Bawaslu Prediksi Puncak Penyebaran Hoaks Pemilu Terjadi pada Februari 2024

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI memprediksikan puncak penyebaran hoaks mengenai pemilu di media sosial akan terjadi pada Februari 2024.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 04 Sep 2023, 12:26 WIB
Diterbitkan 04 Sep 2023, 12:24 WIB
Ilustrasi Gedung Bawaslu
Ilustrasi Gedung Bawaslu (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI memprediksikan puncak penyebaran hoaks mengenai pemilu di media sosial akan terjadi pada Februari 2024.

Anggota Bawaslu, Herwyn JH Malonda mengatakan, hal itu tercermin dari fenomena yang terjadi di 2019, ketika itu puncak hoaks terjadi pada April 2019 menjelang tahapan pemungutan suara.

"Ini yang memang kami perlu perhatikan bersama, karena terkait isu informasi negatif maka tren hoaks dan berita tidak benar ini bisa meningkat. Kalau berkaca 2019, memuncak di April 2019 ketika berakhirnya tahapan kampanye sampai menjelang pemungutan suara Pemilu," ujar Herwyn dilansir dari Antara, Senin (9/4/2023).

"Nah kalau saat ini, bukan tidak mungkin hoaks itu akan meningkat dan memuncak di akhir November 2023, pada tahapan kampanye sampai pada awal Februari 2024, menjelang tahapan pemungutan suara,’’ tambahnya.

Herwyn menuturkan, berdasarkan data pada 2019 lalu, sebanyak 501 isu hoaks tersebar di media sosial dan merupakan puncak dari penyebaran hoaks pada gelaran Pemilu 2019.

Menurut dia, kondisi ini perlu diantisipasi karena dapat berdampak pada penyelenggaraan Pemilu 2024. Herwyn menganggap, hoaks bisa memicu polarisasi di tengah masyarakat, munculnya ketidakpercayaan pada penyelenggara pemilu, ketidakpercayaan pada hasil pemilu.

Untuk itu, Bawaslu terus melakukan pencegahan dengan media monitoring sekaligus mempublikasikan informasi dan edukasi kepemiluan secara masif, agar maraknya informasi hoaks dapat diredam dengan berita kebenaran.

"Kami juga melakukan kolaborasi kepada stakeholder (pemangku kepentingan, red) terkait seperti Kemenkominfo, platform media sosial, media, dan konten kreator, dan juga membentuk gugus tugas pengawasan kampanye bersama KPI, KPU, dan Dewan Pers," ucap Herwyn.

Ketua Bawaslu: Hoaks Jadi Titik Rawan dalam Pemilu 2024

Bawaslu
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menyampaikan pihaknya telah menugaskan Bawaslu Sumenep untuk menelusuri video viral di media sosial video soal pembagian amplop berwarna merah dengan lambang partai khas PDIP. (Merdeka.com)

Sebelumnya, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja menyebut, berita bohong atau hoaks sebagai titik rawan dalam pemilihan umum (pemilu) yang tak terhindarkan di era digitalisasi saat ini.

Bagja mengatakan bahwa dampak utama dari hoaks ialah munculnya polarisasi di tengah masyarakat, sebagaimana yang terjadi pada Pemilu 2019 lalu.

"Hoaks atau berita bohong merupakan variabel titik rawan dalam pemilu dan pemilihan yang sifatnya tidak terhindarkan di masa digitalisasi dewasa ini," kata Bagja dalam webinar Sosialisasi Perkembangan Tahapan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024, dilansir dari Antara, Sabtu (12/8/2023).

Bagja menambahkan, apabila hoaks tidak dapat ditangani maka dapat menurunkan kredibilitas dan integritas penyelenggaraan pemilu. Menurutnya, hal itu akan berakibat pada menurunnya kualitas pemilu dan merusak rasionalitas pemilih.

Selain itu, lanjut dia, hoaks dapat menimbulkan konflik sosial, ujaran kebencian, dan propaganda, serta membesarnya disintegrasi nasional.

"Kemudian yang kelima, menjadi contoh pemilihan lain di berbagai level sehingga kemudian akan menjadi persoalan di seluruh tingkatan pemilihan," ujarnya.

Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), dia memaparkan bahwa ada 9.814 temuan isu hoaks seluruh kategori pada Agustus 2018 hingga April 2022.

Sedangkan, 922 isu hoaks ditemukan pada rangkaian Pemilu 2019, dengan 557 kasus di antaranya ditemukan pada Maret hingga Mei 2019 yang merupakan masa puncak pemilu. Adapun pada Pilkada 2020, tambah dia, ditemukan 65 isu hoaks.

"Kemudian diseminasi ke kementerian dan lembaga masyarakat 65, kemudian total sebaran ada 1.004, kemudian yang diajukan untuk di-take down 393," paparnya.

Selain isu hoaks, Bagja menuturkan, tantangan lainnya yang menjadi titik rawan pada Pemilu Serentak 2023 adalah politisasi SARA, politik uang dan penyalahgunaan anggaran, pelanggaran netralitas ASN, TNI/Polri, dan kepala desa, serta data dan pemutakhiran data pemilih, hingga kerumitan pemungutan atau penghitungan suara dan memperoleh hasil.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya