Membangkitkan Kesenian Sakral Bali

Seniman sekaligus Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali Putri Suastini Koster mengajak generasi muda di daerah itu untuk membangkitkan kembali kesenian-kesenian sakral yang hampir punah.

oleh Liputan6dotcom diperbarui 09 Apr 2019, 12:00 WIB
Diterbitkan 09 Apr 2019, 12:00 WIB
Pertunjukan Tari Bali
Pertunjukan tari tradisional Bali di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jumat-Sabtu (2-3 Maret 2019). (dok. Instagram @blitudik/https://www.instagram.com/p/BuoK7ioBiwZ/Esther Novita Inochi)

Liputan6.com, Jakarta - Seniman sekaligus Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali Putri Suastini Koster mengajak generasi muda di daerah itu untuk membangkitkan kembali kesenian-kesenian sakral yang hampir punah.

"Marilah kita mulai peduli untuk membangkitkan dan melestarikan seni budaya yang kita miliki, terlebih yang hampir punah sehingga kelestarian tidak hanya diwujudkan dengan simbolis belaka melainkan menggali dan secara kontinyu melestarikannya," kata Putri Koster di sela menghadiri ritual Karya Ngusaba Dalem, Ida Bhatara Dalem Memasar di Pura Pesamuhan Agung/Pasar Nongan, di Desa Nongan, Amlapura, Karangasem, Senin, 8 April 2019, dilansir Antara.

Dalam kesempatan itu, Putri Koster bahkan ikut menarikan tari Rejang Pala, yakni sebuah tarian sakral berumur ratusan tahun di Desa Nongan bersama sekitar 200 penari dari kalangan anak-anak, remaja, maupun dewasa.

Sebagai salah seorang yang sering berkecimpung dalam dunia seni tari maupun seni panggung, dia memberikan apresiasi tinggi terhadap rekonstruksi tarian sakral tersebut.

"Membangkitkan kembali seni budaya yang hampir punah merupakan wujud nyata kepedulian terhadap warisan para leluhur. Di samping itu, melestarikan seni dan budaya juga merupakan cerminan dari visi misi Gubernur Bali yaitu Nangun Sat Kerthi Loka Bali," ucap istri Gubernur Bali itu.

Menurut dia, pelestarian tidak hanya dilakukan dari segi sekala (nyata atau fisik) semata melainkan juga dari segi niskala (spiritual/rohani).

Sementara itu, Wayan Arya Satyani, salah satu anggota tim rekonstruksi tari Rejang Pala mengatakan bahwa tarian tersebut berasal dari peninggalan Pura Pan Balang Tamak yang ada di Desa Nongan.

Pada awalnya, di kalangan masyarakat desa setempat hanya beredar cerita bahwa Rejang tersebut hanya berupa gelungan berisi buah-buahan dan dikeluarkan pada saat ada upacara, tetapi tidak ditarikan karena masyarakat tidak mengetahui bagaimana cara menarikannya.

Untuk itu, ia beserta tim dari Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar menelusuri sejarah dan melakukan rekonstruksi tari tersebut.

Tarian tersebut memiliki tujuan untuk memohon keselamatan, kesuburan yang gemah ripah loh jinawi terutama pada subak abian, karenanya para penari dihiasi dengan gelungan (hiasan kepala) yang berisi buah-buahan lokal.

"Saya berharap tarian ini dapat mewakili sejarah yang ada di desa ini khususnya di Pura Pan Balak Tamak sehingga sejarah yang ada dapat diketahui, dinikmati oleh generasi muda saat ini," ucapnya.

Dalam kesempatan itu, selain dilakukan persembahyangan bersama juga dirangkaikan dengan peresmian komitmen masyarakat Desa Nongan terhadap pembatasan timbunan sampah plastik sekali pakai sesuai dengan Pergub Nomor 97 Tahun 2018, yang diresmikan oleh Bendesa Adat Nongan dan disaksikan oleh Putri Koster.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya