Cilacap Mengalami Bencana Kekeringan dan Krisis Air Bersih Terburuk Tahun Ini

Jumlah desa dan kelurahan di Cilacap yang mengalami krisis air bersih yang meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 02 Nov 2019, 10:00 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2019, 10:00 WIB
Warga mengantre bantuan air bersih. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo).
Warga mengantre bantuan air bersih. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo).

Liputan6.com, Cilacap - Di Jawa Tengah, Cilacap menempati urutan tertinggi kabupaten/kota yang paling rawan bencana. Pada musim kemarau, misalnya, Cilacap mengalami bencana kekeringan dan krisis air bersih.

Kontur wilayah Cilacap memungkinkan bencana-bencana baik yang terjadi dataran rendah maupun pegunungan terjadi di wilayah ini. Cilacap sisi selatan adalah pesisir atau dataran rendah. Adapun di utara, dominan pegunungan dan perbukitan.

Cilacap sisi selatan yang langsung berhadapan dengan Samudera Hindia membuat Cilacap rawan gempa dan tsunami. Gelombang pasang dan banjir rendaman juga kerap terjadi di wilayah ini.

Adapun sisi utara, puluhan desa di enam kecamatan sisi barat Cilacap rawan longsor dan banjir bandang. Terjangan angin kencang dan hujan ekstrem juga berpotensi melanda wilayah-wilayah ini.

Seperti dibilang di muka, pada kemarau sekali pun Cilacap tak lepas dari bencana. Dan tahun 2019 ini barangkali akan dicatat sebagai krisis air bersih terburuk yang terjadi di Cilacap.

Salah satunya terlihat dari jumlah desa dan kelurahan di Cilacap yang mengalami krisis air bersih yang meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Dia bilang, hal ini disebabkan kemarau yang tiba lebih cepat dari biasanya.

Hingga 1 November 2019, tercatat sebanyak 102 desa dan kelurahan di 20 kecamatan wilayah Cilacap mengalami krisis air bersih. Angka ini adalah yang tertinggi semenjak lahirnya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Saksikan video pilihan berikut ini:


Bantuan Air Bersih dari Pihak Ketiga

Sumur kering, warga memanfaatkan aliran sungai. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Sumur kering, warga memanfaatkan aliran sungai. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Kepala Pelaksana harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cilacap, Tri Komara Sidhy mengatakan, hingga 1 November 2019 ini, BPBD total telah mengirimkan sebanyak 926 tangki air bersih.

Kondisi ini berbeda dari tahun sebelumnya yang hingga November hanya 512 tangki. Sebelumnya, kemarau parah juga pernah terjadi pada 2015. Itu pun jumlah desa yang mengalami krisis air bersih hanya sekitar 65 desa.

"2019 ini yang paling parah. Tahun kemarin sampai akhir kemarau kita hanya mengirimkan 512 tangki," ucapnya, Jumat, 1 November 2019.

Masalahnya, stok bantuan air bersih kabupaten Cilacap yang bersumber dari Alokasi Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) baik definitif maupun perubahan 2019 hanya 170 tangki. Karenanya, BPBD mencari dukungan dari pihak ketiga.

Komara mengakui, bantuan air bersih yang bersumber dari APBD telah lama habis. Kini, BPBD hanya bisa mengandalkan bantuan dari BUMN, BUMD, perusahaan swasta, organisasi profesi, komunitas atau lembaga lain yang peduli dengan krisis air bersih Cilacap.

Hingga saat ini sebanyak 52 lembaga telah membantu pengadaan air bersih. Namun, ketersediaan bantuan air bersih juga sudah semakin tipis. Sebab itu, BPBD pun kini aktif bergerilya mencari dukungan dunia usaha dan komunitas yang belum memberikan bantuan.

"Ya kemaraunya luar biasa. Tahun kemarin hanya 512, yang terdampak 48 desa di 17 kecamatan," dia mengungkapkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya