Liputan6.com, Kupang - Warga Desa Pitai, Sulamu, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur, berebut air bersih untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga di sumur tua di daerah itu. Konflik ini dipicu karena tidak ada lagi sumber air lain yang bisa diperoleh.
"Ini kemarau yang sangat ganas dan telah menutup semua sumber air baku yang ada. Hanya tersisa satu sumur tua yang kita harap bisa penuhi kebutuhan air dalam rumah tangga kami," kata seorang warga Desa Pitai, Sefriana (45), di Kupang, dilansir Antara, Selasa 26 Juli 2016..
Dia mengatakan kesulitan air bersih sudah dialami sejak awal 2016. Kekeringan terjadi setelah daerah itu tidak lagi diguyur hujan yang bisa membantu tersedianya air bawah tanah sebagai pasokan air bersih.
Advertisement
Krisis air bersih di wilayah itu, sudah langganan setiap tahun bagi ratusan warga yang mendiami wilayah desa tersebut. Namun demikian, kondisi saat ini jauh lebih parah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Pemenuhan air bersih untuk warga masih bergantung kepada sejumlah sumber air baku, tanpa ada tambahan jumlah dan kualitasnya dari pemerintah.
Baca Juga
Sefriana mengatakan jika seandainya guyuran hujan bisa berlangsung normal sepanjang tahun, warga tidak perlu khawatir dengan sumber air bersih. Sebaliknya, kata dia, jika kemarau panjang melanda seperti saat ini, krisis air bersih sudah tidak dapat lagi dielakkan.
Jika kemarau seperti ini, warga hanya bisa bergantung pada sumber air baku di sumur tua di desa itu, meskipun dengan debit air yang juga sedikit. Pemanfaatan sumur tua itu lalu diatur masyarakat untuk bisa memberikan pemenuhan kebutuhan air bersih mereka.
Melalui aparat pemerintah desa, pemenuhan kebutuhan air bersih yang berasal dari sumur itu diatur, sehingga bisa adil dan merata untuk semua warga.
"Setiap keluarga hanya boleh mendapatkan 20 liter air bersih dari sumur itu sekali melakukan antrean," kata Sefriana.
Dia berharap, pemerintah daerah di tingkat atasnya, bisa segera menangani persoalan tersebut, agar warga di desa itu bisa terbantu dalam pemenuhan kebutuhan air bersih.
Puncak Kemarau
"Ini masih awal kemarau, saya khawatir jika puncak kemarau pada September dan Oktober nanti kondisi akan semakin parah," kata dia.
Kepala Desa Pitai Yermi Yacob Ndone pada kesempatan terpisah mengaku krisis air bersih yang dialami desa itu dengan ratusan warga sudah berlangsung lama. Upaya permintaan bantuan kepada pemerintah daerah sudah sering kali dilakukan, namun tidak pernah ada respons.
Menurut dia, kondisi krisis air bersih di desa itu terjadi tiap tahun, saat kemarau mulai datang, seiring dengan menurunnya bahkan mengeringnya sejumlah sumber mata air baku di daerah itu.
Meski demikian, imbuh dia, upaya dan permohonan bantuan yang dimintakan belum juga ada respons. "Kami tidak tahu lagi mau ke mana. Upaya maksimal kepada pemerintah di tingkat atas sudah dilakukan namun belum ada respons," tutur dia.
Yermi mengaku hanya bisa pasrah. Sebab, dia dan seluruh warga masyarakat di desa itu tidak sanggup melawan kehendak alam yang tidak lagi menurunkan hujan di awal tahun ini.
"Kita hanya bisa berpasrah karena kehendak alam yang tidak lagi menurunkan hujan," ujar dia.
Kendati begitu, Yermi masih berharap akan ada respons positif dari pemerintah, sehingga saat puncak kemarau, September dan Oktober nanti, warga di desa itu bisa tetap menikmati air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.