Jamasan Pusaka, Tradisi Sakral Masyarakat Jawa

Jamasan pusaka menjadi bukti kekayaan tradisi nusantara.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 27 Jul 2023, 03:00 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2023, 03:00 WIB
Arak-arakan tapa bisu dan jamasan pusaka pada perayaan lebaran Idul Fitri, kelompok Kejawen Kalitanjung, Rawalo, Banyumas, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Eddy Wahono)
Arak-arakan tapa bisu dan jamasan pusaka pada perayaan lebaran Idul Fitri, kelompok Kejawen Kalitanjung, Rawalo, Banyumas, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Eddy Wahono)

Liputan6.com, Yogyakarta - Jamasan pusaka merupakan salah satu ritual yang sekaligus menjadi tradisi turun-temurun hingga saat ini, khususnya bagi masyarakat Jawa. Ritual ini menjadi salah satu prosesi sakral dalam merawat keris.

Kata 'jamasan' berasal dari bahasa Jawa krama inggil yang berarti cuci, membersihkan, atau mandi. Sementara 'pusaka' adalah sebutan bagi benda-benda yang dianggap keramat dan memiliki kekuatan tersendiri.

Dalam hal ini, benda yang dimaksud adalah keris. Keris merupakan salah satu pusaka yang harus dirawat secara khusus dan tidak bisa dilakukan secara sembarangan.

Perawatan keris harus dilakukan dengan cermat. Setiap keris harus dijamasi atau disucikan dalam prosesi sakral. Umumnya, tradisi ini dilakukan setiap 1 Sura sebagai bentuk penghormatan.

Prosesi jamasan melibatkan beberapa ritual, salah satunya dengan ubo rampe. Ubo rampe adalah prosesi memberikan jajan pasar, wewangian (dupa dan minyak), air kelapa, serta berbagai jenis bunga.

Bunga yang digunakan biasanya adalah bunga kantil, mawar, dan melati. Selain itu, juga digelar tumpengan atau doa bersama sebagai wujud rasa syukur dan menyucikan diri.

Bagi masyarakat Jawa, membersihkan keris sama halnya seperti membersihkan diri. Dalam pembuatan keris pun melalui proses yang mengajarkan nilai-nilai penting, seperti doa, semangat, kesabaran, ketelitian, dan ketekunan.

Meski tergolong benda mati, tetapi keris memiliki banyak filosofi kehidupan. Setiap komponen keris menceritakan perjalanan mendalam tentang kehidupan manusia, mulai dari pesi (pegangan keris), gonjo, tikel alis, pijetan, hingga greneng.

Atas dasar itulah masyarakat Jawa menganggap jamasan pusaka sebagai sebuah kegiatan ritual budaya yang sangat dihormati dan sakral. Prosesi ini diawali dengan 'susilaning nglolos dhuwung', yaitu proses penghormatan terhadap pembuat dan pemilik pusaka.

Selanjutnya, pusaka melewati proses 'mutih,' atau membersihkan kotoran dan karat dengan menggunakan campuran abu dari arang kayu jati, jeruk nipis, dan deterjen. Kemudian, pusaka direndam dalam air campuran khusus dalam proses 'warangan'.

Setelah keris bersih, pusaka tersebut lalu dikeringkan dengan kain sebelum melalui proses 'keprok' dan akhirnya dijemur di bawah sinar matahari selama beberapa waktu. Setelah kering, keris diberi minyak dan wewangian dari sari mawar, melati, atau cendana sebelum ditutupi dengan warangan.

Jamasan pusaka menjadi bukti kekayaan tradisi nusantara. Ritual ini terus dilestarikan sebagai bentuk menghargai warisan nenek moyang.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya