Liputan6.com, Gorontalo - Seperti yang diketahui, Provinsi Gorontalo memiliki empat rumah adat yang menjadi ciri daerah yang dikenal dengan tanah serambi madinah itu. Diantaranya rumah adat Dulohupa, Bantayo Poboide Ma’lihe dan rumah adat Gobel.
Rumah adat Gorontalo ini tidak hanya memiliki nama berbeda. Namun, rumah adat ini memiliki perbedaan dari sisi bentuk dan fungsinya, salah satunya rumah adat Dulohupa atau yang biasa disebut juga rumah Yiladia.
Advertisement
Baca Juga
Bangunan adat ini berbentuk rumah panggung yang hampir seluruh bagian bangunan terbuat dari papan. Struktur atap yang terbuat jerami padi bernuansa kedaerahan.
Selain itu, rumah adat Dulohupa juga dilengkapi pilar-pilar kayu sebagai hiasan serta lambang dari rumah adat tersebut. Rumah ini memiliki dua tangga yang berada di bagian kiri dan kanan rumah adat yang menjadi simbol adat atau yang disebut Tolitihu.
Umumnya, rumah Yiladia merupakan rumah-rumah penduduk asli Gorontalo zaman dulu alias jadul. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, bentuk rumah seperti yiladia sudah tidak dibuat lagi.
"Perkembangan zaman yang membuat kami harus mengubah bentuk rumah dari yang jadul lebih yang modern," kata Ismail, warga Gorontalo.
Selain itu, bentuk rumah panggung juga dipilih untuk menghindari terjadinya banjir yang kala itu sering terjadi di Gorontalo. Rumah adat Dulohupa di Gorontalo dibangun berlandaskan prinsip-prinsip dan kepercayaan.
Simak juga video pilihan berikut:
Jadi Rumah Dinas
Tentu bagian rumah Yiladia memiliki makna berbeda-beda. Seperti halnya bagian atap rumah adat Yiladia yang terbuat dari jerami berbentuk segitiga bersusun dua yang menggambarkan syariat dan adat penduduk Gorontalo.
Atap bagian atas menggambarkan kepercayaan penduduk Gorontalo terhadap Tuhan yang Maha Esa dan agama merupakan kepentingan utama di atas yang lainnya. Sedangkan, atap bagian bawah menggambarkan kepercayaan penduduk Gorontalo terhadap adat istiadat serta budaya.
Pada bagian puncak atap dahulu terdapat dua batang kayu yang dipasang bersilang. Kayu bersilang tersebut dinamakan Talapua. Penduduk Gorontalo percaya bahwa Talapua dapat menangkal roh–roh jahat.
Namun seiring perkembangan kepercayaan Islami, sekarang Talapua sudah tidak dipasang lagi. Pada bagian dinding depan terdapat Tunge lo bu’ulu atau tanduk rusa. Tunge lo bu’ulu ini menggambarkan kesejahteraan penduduk Gorontalo.
Sedangkan, bagian dalam rumah adat Dulohupa bergaya terbuka karena tidak banyak terdapat sekat. Selain itu, di dalam rumah, terdapat anjungan yang dikhususkan sebagai tempat peristirahatan raja dan keluarga kerajaan.
Seiring dengan perkembangan zaman, pemerintah mulai membangun kembali rumah Yiladia dengan gaya dan arsitektur yang lebih modern. Bahkan, saat ini, rumah Yiladia sudah ada yang terbuat dari batu.
"Bentuk rumah Yiladia harus tetap dijaga. Itulah mengapa rumah dinas pejabat di Gorontalo berbentuk rumah adat Yiladia, meskipun sudah lebih modern," kata Wakil Bupati Bone Bolango (Bonebol) Merlan Uloli.
Menurutnya, jika rumah dinas yang kini menjadi tempat tinggalnya merupakan rumah dinas Yiladia. Dan itu merupakan komitmen pemerintah daerah untuk tetap melestarikan rumah adat di Bonebol.
"Agar anak cucu, sebagai generasi berikutnya mengetahui bagaimana rumah adat Gorontalo yang sebenarnya," ia menandaskan.
Advertisement