Liputan6.com, Makassar - Penyelidikan kasus dugaan percaloan penerimaan mahasiswa baru di Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Sulawesi Selatan, terus bergulir. Tim Pengawas dan Pembinaan Internal Unhas Makassar yang dipimpin Nasruddin Salam bahkan mendatangi Kantor Satuan Reskrim Polrestabes setempat, Sabtu, 10 Desember 2016.
Kedatangan mereka untuk mendalami pengakuan salah satu tersangka dalam kasus dugaan percaloan penerimaan mahasiswa baru FK Unhas Makassar, yakni Rahmatia.
"Mereka datang kemarin dalam rangka mengambil keterangan tersangka Rahmatia yang merupakan PNS Rektorat Unhas. Itu untuk kepentingan internal mereka sebagai bidang pengawasan atau semacam inspektoratnya Unhas-lah," ucap Wakil Kepala Satuan Reskrim Polrestabes Makassar Kompol Tri Hambodo saat dihubungi Liputan6.com melalui sambungan telepon, Minggu (11/12/2016).
Dihubungi secara terpisah, Nasruddin Salam selaku Ketua Tim Pembinaan Internal Unhas Makassar mengatakan, pihaknya memeriksa Rahmatia untuk kepentingan internal. Sebab yang bersangkutan merupakan aparatur sipil negara yang bertugas di internal Unhas.
"Kita sedang mendalami keterangan dia (Rahmatia) atas sindikat percaloan yang selama ini ia lakoni. Mengenai beberapa nama staf rektorat lainnya yang ia sebutkan itu beberapa di antaranya nama samaran, bukan nama asli jadi kita tetap akan telusuri juga," kata Nasruddin.
Empat dari lima nama staf rektorat yang disebut Rahmatia turut terlibat dalam sindikat percaloan, menurut Nasruddin, adalah nama samaran.
"Ada lima nama disebut Rahmatia yang sedang kita juga dalami, yakni Daud, Irwan, Awal, Raba, dan Sulis. Kalau Daud betul dia staf rektorat yang bertugas di bagian penjernihan kampus. Kalau nama lain yang disebut itu semuanya samaran," Nasruddin menerangkan.
4 Nama Misterius
Keempat nama yang masih misterius tersebut bisa diungkap setelah penyidik kepolisian memeriksa Daud. "Makanya kita tunggu saja setelah Daud diperiksa informasi dari penyidik mendekat ini, ia akan dipanggil untuk diambil keterangannya," ia menambahkan.
Adapun mengenai nama Dr Rahman yang juga disebut sebelumnya terlibat dalam sindikat percaloan oleh tersangka Rahmatia, Nasruddin menegaskan, bukan urusan internal pihaknya, melainkan kewenangan kepolisian untuk memeriksanya karena Rahman bukan dari internal Unhas.
"Jadi kami ini hanya periksa pihak dalam saja yang terlibat. Kalau Rahman itu bukan orang dalam jadi sepenuhnya itu kewenangan penyidik kepolisian, "tegas Nasruddin.
Dalam kasus ini, tersangka Rahmatia membeberkan sejumlah nama yang terlibat dalam jaringannya di hadapan penyidik reskrim Polrestabes Makassar.
Ia mengaku menjadi korban persekongkolan jaringan percaloan di Kampus Unhas yang dilakoni oleh tiga staf rektorat, yakni Sulis alias SS, Daud alias DA, dan Awal alias AL.
Keterangan Tersangka Rahmatia
Awalnya, Rahmatia mengakui dirinya dihubungi oleh pegawai di bagian workshop berinisial AL. AL inilah, kata Rahmatia, yang menyuruh mencari calon mahasiswa baru yang ingin masuk FK Unhas Makassar.
"Dia (AL) menanyakan apakah ada anggota yang mau masuk fakultas kedokteran. Namun saat itu saya bilang tidak ada," tutur Rahmatia.
Tak berselang lama Rahmatia ketemu dengan LK yang merupakan alumnus Unhas dan menetap di rumah sakit yang dikelola Dr Rahman bernama RS Inau, Makassar.
Dalam pertemuan itu, Rahmatia mengatakan, LK lalu bercerita jika ada anggotanya yang ingin masuk ke FK Unhas. Rahmatia pun teringat sebelumnya bahwa Al pernah mencari calon mahasiswa baru yang dimaksud.
"Saya lalu menghubungi AL, namun yang bersangkutan mengarahkan saya menemui Raba alias RB staf rektorat yang katanya bisa mengurus hal tersebut," ujar Rahmatia.
Rahmatia pun mencoba menghubungi RB lewat telepon. Komunikasi pun terjalin, RB meminta uang sebesar Rp 5 juta untuk membantu pengurusan.
