Mereka yang Makan dari Industri Otomotif

Berapa banyak orang yang menggantungkan hidupnya dari industri otomotif?

oleh Rio Apinino diperbarui 21 Agu 2017, 09:29 WIB
Diterbitkan 21 Agu 2017, 09:29 WIB
GIIAS 2017, Pameran Otomotif, Galeri Foto
Sejumlah pengunjung memadati pameran otomotif GIIAS 2017 di ICE BSD, Tangerang, (19/8/2017). Pameran otomotif terbesar se-Asia Tenggara tersebut menampilkan 30 merek mobil dan produk otomotif lainnya. (Bola.com/M iqbal Ichsan)

Liputan6.com, Jakarta - Industri otomotif adalah satu dari sembilan cabang industri unggulan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia via Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Cabang-cabang ini diperuntukkan untuk bersaing dalam Asean Economic Community/AEC.

Cabang industri ini ditetapkan sebagai cabang industri unggulan bukan tanpa alasan. Salah satu alasan paling utama adalah bahwa otomotif menyerap banyak tenaga kerja.

Masalahnya tidak ada otoritas resmi yang dapat dirujuk untuk mengetahui secara presisi berapa besar industri ini secara keseluruhan menyerap tenaga kerja. Selain itu, kesulitan mengetahui angka pasti juga karena industri ini terdiri dari beberapa lapisan.

Lapisan utama, misalnya, pekerja yang terserap di bisnis inti seperti pabrik perakitan dan dealer. Sementara lapisan turunan, terdiri dari mereka yang bekerja seperti di bengkel mandiri, atau bahkan hanya sekadar penjualan sparepart.

Ada beberapa klaim yang dapat dipakai untuk mengetahui berapa banyak orang yang "makan" dan menggantungkan hidup dari industri ini. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) misalnya, mengatakan kalau yang "terlibat langsung" di sektor otomotif ada 1,1 juta orang.

"Kalau yang terlibat langsung, misalnya pekerja pabrik, dealer, cabang pembantu, tier satu, itu 1,1 juta orang. Ini memang belum menghitung yang tidak langsung seperti bengkel-bengkel," terang Yohannes Nangoi, Ketua Umum Gaikindo, Sabtu (19/8) kemarin.

Klasifikasi Badan Pusat Statistik (BPS) lebih rumit lagi. Mereka, misalnya, membedakan antara mereka yang bekerja di subsektor "kendaraan bermotor, trailer, dan semi trailer," dengan "jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan", atau dengan "mesin dan perlengkapan". Padahal industri otomotif sendiri merupakan gabungan dari itu semua.

Kemenperin sendiri pernah memuat infografis di laman resminya yang menginformasikan bahwa sektor otomotif menyerap 1,5 juta tenaga kerja yang "terdistribusi pada berbagai sektor; industri perakitan, industri komponen lapis pertama, kedua, dan ketiga, sampai di tingkat bengkel resmi sales, service, dan sparepart."

Angka tersebut mengalami kenaikan. Pasalnya tahun 2013, Kemenperin juga melansir informasi yang sama. Ketika itu, mereka menyebut bahwa total tenaga kerja yang terserap mencapai 1,329 juta orang.

Dari angka itu, lapisan yang merekrut tenaga kerja paling banyak adalah "outlet, workshop, non-authorized sales, service, and spareparts", dengan total sebanyak 504 ribu orang. Sebagai pembanding, lapisan "perakitan mobil" hanya 45 ribu saja.

Perlu digarisbawahi, angka-angka ini bisa jadi sangat fluktuatif. Pasalnya sulit menghitung, misalnya, berapa orang yang terserap ketika ada sebuah pameran otomotif seperti GIIAS. Termasuk mereka yang jadi salesman, SPG, hingga kuli-kuli angkut, meski jumlahnya mungkin tidak signifikan.

Tapi yang jelas, sepertinya tren kenaikan tenaga kerja di sektor ini akan semakin tinggi seiring dengan semakin banyaknya investasi otomotif yang masuk. Pabrik baru Mitsubishi misalnya, menyerap 3.000 tenaga kerja, begitu juga dengan pabrik baru Wuling.

Simak Juga Video Menarik Berikut Ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya