Liputan6.com, Jakarta - Hari Pendidikan Nasional diperingati setiap tahunnya pada tanggal 12 Mei. Namun sayangnya, Hari Pendidikan Nasional tahun ini bertepatan dengan dengan libur Idul Fitri 2022 dan juga cuti bersama.
Oleh karena itu, upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional akan dilakukan pada besok, Jumat, 13 Mei 2022 sesuai keputusan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
Bukan tanpa sebab, dalam poin pertama pedoman Peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2022 yang dikeluarkan Kemendikbudristek tertera, sehubungan dengan Hari Raya Idulfitri 1443 H dan cuti bersama tahun 2022.
Sehingga, Kemendikbudristek menyelenggarakan Upacara Bendera Peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2022 pada 13 Mei 2022 pukul 08.00 WIB secara tatap muka, terbatas, minimalis, dan menerapkan protokol kesehatan dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19 yang telah ditetapkan pemerintah tanpa mengurangi makna, semangat, dan kekhidmatan acara.
Poin selanjutnya disebutkan, instansi pusat, daerah, satuan pendidikan, serta Kantor Perwakilan Republik Indonesia diluar negeri yang berada dalam daerah dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 1 dan Level 2 diperkenankan untuk menyelenggarakan upacara bendera secara tatap muka, terbatas, dan minimalis.
Sementara untuk instansi dan satuan pendidikan di daerah PPKM Level 3 diimbau tidak menggelar upacara bendera secara langsung, melainkan melalui siaran kanal Youtube Kemendikbud RI.
Ki Hadjar Dewantara adalah orang yang berani menentang kebijakan pemerintah kolonial Belanda, yang menyebut hanya anak keturunan Belanda dan orang kaya yang bisa sekolah. Melalui Keppes No 316 Tahun 1059 tertanggal 16 Desember, tanggal 2 Mei akhirnya ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Â
Sejarah Hari Pendidikan Nasional
Hari Pendidikan Nasional yang diperingati setiap tanggal 2 Mei tersebut memang bertepatan dengan hari lahir Bapak Pendidikan Nasional di Indonesia, Ki Hadjar Dewantara.
Ki Hadjar Dewantara lahir di Pakualaman pada 2 Mei 1889 dan meninggal di Jogjakarta, 26 April 1959 pada usia 69 tahun. Itulah mengapa tanggal kelahiran beliau diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional di Indonesia.
Kritiknya terhadap kebijakan pemerintah saat itu membuat dirinya diasingkan ke Belanda. Setelah kembali ke Indonesia, Ki Hadjar Dewantara kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang dikenal dengan nama Taman Siswa.
Selain mendirikan Taman Siswa, masih banyak kontribusi Ki Hajar Dewantara dalam ranah pendidikan di Indonesia.
Ki Hadjar Dewantara juga merupakan seorang aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia di zaman penjajahan Belanda.
Â
Advertisement
Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara menamatkan pendidikan dasar di ELS (Europeesche Lagere School) atau sekolah dasar pada zaman kolonial Hindia Belanda di Indonesia. Selanjutnya ia juga sempat melanjutkan pendidikan ke STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen), yaitu sekolah pendidikan dokter di Batavia pada zaman kolonial Hindia Belanda, namun tidak sampai lulus lantaran sakit.
Ki Hadjar Dewantara juga pernah bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik di Indonesia, yaitu Boedi Oetomo dan Insulinde. Tulisan Ki Hadjar Dewantara yang paling terkenal saat itu yaitu, "Een voor Allen maar Ook Allen voor Een" atau "Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga."
Ada pula kolom Ki Hadjar Dewantara yang paling terkenal dengan judul "Als ik een Nederlander was" diterjemahkan menjadi, "Seandainya Aku Seorang Belanda."
Tulisan tersebut dimuat dalam surat kabar De Expres pada 13 Juli 1913, surat kabar tersebut berada di bawah pimpinan Ernest Douwes Dekker. Namun lantaran tulisannya tersebut, ia ditangkap dan diasingkan ke Pulau Bangka.
Tapi kedua rekannya, Ernest Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo, melakukan protes atas pengasingan tersebut. Akhirnya mereka bertiga pun diasingkan ke Belanda, dan ketiga tokoh ini kemudian dikenal dengan sebutan "Tiga Serangkai."