Liputan6.com, Jakarta - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI langsung membahas soal revisi Undang-Undang Kementerian Negara. Pembahasan tersebut mengacu pada keputusan MK nomor 79/PUU-IX/2011.
Pada rapat Baleg DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/5/2024) itu, Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi (Awiek) mempersilakan tenaga ahli Baleg menyampaikan dasar adanya revisi tersebut.
Baca Juga
Tenaga ahli menyampaikan Pasal 4 Ayat (1) dan Pasal 17 UU Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jika tidak ada pembatasan presiden dalam menentukan jumlah menteri negara.
Advertisement
"Dalam pasal 4 Ayat 1 dan pasal 17 UU NRI Tahun 1945 tidak ada pembatasan secara limitatif bahwa presiden dalam menetapkan jumlah menteri negara yang diangkat dan diberhentikannya," kata tenaga ahli Baleg.
Baleg memaparkan rumusan Pasal 15 UU Kementerian Negara bahwa jumlah kementerian paling banyak 34. Baleg mengusulkan jumlah menyesuaikan dengan kebutuhan presiden.
"Kemudian berkaitan dengan rumusan Pasal 15. Pasal dirumuskan berbunyi sebagai berikut: jumlah keseluruhan kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 semula berbunyi paling banyak 34 kementerian, kemudian diusulkan perubahannya menjadi ditetapkan sesuai dengan kebutuhan presiden dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan," kata tenaga ahli DPR.
Sementara itu Awiek menyatakan, perubahan jumlah pos kementerian ada pada poin efektivitas pemerintahan.
"Yang terakhir itu ada kunci efektivitas pemerintahan jadi kalau tidak diatur jumlahnya bisa jadi jumlah menterinya hanya 10. Jadi jangan diasumsikan selalu lebih dari 34, bisa jadi kurang dari 34, bisa naik, bisa turun ya kan," kata Awiek.
Dorong Revisi
Sebelumnya, Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani mendorong revisi Pasal 15 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, untuk akomodasi jumlah kementeerian menjadi 40.
Muzani menyatakan, tiap pemerintahan selalu berbeda. Ia menyebut hampir setiap pergantian pemerintahan ada perubahan di tubuh kementerian.
“Saya kira hampir di setiap kementerian dulu dari ibu Mega ke pak SBY ada penambahan atau perubahan, dari pak SBY ke pak Jokowi juga ada perubahan, dan apakah dari pak Jokowi ke pak Prabowo ada perubahan, itu yang saya belum tahu,” kata Muzani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Minggu (12/4/2024).
Ia mengingatkan UU itu bersifat fleksibel dan hisa diubah. Sebab, tiap pemerintahan punya kebijakan berbeda.
“Karena setiap presiden punya masalah dan tantangan yang berbeda. Itu yang kemudian menurut saya UU kementerian itu bersifat fleksibel, tidak terpaku pada jumlah,” kata dia.
Advertisement