"Tapi saya tak transferkan uang yang diminta RB tersebut karena ia menolak bertemu secara langsung dengan saya," ucap Rahmatia.
Alasan RB tak mau bertemu saat itu, menurut Rahmatia, lantaran RB berada di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin. Ia hendak ke Jakarta bersama rektor untuk mengurus nomor stambuk mahasiswa yang lulus.
Baca Juga
Selanjutnya, masih menurut Rahmatia, RB pun meminta agar uang tersebut diserahkan ke AL saja. Rahmatia kemudian menyerahkannya dengan bukti kuitansi. Sore harinya, RB kembali meminta untuk ditransferkan uang sebesar Rp 20 juta.
Namun, Rahmatia menolak melakukan transfer uang. Sebab, nomor rekening yang dikirim RB tidak sesuai dengan namanya, tetapi atas nama SS.
Meski demikian, RB kembali meminta agar Rahmatia mencari calon mahasiswa baru lainnya. Ia pun meneruskan pesan milik RB itu kepada Nurjanna. Nurjanna pun kemudian merekrut Aqillah sebagai calon mahasiswa baru.
"Setelah itu, saya dan Nurjanna lalu bertemu dengan pria berinisial DA (orang suruhan RB) di PCC Makassar. Di situlah Nurjanna dan DA bercerita, namun saya tak tahu apa isi pembicaraannya tersebut," kata Rahmatia.
Setelah pertemuan itu. Rahmatia dan Nurjannah kembali menemui pria berinisial DA di sebuah kafe di bilangan Jalan Perintis Kemerdekaan, Makassar. Namun kali ini, Nurjannah juga turut membawa Aqila yang merupakan calon mahasiswa baru yang ingin diurus tersebut.
Dalam pertemuan itu, Nurjannah kemudian menyerahkan uang Rp 180 juta kepada DA melalui Rahmatia. DA kemudian memberikan Rahmatia sebesar Rp 30 juta, sedangkan sisanya sebesar Rp 150 juta diambil DA.
Advertisement
2 Staf Rektorat Menghilang
Sementara itu, Irwan dan Daud yang merupakan staf rektorat menghilang sejak rekannya, Rahmatia, ditangkap polisi dalam kasus percaloan penerimaan mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.
"Dia sudah tidak pernah datang ke kantor sejak Rahmatia tertangkap. Mereka seperti menghilang tak tahu di mana sekarang ini," ujar salah seorang staf bagian kepegawaian di Rektorat Unhas saat ditemui Liputan6.com di ruangan kerjanya, Jumat, 9 Desember 2016.
Dari keduanya, MA hanya mengaku sangat kenal dengan Daud tapi Irwan sendiri ia tak kenal. "Pak Daud sih kenal memang di sini, kalau Pak Irwan saya tidak tahu," ia menerangkan.
Adapun Wakil Rektor III Unhas Makassar Abdul Rasyid Djalil mengatakan hal yang sama. Ia hanya mengenal nama Daud yang kesehariannya bertugas di bagian pemeliharaan workshop Unhas.
"Saya tak tahu kapan menghilangnya tadi juga saya tak melihatnya," ujar Rasyid saat dikonfirmasi Liputan6.com, Jumat, 9 Desember 2016.
Mengenai dugaan peran Daud dalam percaloan penerimaan mahasiswa baru FK Unhas yang kasusnya sedang diusut polisi tersebut, Rasyid mengatakan tak tahu Daud terlibat atau tidak.
"Semuanya saya serahkan penanganannya kepada kepolisian, apalagi kan sudah berproses penyidikan," Rasyid menerangkan.
Bantahan Direktur Rumah Sakit
Dihubungi secara terpisah, Dr Rahman yang merupakan Direktur RS Inau Makassar membantah jika dirinya ikut terlibat dalam sindikat percaloan penerimaan mahasiswa baru fakultas kedokteran yang dilakoni jaringan Rahmatia.
"Saya tak habis pikir kenapa nama saya dicatut. Saya sama sekali tak mengenal siapa itu Rahmatia apalagi berinteraksi dengannya," kata Rahman.
Rahman mengungkapkan, ia hanya mengetahui nama Rahmatia dari seseorang yang berinisial LK. Selain sebagai alumnus Unhas, LK kata Rahman bekerja di RS yang dipimpinnya sebagai seorang penjaga rumah sakit. LK bahkan tinggal dan menetap di RS Inau.
"Beberapa bulan lalu LK saya ketahui dekat dengan seorang perempuan. Belakangan LK cerita ibu itulah yang bernama Rahmatia," Rahman menjelaskan.
LK, menurut Rahman, pernah bercerita jika dirinya disuruh mencari calon mahasiswa baru yang ingin masuk ke FK Unhas Makassar. Karena tertarik, LK mencari calon mahasiswa baru di daerah kemudian mempertemukannya kepada Rahmatia.
