendiri kantor firma hukum Yusril Ihza Mahendra & Partners sebelum akhirnya bubar dan berganti nama menjadi Ihza & Ihza Law Firm.
Ia meraih gelar Sarjana Hukum dari UGM pada 1993. Ia lalu mendapat gelar Master di bidang hukum dari University of Warwick, Inggris.
Advertisement