Liputan6.com, Jakarta - Pasar saham global bersiaga saat pengembang China yang masih dilanda krisis hadapi ujian utama pada minggu ini. Evergrande menjadi pengembang real estate paling berhutang di dunia harus membayar bunga sebesar USD 84 juta atau sekitar Rp 1,19 triliun (asumsi kurs Rp 14.248 per dolar AS) pada Kamis pekan ini.
Awal pekan, perusahaan mulai membayar investor dalam bisnis wealth management dengan properti. Tindakan ini merupakan cara berjuang untuk mendapatkan uang tunai demi memenuhi kewajibannya.
Baca Juga
Siapa Evergrande?
Advertisement
Evergrande didirikan oleh pengusaha Hui Ka Yan pada 1996 di Guangzhou, China Selatan. Sebelumnya perusahaan ini dikenal sebagai Grup Hengda. Saat ini, pengembang properti terbesar kedua di China memiliki sekitar 1.300 proyek yang tersebar di lebih dari 280 kota di seluruh China.
Sekarang, cakupan Evergrande Group lebih luas dari sekadar pengembang real estate. Bisnisnya meliputi wealth management, pembuatan mobil listrik serta manufaktur makanan dan minuman. Bahkan Evergrande memiliki Guangzhou FC yang merupakan tim sepak bola terbesar di China.
Pendiri Evergrande, Hui, pernah dinobatkan sebagai orang terkaya di Asia. Meskipun dalam beberapa bulan terakhir kekayaannya anjlok berat. Menurut Forbes, Hui memiliki kekayaan pribadi lebih dari USD 10 miliar atau sekitar Rp142,55 triliun.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Mengapa Evergrande dalam Masalah?
Evergrande berkembang agresif menjadi salah satu perusahan terbesar di China dengan memiliki kewajiban sekitar USD 300 miliar atau sekitar Rp4.267,3 triliun.
Tahun lalu, Pemerintah Beijing memberlakukan aturan baru untuk mengontrol jumlah utang pengembang real estate besar di negaranya. Tindakan tersebut sontak membuat Evergrande menawarkan propertinya dengan diskon besar-besaran. Tujuannya untuk memastikan pemasukan demi menjaga bisnis tetap bertahan dan tidak gulung tikar.
Saat ini, Evergrande berjuang mati-matian agar bisa memenuhi tunggakan bunga atas utangnya terdahulu. Ketidakpastian inilah yang menyebabkan saham Evergrande merosot sekitar 85 persen. Lembaga pemeringkat global pun telah menurunkan peringkat obligasi perusahaan ini.
Advertisement
Apa Dampak yang Ditimbulkan Jika Evergrande Runtuh?
Ada beberapa alasan mengapa masalah Evergrande termasuk masalah serius. Pertama, banyak orang membeli properti dari Evergrande bahkan sebelum pekerjaan pembangunan dimulai. Mereka telah membayar deposit dan berpotensi kehilangan uang itu jika bangkrut.
Kedua, perusahaan yang terlibat dalam pembangunan properti dengan Evergrande menanggung risiko besar. Misalnya perusahaan konstruksi dan desain serta pemasok material. Mereka juga berisiko mengalami kerugian besar bahkan memungkinkan untuk gulung tikar.
Ketiga, dampak potensial terhadap sistem keuangan China. "Kejatuhan keuangan akan jauh jangkauannya. Evergrande dilaporkan berutang uang kepada sekitar 171 bank domestik dan 121 perusahaan keuangan lainnya,” ujar Mattie Bekink dari Economist Intelligence Unit (EIU), dilansir dari BBC, ditulis pada Kamis, (23/9/2021).
Jika Evergrande default atau gagal bayar, bank dan pemberi pinjaman lainnya terpaksa meminjamkan lagi walau hanya sedikit. Hal ini menyebabkan krisis kredit. Kondisi ketika perusahaan berusaha meminjamkan uang dengan harga terjangkau.
Krisis kredit akan menjadi berita yang sangat buruk bagi ekonomi China. Perusahaan yang tidak dapat meminjam sulit bertumbuh dan dalam beberapa kasus tidak dapat terus beroperasi. Kondisi ini membuat investor asing bingung.
Satu sisi China merupakan negara yang mempengaruhi perekonomian dunia. Sisi lainya, China sebagai tempat yang kurang menarik untuk menaruh uang mereka karena mengalami krisis kredit.
Apakah Kemungkinan Evergrande Gagal Besar?
Potensi kejatuhan yang sangat serius dari perusahaan yang dililit hutang besar seperti itu menyebabkan beberapa analis menyarankan Pemerintah Beijing turun tangan untuk menyelamatkannya.
"Daripada mengambil risiko mengganggu rantai pasokan dan membuat marah pemilik rumah, kami pikir pemerintah mungkin akan menemukan cara untuk memastikan bisnis inti (pengembang properti real estate) Evergrande bertahan,” ujar Mattie.
Sementara yang lain tidak yakin. Dalam sebuah unggahan di aplikasi obrolan China dan platform media sosial WeChat. Pemimpin redaksi berpengaruh dari surat kabar Global Times Hu Xijin mengatakan, Evergrande tidak boleh bergantung pada bailout pemerintah dan sebaliknya perlu menyelamatkan dirinya sendiri.
Pendapat ini sejalan dengan tujuan Beijing untuk mengendalikan utang perusahaan. Artinya bailout profil tinggi seperti itu dapat dilihat sebagai contoh yang buruk.
Reporter: Ayesha Puri
Advertisement