Liputan6.com, Jakarta Partai Demokrat menolak pengembalian mekanisme pemilihan presiden dan wakil presiden kembali oleh MPR.
"Sikap Demokrat dengan tegas menolak presiden kembali dipilih oleh MPR ya," kata Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon dalam keterangan tertulisnya, Kamis (28/11).
Baca Juga
Jansen mengatakan, hak memilih presiden secara langsung oleh rakyat tidak boleh dirampas. Pemilihan melalui MPR dianggap sama saja kembali ke era Orde Baru.
Advertisement
"Masak negeri berpenduduk 260 juta ini yang menentukan presidennya hanya sembilan orang saja. Memilih langsung Presiden inilah salah satu hak politik yang hilang di era Orde Baru. Masak kita mau mundur ke belakang lagi," ungkapnya.
Menurut dia, jika ada kekurangan di pemilihan secara langsung, baiknya diperbaiki saja. Misalnya memperketat pengawasan politik uang, menurunkan presidential treshold, serta memisahkan pemilihan presiden dengan pemilihan legislatif.
"Jadi, kami Demokrat menolak, mengembalikan kedaulatan rakyat memilih Presiden ini ke tangan MPR. Kalau ada kekurangan mari kita perbaiki," ucapnya.
Usulan PBNU
Sebelumnya, pimpinan MPR menemui Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (27/11/2019). Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet serta pimpinan lain hadir sekitar pukul 14.00 WIB hingga pukul 16.30 WIB.
Dalam pertemuan tersebut membicarakan wacana amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Dan PBNU sepakat terkait hal tersebut merujuk pada Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama PBNU di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, pada 2012.
"Tentang pemilihan Presiden kembali MPR, itu keputusan Munas NU di Kempek, Cirebon 2012. Kiai-kiai sepuh, waktu ada Kiai Sahal pas masih hidup, Kiai Mustofa Bisri, menimbang mudharot dan manfaat, Pilpres langsung itu hight cost, terutama cost sosial," kata Said Aqil.
Advertisement