"Waktu dengar cerita LK itu, saya sempat nasihati LK agar dia berhati-hati dengan ibu yang bernama Rahmatia tersebut. Dan menjelaskan kepada LK bahwa tak ada penerimaan mahasiswa baru di Unhas dengan sistem pembayaran demikian," tutur Rahman.
Selain itu, kata Rahman, LK pernah bercerita jika dirinya sudah pernah melakukan transaksi dengan Rahmatia di RS Inau, serta di sebuah kafe di bilangan Jalan BTP, Makassar.
"Nama saya dipakai kemungkinan untuk meyakinkan korban," kata Rahman.
LK, masih menurut Rahman, juga pernah bercerita jika uang fee yang telah didapatkan sebesar Rp 20 juta dari delapan korban terakhir masih disimpannya.
"Saya malah pernah sarankan agar LK desak Rahmatia untuk membuat surat pernyataan agar mengembalikan uang dengan utuh jika calon tidak lolos. Saya sarankan itu kepada LK saat ia ceritakan kondisinya," Rahman menandaskan.
Advertisement
Perilaku Seorang Tersangka di Sel Tahanan
Adapun perilaku Nurjannah, salah satu tersangka kasus percaloan penerimaan mahasiswa baru FK Unhas, tiba-tiba berubah selama berada dalam sel tahanan Reskrim Polrestabes Makassar. Nurjannah yang menemani Rahmatia di dalam sel tahanan, setiap hari mengisi waktu dengan mengaji.
"Betul dia sering mengaji kalau di dalam sel titipan. Kadang mengajinya siang dan sore," ujar Akbar salah seorang anggota piket Reskrim Polrestabes Makassar, Sabtu, 10 Desember 2016.
Nurjannah diakui Akbar memiliki suara yang bagus saat melantunkan ayat-ayat suci Alquran. Ia bahkan tak pernah luput melaksanakan salat fardu meski di dalam sel titipan Reskrim Polrestabes Makassar.
"Asalkan sudah diperiksa dan kembali ke sel titipan dia istirahat dan waktu salat dia juga salat, usai itu memanfaatkan mengaji," Akbar menerangkan.
Nurjannah Jalil (53) dan Rahmatia alias Tia (36) adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang bertugas sebagai staf rektorat di Kampus Unhas Makassar. Mereka diciduk di ruangan kerja masing-masing pada Senin, 5 Desember 2016.
Kronologi Kasus Percaloan Mahasiswa
Kedok keduanya sebagai calo penerimaan mahasiswa baru terungkap setelah korbannya datang melaporkan ke Rektorat Unhas. Alhasil, pihak rektorat mengamankan keduanya lalu menghubungi Polsek Tamalanrea guna pengusutan lebih lanjut.
Saat diinterogasi awal oleh penyidik, Nurjannah yang merupakan satu di antara pelaku mengaku bahwa awalnya ia sementara mengurus anak korban, Aqila bernama Ananda untuk masuk ke Fakultas Kedokteran Unhas, saat itu ia meminta bantuan ke Dr Rahman. Namun, menurut Nurjannah, Dr Rahman mengarahkan Nurjannah bertemu dengan Rahmatia yang katanya berperan sebagai panitia penerimaan mahasiswa baru Unhas Makassar kala itu.
Setelah bertemu, Rahmatia kemudian menyampaikan Nurjannah untuk mencari orang lain agar anak korban bisa diluluskan masuk ke fakultas kedokteran karena masih ada kuota yang kosong. Nurjannah lalu menyampaikan kabar itu ke korban, Aqila. Akhirnya, Aqila bersedia anaknya diurus dengan biaya Rp 325 juta.
Namun setelah beberapa lama pengurusan dan tak ada kabar kelulusan, Aqila lalu mencoba menanyakan kepada Nurjannah, tapi oleh Nurjannah dijawab sesuai penyampaian Rahmatia bahwa Aqila diminta bersabar karena pengurusan sementara berproses.
"Karena jenuh dijanjikan, korban Aqila lalu menagih uangnya dikembalikan saja dan ia juga kebetulan sudah masuk ke fakultas kedokteran di UMI. Karena uang tak dapat dikembalikan, korban Aqila kemudian melapor ke rektorat dan kasusnya kemudian ditangani Polsek Tamalanrea, Makassar.
Hanya berselang beberapa hari, penanganan kasus tersebut diambil alih Polrestabes Makassar. Kasus percaloan penerimaan mahasiswa baru FKÂ Unhas Makassar itu dianggap memenuhi unsur tindak pidana korupsi. Yakni, adanya unsur penyalahgunaan kewenangan, sehingga memperkaya diri sendiri dan orang lain.